Sejak tadi, Ifan masih fokus menyetir. Dia sesekali menatap Irene dan Alma dari kaca sepion mobilnya. Irene saat ini, sudah tampak akrab dengan Alma.
Irene sudah mulai sayang pada Alma anak mantan suaminya itu. Alma gadis yang sangat periang, lucu, dan sangat menggemaskan.
'Ternyata Alma sangat menggemaskan. Dia mirip banget sama Mas Ifan. Andai saja, aku dan Mas Ifan tidak cerai, mungkin aku dan Mas Ifan sekarang sudah punya anak. Aku benar-benar ingin punya anak dari Mas Irwan.' batin Irene.
Selama ini, Irene memang merindukan sosok seorang anak dalam hidupnya. Sudah lebih dari tujuh tahun, Irene belum juga diberikan keturunan. Entah siapa yang kurang subur di antara Irene dan Irwan. Mereka belum ada yang memeriksakan diri ke dokter.
"Kamu lagi ngobrolin apa sih Alma sama Tante Iren. Kok dari tadi, papa dicuekin terus," ucap Ifan yang membuat Alma dan Irene diam.
Irene dan Alma saling menatap dan tersenyum.
"Ih... papa kepo deh," ucap Alma.
"Hahaha... ya jelas papa kepolah. Kalian itu, ngobrolnya serius banget sih." Ifan tergelak saat mendengar celoteh anaknya.
Ifan benar-benar bahagia kalau saja, Alma mau dekat dengan Irene.
"Ini urusan cewek papa. Jadi papa nggak boleh tahu obrolan kita," ucap anak itu lagi.
***
Irene, Ifan dan Alma, saat ini sudah berada di panti asuhan. Setelah sampai ke panti, mereka langsung membagi-bagikan bingkisan untuk anak-anak panti. Ifan juga memberikan ibu panti sejumlah uang besar untuk menyumbang panti.
Irene jadi semakin kagum saja pada Ifan mantan suaminya. Ternyata dia memang lelaki yang sangat baik. Dia sangat dermawan. Dia sudah mau meminjamkan uang pada Irene, setelah apa yang sudah di lakukan orang tua Irene dulu pada Ifan. Ifan sama sekali tidak dendam pada Irene atau orang tua Irene.
'kapan ya, aku dan Mas Irwan punya anak. Aku pengin banget punya anak. Andai, aku tidak bisa hamil dan punya anak, aku ingin sekali mengadopsi salah satu anak panti di sini,' batin Irene sembari menatap satu persatu anak-anak panti itu.
Irene masih berdiri tidak jauh dari Ifan duduk. Dia kemudian menghampiri Ifan yang sedang duduk sendiri di teras depan panti.
"Mas," ucap Irene. Irene segera menghempaskan tubuhnya di atas kursi yang ada di teras depan.
Ifan menatap Irene sekilas sebelum dia mengalihkan kembali pandangannya ke arah anaknya yang sedang bermain bersama anak-anak panti.
"Ada apa?" tanya Ifan dengan pandangan yang masih lurus ke depan.
Sejak tadi, Ifan masih memperhatikan Alma yang sedang bermain dengan anak-anak panti itu. Ifan merasa sangat bahagia, saat melihat anaknya bahagia seperti sekarang. Tidak ada hal yang paling membahagiakan buat Ifan selain kebahagiaan Alma.
"Aku mau minta maaf, soal kejadian yang dulu," ucap Irene tiba-tiba.
"Kejadian apa Iren?" Ifan menoleh ke samping dan menatap lekat Irene.
"Soal sikap orang tua aku ke kamu dulu Mas. Mereka sudah memaksa kita untuk bercerai Mas. Dan mereka juga udah selalu merendahkan kamu Mas."
"Oh, itu. Itu sudah berlalu Iren. Untuk apa kamu bahas lagi."
"Tapi, orang tua aku sudah keterlaluan banget Mas sama kamu. Apa kamu nggak dendam dengan perlakukan mereka?" tanya Irene.
"Untuk apa aku dendam sama orang tua kamu Ren. Nggak ada untungnya aku menyimpan dendam. Apalagi sama mantan mertuaku sendiri. Aku bahkan sudah melupakan kejadian itu. Mungkin waktu itu, orang tua kamu sedang khilaf aja Ren. Makanya mereka bersikap begitu."
"Iya Mas. Aku tahu, kalau kamu itu, memang lelaki yang baik."
"Aku baik bukan cuma sama kamu aja Ren. Aku mencoba baik sama semua orang. Termasuk anak yatim, orang miskin, para pemulung dan anak-anak jalanan," ucap Ifan.
"Selama aku masih hidup dan masih diberikan kelebihan harta, aku akan menyedekahkannya untuk mereka. Karena aku pernah merasakan menjadi orang miskin," lanjut Ifan.
"Iya aku tahu itu Mas."
"Hidup dalam kemiskinan itu tidak enak Ren. Banyak orang yang menghina, merendahkan, bahkan mencaci maki kita. Aku pun sudah pernah merasakan kepahitan itu. Makanya, aku tidak tega jika harus melihat kesengsaraan orang lain yang hidup miskin."
Irene tahu apa yang pernah Ifan rasakan selama ini. Menjadi lelaki miskin yang banyak dihina oleh orang-orang. Bahkan saudara pun tidak ada yang mau mendekatinya karena kemiskinannya.
"Tapi, kamu jangan terlalu baik Mas, sama orang. Takutnya, kebaikan kamu itu, bisa dimanfaatkan oleh orang lain."
"Siapa yang akan memanfaatkan aku Ren. Aku tahu, siapa saja orang yang tulus dengan aku, dan orang yang tidak. Aku sudah bisa menilainya Ren."
"Iya. Aku percaya kok sama kamu Mas. Kamu memang lelaki yang sangat pintar. Buktinya, sekarang kamu sudah sukses, berdiri sendiri membangun bisnis kamu, tanpa mengandalkan siapapun."
"Iya. Ini semua memang aku dapatkan karena hasil kerja keras aku selama ini. Dan aku bisa seperti ini juga karena almarhumah ibunya Alma. Dia yang sudah membuat aku seperti sekarang."
Irene diam, saat Ifan menyebut wanita yang sudah pernah Ifan nikahi beberapa tahun yang lalu.
"Beruntung, wanita itu bisa dapatkan kamu, dan anak secantik Alma. Sementara aku, sampai sekarang aku belum dikasih keturunan," ucap Irene dengan wajah sendu.
Ifan terkejut saat mendengar ucapan Irene. Wajah Irene mendadak berubah menjadi sedih. Irene memang tidak pernah cerita apapun tentang kehidupan pribadinya pada Ifan.
Baru kali ini, dia mau cerita tentang kehidupan pribadinya pada Ifan. Sementara sejak tadi, Ifan masih serius menatap wanita yang ada di sisinya. Dia tampak penasaran dengan kehidupan Irene yang sekarang.
'Ren, sebenarnya kamu bahagia atau tidak sih dengan pernikahan kamu sama suami kamu yang sekarang. Kenapa kamu kelihatannya nggak bahagia.' batin Ifan.
"Ren, aku sudah berapa kali bilang sama kamu. Kalau kamu lagi ada masalah, kamu bisa curhat sama aku. Siapa tahu, nanti aku bisa bantu menyelesaikan masalah kamu."
"Tapi, aku rasa untuk soal ini, kamu tidak akan bisa bantu Mas."
"Kamu punya masalah apa sih?"
Irene menghela nafasnya dalam.
Mungkinkah dia akan menceritakan semua masalah rumah tangganya pada Ifan. Sementara Ifan itu bukan siapa-siapanya lagi sekarang.
Tapi, mungkin dengan Irene mau berbagi cerita dengan Ifan, bisa membuat beban di hati Irene berkurang. Karena sejak menikah dengan Irwan, Irene memang tidak bahagia karena begitu banyaknya tekanan dari Irwan.
Sejak menikah dengan Irwan, Irene merasa sangat tertekan. Karena dia tidak pernah dibebaskan untuk bergaul dengan siapapun. Karena Irwan lelaki yang sangat pencemburu. Dan teman-teman Irene sekarangpun sudah banyak yang menjauhinya karena sikap Irwan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments