Sore ini, Irene sudah sampai di depan rumah Ifan.
"Wah, benarkah ini rumah Mas Ifan. Rumahnya gede banget. Berkali-kali lipat luasnya dari rumah suamiku," gumam Irene setelah turun dari taksi.
Irene kemudian melangkah ke arah gerbang rumah Ifan yang tampak di jaga oleh seorang satpam.
"Permisi..." Seru Irene.
Lelaki yang memakai seragam satpam, dan berusia masih sekitar 45 tahun itu, mendekat menghampiri Irene.
"Maaf Mbak. Cari siapa? ada yang bisa saya bantu?" tanya lelaki itu.
"Saya mau cari Mas Ifan. Apa benar, ini rumah Mas Ifan?"
Satpam itu tampak kebingungan.
"Apa Mbak udah ada janji sebelumnya dengan Pak Ifan?"
"Em, aku ke sini, juga di suruh Pak Ifan."
"Tunggu sebentar. Saya akan telpon Pak Ifan dulu."
Lelaki itu kemudian menjauh dari Irene. Dia tampak sedang menelpon seseorang. Beberapa saat kemudian, lelaki itu kembali menghampiri Irene.
"Maaf Mbak. Tunggu dulu di dalam. Pak Ifan sebentar lagi akan pulang."
"Iya."
Irene kemudian masuk ke dalam halaman depan rumah Ifan setelah satpam rumah Ifan membuka pintu gerbang. Irene menunggu Ifan di tempat pos satpam yang ada di samping gerbang.
'Mas Ifan punya rumah semewah ini. Benarkah? apa aku cuma mimpi?' batin Irene yang sejak tadi, tidak berhenti menatap rumah mewah itu.
Irene masih tidak percaya dengan semua kenyataan ini. Dia kemudian mencubit pipinya sendiri.
"Auh... sakit," pekik Irene.
"Benar, ternyata aku nggak lagi mimpi." gumam Irene.
Beberapa saat kemudian, sebuah mobil melaju ke arah Irene. Satpam tadi pun kemudian buru-buru membuka gerbang dan memberikan hormat pada Ifan.
"Pak Ifan. Ada wanita yang mencari anda," ucap Pak Dito menuturkan.
"Siapa?" tanya Ifan.
"Itu." Pak Dito menujuk ke arah Irene.
"Suruh dia masuk menemuiku di dalam."
"Siap Pak."
Ifan kemudian melajukan mobilnya menuju ke garasi rumahnya. Sementara Pak Dito menghampiri Irene.
"Mari Mbak. Ikut saya!"
Irene hanya mengangguk. Setelah itu Irene mengikuti Pak Dito masuk.
Pak Dito kemudian mengantar Irene masuk ke dalam rumah mewah itu. Irene terpaku saat melihat seorang anak kecil sedang bermain-main di dalam rumah Ifan.
"Itukah, anak Mas Ifan?" gumam Irene.
"Dia Non Alma Mbak. Anak Pak Ifan," jelas Pak Dito
"Iya."
"Dia anak kesayangan Pak Ifan Mbak. Cuma, dia sedikit badung. Maklumlah, namanya juga anak sudah ditinggal ibunya sejak bayi. Nggak ada yang ngurus."
"Oh. Gitu ya? jadi ibu Alma meninggal sejak Alma bayi? terus pengasuhnya?"
"Pengasuhnya jarang ada yang betah Mbak. Paling mereka bisa bertahan satu tahun aja di rumah ini. Harus sabar Mbak, kalau menghadapi Non Alma."
"Pengasuh yang kemarin."
"Mbak Intan katanya sih lagi cuti. Tapi nggak tahu, kenapa dia belum kembali. Mungkin aja dia udah nyerah."
Irene manggut-manggut tampak mengerti. "Iya. Saya tahu. Terimakasih Pak, untuk informasinya."
"Saya tinggal dulu Mbak."
Pak Dito kemudian pergi meninggalkan Irene sendiri.
Sejak tadi, Irene masih menatap Alma. Alma tampak serius bermain boneka. Dia tidak merasakan kehadiran seseorang disekitarnya.
Irene tersenyum. Entah kenapa, rasanya dia sangat bahagia saat menatap Alma. Mungkin, karena Irene selama ini, sudah sangat ingin punya anak.
Irene mengelus perutnya.
'Beruntung banget Mas Ifan. Bisa punya anak secantik Alma. Kenapa aku tidak hamil-hamil juga ya.' batin Irene.
Ifan sejak tadi masih memperhatikan Irene. Ifan tidak tahu kenapa dengan Irene. Irene sejak tadi masih menangis tanpa suara. Hanya air matanya saja yang keluar membasahi pipinya.
"Papa," suara Alma mengejutkan Irene dari lamunannya. Alma berhambur mendekat ke arah ayahnya dan memeluk Ifan dengan erat. Ifan segera menggendong anaknya.
Irene segera mengusap air matanya dan langsung menatap Ifan yang sejak tadi sudah berdiri di sampingnya.
"Irene. Kamu kenapa?" tanya Ifan.
"Aku nggak apa-apa Mas. Eh, Pak maksud aku."
"Nggak usah panggil Pak. Panggil Mas terus juga nggak apa-apa kok."
Irene jadi salah tingkah saat menatap Ifan terlalu lama. Irene tidak tahu kenapa dengan perasaannya. Dia benar-benar tidak mau terbawa perasaan pada Ifan lelaki yang pernah di cintainya dulu.
"Ini Alma putri ku Ren," ucap Ifan memperkenalkan Alma pada Irene.
Irene tersenyum.
"Halo sayang..."
Alma menatap ayahnya. Dia tampak bingung dengan kehadiran Irene.
"Oh, Alma. Dia namanya Tante Irene. Dia yang akan menggantikan Mbak Intan untuk jagain kamu."
Alma menatap lekat Irene. Alma memang anak yang susah untuk beradaptasi dengan orang baru. Dan baru Intan yang bertahan paling lama menjadi pengasuh Alma.
Irene dan Ifan terkejut saat tiba-tiba saja, Alma turun dari gendongan Ifan.
"Aku nggak mau sama Tante itu Pa, aku cuma mau sama Mbak Intan aja."
Alma kemudian berlari ke arah kamarnya.
"Mas, kenapa dengan anak kamu? dia tidak suka ya sama aku?" tanya Irene.
"Nggak begitu. Alma itu memang susah untuk beradaptasi dengan orang baru. Tapi kamu tenang aja. Aku akan bujuk Alma agar dia mau sama kamu."
Irene mengangguk.
"Oh iya. Kamu duduk dulu Ren. Biar aku yang bujuk Alma."
"Iya Mas."
Irene kemudian duduk di sofa ruang tengah rumah mantan suaminya. Sementara Ifan menyusul anaknya ke kamar.
Sesampai di depan kamar Alma, Ifan membuka pintu kamar Alma. Dia kemudian mendekat ke arah Alma dan duduk di sisi Alma.
"Alma kenapa?" tanya Ifan
"Aku nggak mau sama Tante itu. Aku cuma maunya sama Mbak Intan."
"Sayang. Mbak Intan sudah tidak bisa ke sini lagi."
"Kenapa? apa Mbak Intan udah nggak sayang lagi sama Alma?"
Ifan bingung dengan apa yang harus dia jelaskan pada Alma. Sebenarnya Intan pulang kampung bukan cuti. Tapi dia memutusakan untuk tidak kerja di rumah Ifan lagi, karena sekarang dia sudah menikah dan suaminya melarangnya untuk bekerja.
Jadi, Ifanpun tidak bisa memaksa Intan untuk tetap menjadi pengasuh Alma.
"Alma. Mbak Intannya masih sibuk di kampung. Sementara ini, Alma sama Tante Iren dulu ya. Tante Iren orangnya sangat baik kok." Ifan mencoba meyakinkan anaknya.
"Tapi Pa, aku nggak kenal sama Tante Iren. Aku juga baru pernah melihat dia."
"Iya. Tapi Tante Iren itu teman papa. Dia orangnya sangat baik. Dia juga bisa membacakan kamu dongeng sebelum tidur. Sama seperti Mbak Intan."
Alma diam. Sebenernya dia ingin pengasuhnya yang bernama Intan itu kembali. Karena Alma sudah sangat sayang sama Intan. Tapi, sayangnya Intan sudah tidak di izinkan lagi untuk kerja setelah dia bersuami.
"Pokoknya aku nggak mau sama Tante Iren. Lebih baik aku sama si Mbok aja!" ucap Alma dengan nada tinggi.
"Tapi si Mbok itu kan repot sayang. Si Mbok itu tidak mungkin untuk jagain kamu terus. Karena kerjaan si Mbok kan banyak," Ifan sejak tadi masih memberi pengertian anaknya.
Alma memanyunkan bibirnya.
"Pokoknya aku nggak mau sama Tante Iren titik."
Ifan tidak mau memaksa anaknya. Ifan kemudian melangkah ke luar dari kamar anaknya. Dia menuju ke ruang tengah di mana Irene menunggunya.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments