...🍀🍀🍀...
Tanpa disadari oleh Bram dan dokter Mayang, Ara mendengar percakapan suaminya dengan dokter itu tentang operasi.
Operasi apa yang mereka bicarakan? Kenapa aku harus di operasi?
Ara kembali duduk di atas ranjang beroda itu, pikirannya berkecamuk mendengar percakapan aneh dan ambigu itu. Ara tidak yakin bahwa suaminya mengajaknya ke klinik itu hanya untuk periksa kandungan.
Gak mungkin mas Bram ngapa-ngapain aku kan?
Suster yang tadi membawa Ara, baru saja keluar dari kamar mandi. Ia tersenyum pada Ara dan langsung memasukkan suatu cairan ke dalam jarum suntik.
"Ayo Bu, berbaring dulu ya." ucap suster itu pada Ara.
Ara mulai curiga ketika suster itu hendak menyuntikkan obat yang ia tak tahu apa. Ara bertanya obat apa itu, tapi suster itu tidak menjawabnya.
"Ibu berbaring saja ya, nanti ibu tidak akan merasa sakit setelah kami mengeluarkannya."
"Me-mengeluarkannya? Apa maksudnya suster?" Ara terperangah mendengar ucapan si suster.
"Eungh--tidak apa-apa, Bu. Lebih baik ibu berbaring dengan tenang ya." bujuk suster itu dengan suara yang gugup.
"Maaf ya sus, saya kesini untuk periksa kandungan. Bukan untuk disuntikkan sesuatu." kata Ara bingung, dia mencoba-coba menerka apa yang terjadi saat ini. Tapi ia benar-benar tak paham.
"Eum...itu..." suster itu terlihat gugup menjelaskan.
CEKLET!
Pintu ruangan itu terbuka, terlihat dokter Mayang berada disana bersama dua orang pria berbadan kekar yang muncul entah dari mana.
"Cepat suntik dia! Dia tidak boleh pergi dari sini sebelum operasinya selesai." ucap dokter Mayang pada suster itu.
"Baik dokter."
"Operasi? Operasi apa?" Ara mulai merasakan ancaman mendengar ucapan dokter Mayang. Dia pun berusaha untuk pergi dari sana, namun kedua pria kekar dibelakang Mayang memegang erat tangannya.
"Lepas! Lepaskan aku! Mas...mas Bram, mas tolong aku Mas...mas.." teriak Ara memanggil suaminya. Ia panik karena tangannya dicekal kuat orang pria pria itu.
Ya Allah, siapa orang-orang ini? Kenapa mereka ingin mencelakai aku? Dimana Mas Bram?
Tubuhnya dibaringkan dengan kasar oleh kedua pria itu ke atas ranjang. "AKHHH!! Lepas!"
Ara mendengar suara mobil menyala dan menjauh dari sana. Ia mengenal suara mobil satu-satunya yang ada disana, yaitu mobil Bram. Dari jendela kamar itu, Ara melihat mobil suaminya pergi meninggalkan klinik.
"Mas! Kenapa kamu pergi MAS? Mas Bram!" Ara berteriak semakin kencang.
"Ibu, ibu tenang saja...kami akan pastikan ibu tidak terlalu sakit saat janinnya di keluarkan." jelas dokter Mayang yang membuat Ara tersentak kaget.
"APA?"
"Pak Bram sudah berpesan kepada saya untuk membereskan segalanya. Nanti dia akan menjemput ibu, setelah kandungan ibu digugurkan."
Deg!
Bagai tersambar petir disiang bolong, Ara tidak menyangka bahwa Bram membujuknya datang kemari untuk menggugurkan kandungannya sendiri. Tapi disisi lain hatinya, ia tak percaya Bram akan melakukan semua ini.
Mas, tega kamu...tega kamu mau membunuh anakmu sendiri? Gak mungkin kamu begitu kan Mas?
"Jangan sembarangan menuduh suami saya! Mana mungkin suami saya tega meminta dokter mengugurkan kandungan saya."
"Suami ibu sudah menduga bahwa ibu akan seperti ini. Tapi Bu, Percayalah bahwa suami ibu melakukan ini demi kebaikan ibu. Tidak baik bagi ibu yang memiliki penyakit kanker, melahirkan bayi ini...akan beresiko untuk ibu." sebenarnya ini hanya alasan, mau Ara dikatakan sakit kanker atau apapun itu. Mayang tetap harus melakukan tugasnya untuk menggugah bayi Ara karena sudah dibayar oleh Bram. Dan sebenarnya, Mayang bukanlah dokter yang memiliki lisensi kedokteran melainkan seseorang yang legal dan bergelut didalam bisnis haram berkedok klinik kandungan ini.
"A-apa? Apa suami sayang bilang begitu? Jadi saya sakit kanker dan---woah....ini..." Ara bergetar, tak percaya bahwa suaminya akan tega melakukan semua ini padanya setelah perlakuan manis Bram kepadanya.
"Ayo sus, cepat suntik dia!" seru dokter Mayang pada suster.
"Baik dok," jawab suster itu dan segera menyiapkan jarum suntiknya, mengarahkan jarum suntik itu pada Ara.
Ara ketakutan dan coba berontak, kakinya menendang-nendang kedua pria yang memeganginya. Dalam hati dia merapalkan doa, agar Allah menyelamatkannya dan bayinya. Ara berjuang sekuat tenaga, dibalik rasa sedih, sakit hati dan kecewanya pada Bram.
Jarum suntik itu telah berhasil menembus kulit Ara, namun sebelum semua cairan itu habis. Ara berhasil lepas dari cengkraman kedua pria itu dengan menendang anunya.
"Ah! Sialan! Mau kemana Lo?"
Ara keluar dari klinik itu dengan terburu-buru, kedua pria tadi ternyata masih mengejarnya. Sialnya, jalanan di sana sangat sepi dan terpencil. Tidak ada rumah, maupun kendaraan yang lewat di sekitar sana.
"Jadi--kamu sudah merencanakan ini sebelumnya Mas? Kamu ingin menggugurkan anak kita? Tega kamu Mas...tega.." gumam Ara disela isak tangis kecewanya pada Bram. Ia masih terus berlari dari dua pria itu.
Lelah berlari dan merasa kepala mulai pening akibat obat bius. Akhirnya Ara berhenti berlari dan memilih untuk bersembunyi di semak-semak yang ada di sana.
"Dimana wanita sialan itu?" tanya seorang pria sambil menatap ke sana kemari mencari keberadaan Ara.
"Kalau bos Bram sampai tau, bisa gawat."
"Kau, telponlah bos Bram!"ujar salah seorang pria.
"Tidak! Aku tidak bisa menelponnya begitu saja, bukannya tadi bos Bram bilang kalau dia akan pergi ke apartemen kekasihnya dan tidak mau diganggu." jelas pria kepala botak itu pada temannya.
"Benar juga, yang ada nanti bos marah. Ah ya sudah, ayo kita cari lagi wanita kampungan itu!"
Ara yang mendengar semua itu, semakin terisak dan menahan mulutnya yang ingin berteriak. "Tega kamu, Mas...tega kamu...kamu ingin membunuh anak kita, sementara kamu malah bersenang-senang dengan wanita lain." batin Ara sakit hati.
Setelah yakin kedua pria itu pergi jauh dari sana, Ara pun keluar dari persembunyiannya. Dengan langkah gontai, ia berusaha pergi ke jalan raya.
"Astaghfirullah...kepalaku pusing. Ini pasti efek obat bius yang tadi sempat disuntikkan suster itu padaku." gumam Ara sambil memegang kepalanya. Berusaha menopang tubuhnya sendiri yang mulai lemas.
Berulang kali dia bersandar pada pepohonan yang ada disana, sembari berharap bahwa kedua pria itu tidak akan menemukannya lagi.
Tak lama kemudian, Ara jatuh pingsan saat berada di pinggir jalan raya. Tidak ada siapapun disana.
****
Apartemen Bram yang ditempati oleh Giselle.
Dengan perhatian, Bram membelikan Giselle makanan kesukaannya. Mereka makan bersama di apartemen itu sambil suap suapan.
"Sayang...aku mau ngomong sesuatu sama kamu." ucap Giselle tiba-tiba, saat mereka sedang makan bersama.
"Ya, sayang?"
"Kapan kamu menceraikan istri kamu?" tanya Giselle pada Bram yang membuat pria itu terdiam sejenak sambil menelan ludah kasarnya.
...****...
Hai hai...aku revisi bab satu, ada perubahan disana...baca ulang ya 😍
Ayo readers tunjukkan keberadaan kalian dengan komen ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Umi Akhmad
Ara jgn bodoh banget sih thooorrrrr
2023-06-18
1
Yunerty Blessa
sedih dengan keadaan Ara.. sabarlah
2023-03-15
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
ayo lah Ra ... bersikap baik itu bukan berarti menjadi b0d0h mau aja di apa2in.
sekarang udah tambah jelas kan, gimana sikap Bram ke kamu ...
jangan ngarep lagi deh ... lagian ngapain juga masih mempertahankan suami yg udah spt itu?
buang aja ke tempat sampah ... krn emang di situ dia lebih layak ...
lebih baik kamu mencari kebahagiaan kamu sendiri.
gak usah bertahan krn "pernikahan perjodohan" itu. kamu yg menjalani, kamu yg menderita, kamu yg dihina ... kalo masih nrimo juga ... yaaaa ... barti kamu emang b0d0h maksimal..
Neng Gemoy beneran sebel kalo Ara masih lemah dihadapan Bram !!!
Tapi bakalan terus baca siiiiy ... soalnya pengen tau detik2 Bram ngemis2 minta maaf ke Ara ... 😁😁😁
2023-02-07
1