13

          Tidak terasa sudah dua bulan berlalu semenjak kejadian di aula singgasana. Ong He yang terbunuh secara misterius masih menjadi tanda tanya besar. Dan saat itu juga, gadis kecil pembawa pesan terlihat baik baik saja, seakan semua hal buruk itu hanyalah mimpi. Ia tetap memerahkan senyum di bibir kecilnya, kesehariannya pun tetap berjalan. Seperti mengacaukan dapur istana bersama Tian Feng.

          Tetapi, Becrox tahu semua itu hanya topeng yang menutupi kesedihannya. Bagaimana ia tidak tahu, ketika sepasang mata berwarna merah rubynya terlihat sendu, bagai langit mendung.

          Becrox berlatih pedang menggunakan pedang kayu di halaman pelatihan kediaman Edinhart seorang diri. Napasnya terengah-engah dengan keringat yang mulai membasahi bajunya. Ia kemudian berhenti, meletakkan pedang kayu ke rak. Seorang pelayan pria dua puluh tahunan berjalan menghampiri, membungkuk seraya memberikan sebuah kain pada Becrox. Ia menerima kain itu, mengusapkannya ke leher serta wajah.

          “Tuan Muda, Nona Litana berpesan untuk bertemu di Kuil Ondro. Setelah anda makan dan tidur siang. Nona bilang, anda harus istirahat terlebih dahulu sebelum pergi bekerja.” Kata pelayan itu melempar senyum tipis. Becrox memberikan kain yang telah dipakai ke pelayannya, “Apakah Tian Feng yang mengirim pesannya?” tanyanya penasaran sambil melepas ikatan rambut. Membuatnya terlihat tampan dengan rambut merah gelombang yang berkilau dan manik biru yang jernih seindah laut.

          Pelayannya menggeleng, membuat Tuan Mudanya menatap tidak mengerti, “Kurir?” pelayan itu menarik napas pendek, “Nona Litana sendiri yang datang.” Becrox yang memperhatikan kuncup bunga tulip ungu  di salah satu pot tanaman hias besar yang tidak jauh dari tempat pelatihan, spontan menoleh tidak percaya. “Apa? Kapan datangnya?” tanya Becrox lagi, “Saat Tuan Muda pergi ke tempat pelatihan.” Jawab pelayan terus terang dengan salah satu mata mengintip wajah polos Becrox, lalu terpejam saat ia menengok.

          “Kenapa tidak menjamunya? Atau langsung memberitahukannya padaku?” kini Becrox terdengar kesal. “Ketika salah satu pelayan hendak membawa masuk dan menjamu Nona. Nona menolak. Nona bilang tidak ingin mengganggu waktu latihan Tuan Muda. Jadi, beliau hanya menitipkan pesan untuk Anda.” Jelas pelayannya santai.

          Becrox menghela napas pendek, “Hanya pesan untuk makan dan tidur siang. Aku bukanlah anak kecil sepertinya.” Gumam pemuda itu mulai berjalan menuju ke dalam rumah besar bak istana, meskipun tidak sebesar istana Kerajaan. Kediaman Edinhart yang luasnya seperempat dari luas istana, lantai tiga tingkat, tembok merah fajar yang kokoh dipenuhi ukiran bunga tunjung pada setiap pintu, dan pot hias setinggi tujuh puluh sentimeter per tanaman hias bunga tunjung yang terletak di depan pintu ruangan apapun di sana.

          Pintu masuk dari samping rumah kacanya segera dibuka oleh pelayan lain, “Apakah Tuan Muda akan pergi ke Istana setelah makan siang nanti?” Becrox masuk ke dalam rumah, diam beberapa saat, “Tidak. Aku akan tidur siang. Untuk menjaga stamina.”

          Pelayannya tersenyum sekilas melihat Tuan Mudanya yang berdalih.

          Di dahan pohon rindang Tian Feng memperhatikan, lalu terbang melesat ke angkasa tanpa suara. Ia terbang melintasi rumah rakyat menuju Istana Utama.

          “Aku masih tidak bisa mempercayainya.” Sergah Ratu Ionles tegas berdiri di belakang meja kerja melihat pemandangan diluar dari jendela panjang. “Aku sudah mengawasinya akhir-akhir ini bersama Tian Feng. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan darinya. Dia berbeda dengan kakaknya, bahkan dirinya berani bersumpah atas nama Edinhart.” Sanggah gadis kecil berambut perak dengan baju khasnya, menatap gusar punggung Ratu Ionles. “Mereka pernah menyakitimu.” Tandas Ratu Ionles lirih.

          Manik merah rubynya berkaca-kaca, “Mereka yang anda sebut bukanlah dia. Melainkan yang lain.” Gumamnya seraya mengangkat tangan kanan sejajar dengan dada. Tian Feng terbang masuk ke ruang kerja melalui salah satu jendela yang dibiarkan terbuka. Elang itu mendarat di atas pelana, “Meskipun aku memiliki Tian Feng. Bukan berarti aku tidak butuh teman.” Gerutunya terdengar oleh Ratu Ionles.

          Jemari Ratu Ionles saling mengerat, ia ragu, dan ketika berbalik melihat pintu. Pintu ruangan sudah tertutup. “Litana, Sayangku.”

           Beberapa remah roti tersebar di pelataran area pohon besar tempatnya bernaung bersama Tian Feng. Kepakan burung-burung yang terbang mendekati akhir musim panas, membuat gadis kecil berambut perak indah itu menatap langit begitu dalam.

          Pikirannya hanyut mengingat kejadian dua bulan lalu, Ong He yang sebelumnya terbunuh di aula singgasana, sebenarnya masih hidup. Kebenaran itu terdengar seperti kebohongan. Akan tetapi, fakta bahwa Ong He masih hidup adalah Minatour itu masih bersama keluarganya. Hidup di sekitar kaki pegunungan, bermain dengan saudara sesama ras, rukun pada ras lain. Menjalani keseharian seperti biasanya. Ratu Ionles dan kedua penasihat kerajaan terkejut mendengar kabar tersebut, saat dirinya hendak memberi kabar pada keluarga Ong He ditemani Becrox, sebagai pelindungnya.

          Becrox sendiri, tidak mengerti. Di malam lain, dia memeriksa Kuil Ondro. Ksatria Muda itu bertemu sekelompok pria memakai jubah hitam lusuh, yang menjuntai ke bawah sampai menutupi kaki. Ia berhasil mengalahkan mereka semua, tanpa terluka sedikitpun, dan berusaha tidak membunuh mereka. Namun, upayanya untuk menginterogasi gagal, karena mereka mati keracunan. Lebih tepatnya, bunuh diri dengan mengonsumsi racun tersembunyi.

          Pendeta Utara bertemu Becrox, rupanya pria lima puluh tahun itu bersembunyi dari sekelompok pria berjubah saat mendapat penglihatan. Berita meninggalnya Pendeta Utara hanya sampai pada Ratu Ionles dan penasihat kerajaan, tidak sampai ke telinga para rakyat. Pria tersebut merencanakannya sehari sebelum kedatangan sekelompok pria berjubah. Dan pesan yang disampaikan melalui anak panah, sangat mutlak.

          Tian Feng yang terbang, mendarat halus bertengger pada salah satu dahan, di atas Litana. Elang itu sedikit membuka celah pada sayap kanan, paruhnya menggigiti bagian yang gatal. “Kau sepertinya memberi kabar bagus. Aku ingin tidur. Tidur siang adalah hal terbaik untuk pertumbuhan anak-anak sepertiku ‘kan?” dia merentangkang kedua tangan serta kaki dengan leluasa, merebahkan tubuhnya di atas rerumputan sebagai alas tidur. Angin menerpa lembut wajah mungilnya, kedua matanya terpejam.

          “Bangunkan aku saat Tuan Pengawal Becrox datang atau senja terlihat.” Ujarnya perlahan terlelap. Kicauan burung siang itu menjadi lagu pengantar tidurnya.

          Langit biru berpadu jingga membentuk senja. Sepatu seorang pengawal melangkah menghampiri Litana yang masih terlelap di bawah pohon besar nan rindang. “Benar dugaanku kalau dia tidur disini. Bagaimana bisa dia sesantai ini, seperti tidak peduli pada orang-orang yang membencinya.” Ucap Becrox bergerak perlahan, ikut berbaring disamping kiri Litana.

          Kepala yang semula melihat langit senja dari sela-sela rerimbun dedaunan, beralih melihat gadis kecil yang masih tidur terlelap disampingnya. Senyum kecil terulum di wajah tampannya, tanpa disadari. Dan dirinya tersadar melihat ke dahan, ada yang aneh, sampai tertegun sendiri. Saat Becrox sibuk dalam kebingungan. Litana bergerak ke kiri, tubuhnya meringkuk, kepalanya menyundul pelan lengan atas Becrox, membuatnya kaget , menelan ludah kasar, menoleh, “Daging panggangnya enak.” Kata gadis kecil tersebut masih dalam keadaan tertidur.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!