6

Mereka menoleh. “Ahaha. Itu dia. Tuan Himour sudah datang.” Kata pria paruh baya itu sedikit pucat, sedangkan bocah itu menatapnya kesal.

Himour berhenti tepat di depannya, napasnya terengah-engah karena sepertinya sudah berlari cukup jauh. “Maaf... hah... aku... terlambat... sebentar... hah...” ucapnya dengan tubuh membungkuk, kedua tangan bertopang pada lutut, “Atur napasmu terlebih dahulu, Tuan Himour.” Ujar pria paruh baya menatap tidak tega pada Himour, melirik tipis gadis kecil di dekatnya—masih terlihat kesal—dan kembali melihat Himour.

Gadis kecil itu mendengus kasar, “Bermain dengan pengunjung bar, huh?” tanyanya dengan nada mengejek, membuat Himour seketika terperangah kaget, “Huh?! Sejak kapan? Aku baru saja dari toko senjata, mengambil uangmu. Gadis Kecil.” Beonya tidak terima seraya memberikan dua kantong uang sebesar semangka padanya.

Gadis itu menatap dua kantong uang besar yang diberikan padanya, lalu memberi Himour kertas pesan kecil yang diterimanya tadi. Dia mengambil satu kantong uang yang dimasukkan ke dalam tas pinggang kecil yang terikat di pinggulnya, lalu perlahan hilang tak tahu kemana saat pria disamping gadis tersebut memperhatikan.

Seperti sihir, tidak ada begitu saja, ketika pria itu teralihkan oleh sapaan temannya.

“Astaga, ini catatan kemarin, Nak.” Keluh Himour menepuk kening keheranan, fokus bicara dengan gadis kecil berambut perak,  yang juga kantong uangnya hilang kemana tanpa sepengetahuan siapapun. Meskipun begitu, dua orang itu tidak terlihat panik ataupun kaget, terlihat santai.

Dia mengangkat bahu, “Mana kutahu, aku baru saja pulang hari ini.” katanya enteng, lalu bertanya, “Ah, adakah yang membelinya? Pedang Berkilau-ku?”

Himour meletakkan kedua tangan di pinggang, “Ya, uang tadi adalah hasilnya. Sepuluh ribu koin emas. Itu cukup mengejutkan. Seorang pemuda pengembara yang membelinya.” Gadis itu ber-oh kagum, kedua matanya dipenuhi kilauan bintang. Ia mengangguk, kemudian melirik pria paruh baya disamping gadis kecil, “Terima kasih sudah membantuku. Sekarang kau bisa pergi.” Kata Himour dengan tangan kiri melambai kecil.

Pria tersebut membalas lambaiannya seraya berbalik badan, pergi meninggalkan dua orang itu. “Ya, sama-sama, Tuan Himour. Gadis Kecil, aku pergi dulu. Sampai jumpa.” Dia menoleh, mengangguk dengan tersenyum, “Ya, terima kasih, Paman. Hati-hati di jalan.”

Himour melihat pria itu, lalu beralih melihat gadis kecil di depannya, “Kembali ke pembicaraan kita tadi, Nak. Pemuda pengembara yang membelinya cukup menarik. Dia berani membayar mahal hanya untuk ‘Pedang Berkilau yang tidak akan bisa hancur’ dalam promosi.” Ujarnya menggerakkan dua ruas jari dari kedua tangan membentuk simbol gunting yang bergerak tutup ke bawah, buka ke atas.

Gadis itu tertawa kecil, “Setidaknya itu terjual secara sepadan. Lagipula, aku tidak menjualnya lebih dari satu. Dan tidak akan ada yang bisa membuat senjata seperti itu, karena tidak ada yang tahu siapa pembuatnya. Meskipun berusaha mencarinya ke ujung dunia sekalipun.” Ucapnya menunjukkan tatapan penuh makna, dan Himour hanya manggut-manggut.

“Ya, kau sangat mengagumkan dengan caramu itu, Gadis Kecil.” Puji Himour bertopang dagu tampak berpikir, “Hoho, tentu saja. Paman Himour baru tahu, ya.” Sahutnya bangga, ditengah candaan mereka, seorang gadis muda bangsawan yang ditemani pengawal berzirah pribadinya, datang menghampiri. “Wah, wah, wah, lihat. Siapa yang sudah kembali dari tugasnya mengantar surat?” cibirannya membuat gadis kecil menoleh, dibandingkan Himour melirik tajam. Seketika Himour menelan ludah melihatnya, sedang gadis berambut perak sudah memasang ancang-ancang untuk lari.

Prettive!!—pikir mereka berdua.

Beberapa penduduk bergidik melihatnya, terkejut akan kedatangannya. Sehingga mereka memilih untuk tidak peduli, atau mereka akan mendapatkan masalah, jika ikut campur.

Gadis enam belas tahun berambut hijau navy sebahu, memakai gaun hijau navy berbahan sutra, mata hijau venom—Prettive Vlo EnH—putri ketiga Duke Vlo EnH yaitu bangsawan bergelar Ksatria Kerajaan Gidlove yang dikenal ‘Balas Dendam Masa Lalu’—meskipun begitu, tidak ada yang berani mengusik keluarga itu, kecuali gadis kecil tersebut.

Seolah dapat membaca gerakannya, pengawal berzirah besi langsung bergerak cepat menghalangi dari belakang serta menghunuskan pedang melingkar ke depan, dekat lehernya. Manik merahnya membeliak kaget, terlambat bereaksi, “Maaf, mengganggu perbincangan kalian. Aku datang kesini karena ada urusan dengan bocah surat ini. Apakah Tuan Himour keberatan?” papar Prettive seraya melirik Himour yang terpaku cemas pada bocah di depannya, terancam keselamatannya.

Dia tersenyum gugup, dengan mata memperhatikan mata pisau samping pedang, berjarak satu inci dengan lehernya, “Aku tidak apa-apa. Lagipula, mereka tidak akan membunuhku.” Simpulnya berusaha membujuk Himour agar tidak terseret masalah. “Benar ‘kan, Nona Muda Ketiga Vlo EnH?” kilahnya yang ditatap rendah oleh Prettive. Pengawal berzirah itu tak bergeming.

“Tentu, aku tidak akan membunuhnya. Aku hanya ingin membantu Firranth membalas dendam. Jadi, itu tergantung.” Jawab Prettive diselingi senyuman licik dengan tatapan merendahkan.

Pengawal pribadi Prettive—Firranth—tangan kanannya mencekik leher gadis kecil itu dari belakang dan melempar tubuhnya secepat hembusan angin kencang ke arah Aula Ibukota Guinvers sejauh tiga kilometer. Dia terpekik kaget, meringis kesakitan, dan berkata, “Pergilah.”

Himour membeliak panik, begitu pula dengan penduduk Ibukota Guinvers yang melihatnya.

Dia dilempar begitu saja?! Kecepatan secepat angin itu bisa membunuh siapapun.—pikir Himour mengepalkan erat tangannya, lalu melepas kepalannya. “Lagipula, anak itu tidak akan mati begitu saja. Ya ‘kan?” gumam Himour melirik malas ke Prettive dan Firranth yang tidak memperdulikanya.

“Firranth, kemana kau melempar bocah surat itu?” tanya Prettive penasaran, “...” Firranth berbalik, “Aula Ibukota, Nona Prettive.” Jawabnya setelah beberapa saat diam.

Prettive tertawa kecil, “Hmph, itu tidak buruk. Kita biarkan saja mereka yang melanjutkan balas dendam.” Ujarnya tidak peduli apa yang akan terjadi kedepannya, ia berbalik, diikuti Firranth berjalan di belakangnya.

“Keluarga Duke Vlo EnH memang kurang ajar. Beraninya menyerang anak kecil.” Kelakar seorang pria paruh baya yang merupakan penduduk Ibukota Guinvers terlihat sangat kesal, setelah Prettive, dan pengawalnya pergi jauh. Seorang wanita tiga puluh tahunan mengambil sebuah jeruk dari keranjang yang dipindahkan ke kotak buah miring, tampak cemas seraya menghela napas, “Bukankah dari dulu keluarga Duke yang lain memang seperti itu?? Bahkan orang seperti kita, yang hanya penduduk biasa, jika diangkat sebagai bangsawan baru, mungkin kelak akan bertindak seenaknya juga.” Imbuh wanita itu membuat penduduk lain di sekitar toko terdiam.

Himour melihat ke toko buah seberang jalan yang terlihat ramai itu, “Hei!! Berdoa saja, ada keluarga Duke yang berbeda dari biasanya.” Celetuknya agak berteriak.

Pria pemilik toko buah mendongak, “Haha, Tuan Himour rupanya yang bicara.” Wanita yang sedang menata buah ikut mendongak, “Tuan Himour!! Kuharap itu bisa menjadi kenyataan!! Hahaha.” Ejeknya membuat Himour tersenyum kecut kecil mendengarnya.

Wanita disana mengangguk kecil seraya membungkuk, “Maaf.” Katanya dengan isyarat mulut.

Himour mengangguk kecil sebagai balasan, memaklumi.

Ah, aku penasaran apa yang akan terjadi pada bocah itu?? Dia tidak akan bertabrakan dengan pria itu ‘kan?—pikiran Himour dipenuhi kecemasan sambil berjalan ke arah Aula Ibukota.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!