5

Tidak begitu lama, Becrox teringat sesuatu, tapi sangat disayangkan—gadis tersebut sudah pergi.

Di luar istana, gadis itu berlari di balik semak-semak tinggi, Tian Feng membentangkan sayapnya seraya mengeluarkan suara elangnya yang membuat beberapa orang terheran-heran, bersamaan dengan tubuhnya yang bertransformasi menjadi lebih besar, sebesar dan setinggi kuda, mata elangnya menatap tajam ke arah gadis tersebut.

Ia terbang turun dengan cepat menuju gadis yang tengah berlari di balik semak-semak tinggi, dia tertawa girang, “Ayo kita bermain di Ibukota!! Kita akan berkunjung!!” serunya sambil menghentakkan kaki, melompat tinggi, dan Tian Feng segera mendapatinya sudah duduk di atas punggungnya.

Tudung jubahnya turun ke belakang ditiup angin kencang, rambut peraknya berkibar-kibar berkilau indah, mata merah berliannya menatap ke depan penuh keyakinan, dan sebuah simpul kecil terlihat di bibirnya.

Di Ibukota bagian Tenggara, Kota Guinvers—adalah kota yang ramai dikunjungi oleh para pengembara mau dari ras manusia, peri, demi human, dan lain-lain. Kota ini merupakan kota terbesar di Kerajaan Gidlove.

“Haha, aku menang lagi. Kali ini kau yang harus mentraktirku untuk minum, Kawan.” Cetus seorang pria paruh baya kepada salah satu temannya yang tampak bingung dan ditertawai karena kalah main kartu.

Bangunan bertingkat dua dari kayu di kiri dan kanan jalan tanah kota yang luas ramai oleh penduduk. Ada yang saling negosiasi untuk mendapatkan keuntungan yang sepadan, “Bagaimana kalau begini saja?”

“Tuan, silahkan pilih senjata yang cocok. Yang ada di depan anda terbuat dari bahan berlian berpadu bijih besi, sehingga tidak akan mudah patah setebal apapun objeknya.” Ujar salah seorang pria penjual senjata tampak membuat seorang pengembara agak ragu, lalu melihat ke arahnya, “Kau yakin?” tanya pengembara berjubah biru langit kusam memastikan. Pria penjual senjata mengangguk mantap, “Sangat yakin. Karena saya membelinya langsung dari pembuatnya, Tuan.” Jawab pria itu terus terang, “Siapa yang membuatnya?” tanya pengembara itu mulai tertarik untuk menyentuh pedang panjang sedang berkilauan yang terpajang, pria tersebut tertegun, “Maaf, saya tidak bisa memberi tahu Tuan. Karena pembuatnya itu punya kebiasaan malas untuk mengerjakan pesanan, terlebih senjata langka seperti pedang ini, Tuan.” Pengembara tersebut bergeming, menopang dagu tampak berpikir.

Pria penjual senjata mulai berkeringat dingin, takut kehilangan pelanggannya, “Bagaimana, Tuan? Apakah Tuan tertarik? Harganya—” ucapannya terpotong oleh gerakan tangan pengembara yang merogoh di dalam jubah. “Ini sepuluh ribu koin emas.” Cetus si pengembara menyerahkan dua kantong besar di depan pria itu.

“Terima kasih, Tuan. Lain kali, saya akan menawarkan barang yang lebih bagus dari pedang ini, bila Tuan mampir kesini lagi.” Katanya penuh tangis air mata bahagia.

Pengembara tersebut segera menyimpan pedang itu dibalik jubah lusuh, kemudian pergi begitu saja.

Sedangkan di taman ibukota, sekumpulan anak-anak bermain bersama dekat air mancur dengan patung Ratu Ionles yang memakai zirah seperti ksatria kerajaan.

 Dan di angkasa, Tian Feng dengan gadis berambut putih, bermata merah berlian tersenyum melihat ibukota yang damai, kemudian dia bersama elang putihnya memutar arah ke belakang bangunan bar yang terdapat gang kecil disana.

Dia melompat dari ketinggian sepuluh meter dengan halus, kakinya mendarat tanpa suara, hanya membuat kepulan kecil di sekitar kakinya. Gadis itu melihat sekeliling, tidak ada siapapun, hanya ada seekor anak kucing bercorak hitam putih, duduk di atas tumpukan kotak kayu besar, menatapnya ramah.

“Hai kucing. Apakah kau melihat sesuatu yang mencurigakan sebelum aku datang?” tanya gadis tersebut ramah, “Meong.” Kucing itu mengeong, lalu melompat menuruni tumpukan kotak besar, mendekatinya, dia termangu, kemudian tertawa kecil, “Hei, jangan menyindirku.” Kucing tersebut dielus, kemudian gadis itu melihat ke Tian Feng yang terbang menjauh kembali ke istana kerajaan.

Dia menghembuskan napas pendek, melihat ke gang kecil menuju jalan besar ibukota. “Baiklah, aku ada urusan disini. Semoga ini tidak berlangsung lama.” Ujarnya tersenyum kecil dengan jemari telunjuk menyentuh pelan hidung kucing, “Meong.” Dia tertawa lagi seraya berdiri, “Terima kasih, semangatnya. Aku pergi dulu, kucing manis. Sampai jumpa.”

Gadis itu berlari kecil melewati gang menuju jalan besar, begitu sudah sampai, dia mendadak berhenti. Kaget. Sebuah kereta kuda salah satu bangsawan, tiba-tiba berhenti tepat di depannya. Menghalangi jalan.

“Hai, gadis kecil. Selamat siang.” Sapa seorang wanita berambut hitam bergelombang sebahu, bermata biru langit, dengan gaun berbahan bokrat merah turun dari pintu kereta kuda. Dia diam melihat wanita itu, lalu memiringkan kepala ke kiri, “Siapa?” tanyanya heran.

Wanita itu tersenyum, “Tidak apa, kalau kau tidak mengenaliku. Aku adalah pembawa pesan Kerajaan Hytivan yang dipimpin oleh Raja Brevion. Sebelumnya aku sudah ke istana kerajaan untuk mengirim pesan balasan kepada Ratu Ionles dari Raja. Dan hadiah kecil untuk pembawa pesan Kerajaan Gidlove.” Jawab wanita tersebut seraya mengambil sebuah kotak kayu kubus dengan kertas catatan.

Dia melihat kotak itu, lalu melihat wanita bangsawan di depannya. “Um. Apa kakak tidak salah orang?” tanyanya lagi, membuat wanita itu ragu, “Aku rasa tidak. Bukankah kau pembawa pesan Kerajaan Gidlove?” tanya balik wanita tersebut dengan masih memegang kotak kayu kubus.

“Bukan. Aku hanya penduduk biasa yang tinggal di sekitar sini.” Jawabnya polos.

“Eh? Kalau begitu, aku titipkan saja pada pelayan istana tadi, ya. Ah, sungguh merepotkan.” Gerutu wanita bangsawan pembawa pesan dengan pelan, kemudian tersenyum padanya, “Maaf, gadis kecil. Sepertinya aku sudah mengganggumu.” Katanya membungkuk kecil, pamit, dan kembali ke kereta kudanya. “Kembali ke istana. Kita salah mengenali orang. Rupanya dia hanya penduduk biasa.” Ujar wanita itu melirik tipis ke gadis sebelas tahun dekat keretanya. Ia tersenyum.

Kereta kuda itu akhirnya memutar balik keretanya untuk kembali ke istana.

Dia juga membungkuk kecil, melihatnya tidak peduli. “Aneh.” Celetuknya yang kemudian terkekeh, “Yah, setidaknya aku tidak perlu menerimanya secara langsung. Akan sangat merepotkan membawanya nanti.” Gadis itu melihat ke kiri jalan, ke kanan jalan.

Tanpa menyadarinya, seorang pria paruh baya melihatnya, lalu menghampirinya, “Hei, Nak. Apa kau mencari Tuan Himour?” Dia menoleh, kepalanya mendongak, dan mengangguk, “Paman Himour bilang untuk bertemu disini. Jadi, aku mencoba datang lebih awal.”

Pria itu merogoh saku dada kiri rompi baju, “Ah, sebentar.” Lalu memberikan secarik kertas padanya, “Ini. Tuan Himour menitipkan ini padaku. Kalau kau masih belum bertemu dengannya, cobalah ke Kedai-... !!!" ucapannya terhenti, matanya membeliak kaget.

Gadis tersebut menerimanya, wajahnya tampak suram, “Dasar Himour.” Gerutunya penuh hawa dingin.

“Wooii!!” teriak seorang pria kekar tiga puluh tahunan, berambut hitam gondrong berkuncir rendah, kulit sawo, bermata hijau memakai penutup mata di mata kirinya. Berlari terburu-buru ke arah mereka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!