20

Litana mengatupkan bibirnya rapat-rapat seketika saat mengetahui Becrox terbangun karenanya atau sebenarnya tidak tidur sama sekali. "Tuan Pengawal apa kau tadi benar-benar tidur?" tanya gadis kecil itu gugup setengah mati, dan dijawab dengan anggukan lesu dari Becrox yang berusaha bangun. "Mungkin karena efek obat dari Pak Cao yang membuatku sangat mengantuk." celetuknya seraya menyilangkan kedua kaki.

Dia menghela napas lega, lalu Becrox menundukkan kepala. "Nona Besar. Kumohon jangan lupakan aku." pinta pemuda bersuarai merah, bermanik biru itu menggunakan bahasa Mandarin. Litana sangat terkejut mendengarnya, "Apakah Nona Besar akan pergi meninggalkan Kerajaan Gidlove?" Ia mendongak, menatap Nonanya, "Apakah Nona Besar akan meninggalkan temanmu ini, sendirian?" Litana seketika bingung, dia tidak tahu harus menjawab apa begitu mendapat tatapan dalam dari Becrox.

"Kakak Pengawal, kau bisa bicara bahasa Mandarin?" pekiknya kaget.

Becrox tergelak, tersenyum kecut, "Bicara saja tidak cukup. Bahkan aku bisa mengerti dan memahami apa yang Anda ucapkan." tukasnya kesal nan arogan.

Dirinya lebih sangat terkejut mendengar jawaban Becrox, dia membatu sesaat, Tidak. Ini tidak mungkin Kakak Pengawal. Cara bicara dan tatapannya sangatlah berbeda. Ada yang aneh dengan Kakak Pengawal.-pikirnya heran, tapi tetap bersikap biasa saja.

Becrox menghela napas pendek, "Nona Besar. Kuharap Anda tidak melupakanku." katanya seraya menarik Litana ke pangkuannya, dan memeluknya cukup erat, sampai-sampai gadis itu termangu kaget. "Kumohon jangan lupakan aku." pintanya dengan suara yang terdengar semakin pelan.

"Kakak Pengawal." panggil Litana.

Tiba-tiba Becrox tidak sadarkan diri, dan masih dalam posisi memeluknya, tapi pelukan itu cukup longgar, sehingga Litana dapat melepas pelukannya. Saat itu juga, dia dapat melihat wajah Becrox dari dekat untuk pertama kalinya, karena tidak terlalu memperhatikan penampilan teman barunya. Sebuah senyum kecil manisnya mengambang, "Hihi. Lucu."

Di kediaman Duke Vlo Enh

Seorang pelayan tengah sibuk menyisir rambut hijau navy Prettive sedang duduk di depan meja rias kamarnya. Manik hijau venomnya menengok pemandangan mentari dari balik jendela besar kamarnya, kemudian melirik tangkai dedaunan muda yang menjalar masuk menyelinap melalui jendela.

"Bukankah musim gugur akan segera datang?" tanya gadis muda itu acuh tak acuh, dijawab oleh pelayan lain yang berdiri di samping kanannya, memegang sebuah kotak kecil megah berisikan penjepit rambut mewah dengan ragam warna dan bentuk.

"Nona, pelayan yang bertugas mengurus tanaman hari ini dibawa oleh Tuan Besar ke Aula Hitam." pelayan tersebut menundukkan kepala, dengan kedua mata terpejam, masih melayaninya penuh hormat.

Aula HItam? Pasti orang itu lagi.-pikir Prettive melihat cerminan dirinya dari pantulan kaca meja rias.

Prettive segera beranjak dari kursi rias, setelah para pelayannya menyelesaikan tugas. Gadis itu melangkah menuju pintu, "Siapkan keretaku. Aku ingin ke Ibukota." titahnya yang disanggupi pelayannya dengan membukakan pintu kamar. Dan di waktu yang sama, seorang pelayan wanita melangkah dengan sangat terburu-buru, lalu berlutut seraya bersujud di depan kamar, tepat saat pintu sudah terbuka lebar, "Nona Prettive!! Seorang Gagak membawa pesan dari Istana." seru pelayan itu gelagapan, napasnya terengah-engah.

"Katakan." tegasnya dingin. Pelayan wanita tersebut menelan ludah, seluruh tubuhnya bergetar ketakutan, bahkan napasnya berat, "Sampai kapan kau akan mengatakannya, Pelayan?" tanyanya penuh tekanan, ia tak ingin waktunya terbuang sia-sia karena menunggu pesan yang tidak segera diucapkan. Tidak mau menunggu lebih lama, Prettive berbalik melangkah mendekati sebuah gantungan baju di sudut belakang pintu. Puncak gantung baju sedikit diputar, kemudian ditarik perlahan, menampakkan sebuah pedang anggar ramping nan tajam. Setelah mengambilnya, ia kembali menghampiri pelayan yang masih berlutut sujud di depan kamarnya, "Pelayan, perlukah aku mengeluarkan pedang ini agar kau mau bicara?"

Prettive mencapai puncak kesabarannya, tetapi pelayan itu masih saja gemetaran, dan ketika ia sudah mengacungkan pedangnya ke atas, "Ku-kuil Utara." ucap pelayan itu gelagapan.

Dan aksinya terhenti, diam sejenak, menurunkan pedang dengan menancapkan ujungnya ke lantai. "Ada apa dengan Kuil Utara?" tanyanya acuh tak acuh, "Ku-ku-kuil U-utara meramalkan. Bahwa Kerajaan Gidlove akan runtuh oleh kutukan yang sudah lama tertidur." jawab pelayan itu gelagapan disertai rasa takut yang luar biasa. Gads bangsawan bermanik venom itu tak bergeming, lalu tersenyum miring, "Huh? Hanya sebuah ramalan dan kau takut karena itu? Sungguh menggelikan. Untuk apa mengkhawatirkan ramalan dari penglihatan seorang kakek tua, tidakkah kau lupa bahwa Kerajaan Gidlove memiliki Dewi Pelindung Feng Ling." ujarnya sarkas. Pedang anggar dilempar kembali ke tempatnya semula.

"Tapi, Dewi Pelindung Feng Ling masih anak-anak. Apakah Dewi itu benar-benar bisa melindungi Kerajaan Gidlove?" kini pelayan tersebut berbalik bertanya, dan sebuah suara menjawabnya, "Pertanyaan yang bagus, Nona Pelayan. Tetapi, sebaiknya kau jangan mengira karena Dewi Pelindung kalian hanya seorang anak-anak."

Prettive melirik sinis sosok berjubah hitam yang dipenuhi kabut hitam tebal mengelilingi tubuhnya. Para pelayan memberi jalan sosok berjubah itu, lalu berhenti di belakang pelayan itu, pelayan tersebut sontak kaget, langsung berdiri berlari ke pelayan lain, menjauhinya. "Kau sudah tahu akan hal itu, lalu mengapa kau datang ke kediaman Vlo Enh? Bahkan membuat Duke Vlo EnH terlibat?" tanya Prettive penuh tekanan saat mengucapkan akhir kalimatnya. Sosok itu tersenyum, manik hitamnya menatap kosong gadis bangsawan itu, "Aku hanya menawarkan sebuah bantuan pada Duke." Jawaban sosok itu membuatnya kesal, tidak lama ia menghilang tanpa jejak.

Gadis itu menghela napas gusar, "Sial." umpatnya.

Di klinik Selatan Ibukota Guinvers

Litana dan Becrox diantar Pak Cao sampai di depan klinik, lalu pemuda bersurai merah itu berbalik, memberi hormat dengan menundukkan kepala, "Pak Cao, terima kasih atas pengobatannya." Pak Cao maju selangkah, menepuk pelan bahunya, tersenyum, "Anda tidak perlu sungkan, Tuan Muda. Aku berhutang budi padamu, karena sudah menolong anak ini." ujarnya. Sedangkan Litana, diam memperhatikan dengan berdiri di sebelahnya.

Becrox bangkit, usai memberi hormat meilhat Pak Cao, "Pak Cao, semoga anda diberkati." ucap pemuda tersebut penuh hormat. Di tengah itu, Tian Feng tampak gelisah dari kejauhan, terbang dengan cepat menghampiri tuannya.

Seorang anak laki-laki tiga belas tahun bersurai hitam pendek berlari sangat cepat, mengejar elang itu dari belakang. "Hei! Perhatikan langkahmu, Anak Kecil!" seru tiap orang yang dilalui, terkejut akan kemunculannya yang tiba-tiba, "Hati-hati!" bahkan sampai ada yang cemas, takut anak itu terjatuh dan terluka.

"Pak Cao, terima kasih juga sudah mau mengobati pipi Kakak Pengawal. Dengan begini, dia tidak perlu memegangi pipinya lagi." kata Litana yang sebenarnya mencibir pengawal pribadinya. Pak Cao tertawa sesaat, dan kaget seketika, "Awa-!"

Sebelumnya,

Tian Feng melesat cepat, ke arah Litana, begitu juga anak laki-laki yang mengejarnya tidak kalah cepat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!