Ziva menghela napas lega begitu Aruna datang di saat ia sudah membersihkan sarapan nya.
"Kau mau cerita sekarang?" tanya Aruna dan Ziva pun mengangguk.
"Bagaimana kalau kita ngobrol di taman belakang rumah saja?" tawar Aruna dan lagi-lagi Ziva mengangguk setuju.
"Ayo," ajak Aruna kemudian.
Ziva mengikuti langkah Aruna, mereka duduk di bangku besi putih yang muat untuk dua orang saja. Taman belakang rumah tersebut tidak begitu luas. Selain menyukai kebersihan, Aruna juga menyukai tanaman. Terdapat beberapa pot bunga serta tanaman yang lainnya di sana. Suasana nya terasa sejuk dan Ziva sangat suka.
"Katakan sekarang! Apa yang sebenarnya terjadi dengan dirimu?" tanya Aruna mengawali pembicaraan.
Ziva menghela napas. Sepertinya ia harus ceritakan apa yang terjadi pada dirinya. Guna menarik simpatik Aruna supaya temannya itu iba dan kasihan padanya.
"Suamiku-Gavin, pria yang selama ini aku anggap baik ternyata sebaliknya. Dia sering memukul sampai tubuhku babak belur," terang Ziva.
Mendengar cerita Ziva membuat Aruna langsung iba, terlebih Ziva meneteskan air mata saat mengatakan hal itu padanya.
"Pantas saja sudut bibirmu lebam, rupanya kau mengalami kekerasan dalam rumah tangga, Ziva."
"Iya, aku sering mendapatkannya. Awalnya aku coba untuk bertahan, tapi semakin kesini Gavin semakin keterlaluan. Maka dari itu aku putuskan pergi tanpa sepengetahuannya."
"Memangnya apa yang membuatnya sampai melakukan hal itu padamu? Apa kau melakukan kesalahan?"
Ziva menggeleng. "Tidak, Aruna. Hanya saja, Gavin sering cemburu buta. Maka dari itu, dia akan memukul aku jika aku berinteraksi dengan seorang pria."
Aruna menatap Ziva dengan tatapan iba. Ia tidak menyangka jika teman nya akan mengalami nasib buruk seperti itu.
"Aku tidak tahu setelah ini aku harus kemana, Aruna. Gavin pasti sedang mencariku dan aku takut dia menemukanku."
"Dia tidak akan bisa menemukanmu, Ziva. Kau tidak perlu khawatir. Selama kau tinggal bersamaku, kau pasti akan aman. Aku akan minta izin lagi pada suamiku, agar suamiku mengizinkanmu untuk tinggal di sini sampai kau benar-benar aman."
"Sungguh?"
"Tentu saja. Kau bisa tinggal bersama kami."
"Ah kau baik sekali, Aruna. Kau memang teman terbaikku. Terima kasih sudah mengizinkan aku untuk tinggal di sini. Aku tidak tahu harus berterima kasih dengan cara apa selain ucapan." Ziva memeluk tubuh Aruna erat.
"Tidak perlu berlebihan, Ziva. Aku hanya berusaha menyelematkanmu."
Setelah puas berpelukan, mereka melepaskannya.
"Ah ya, Aruna. Selama dua tahun terakhir ini aku mengajar di taman kanak-kanak. Mungkin sebagai balas budi atas kebaikanmu, aku bisa mengajar putrimu di rumah. Dan kau tidak perlu membayar ku. Bagaimana?"
Aruna mengangguk setuju dengan penawaran Ziva. "Nanti aku akan bicarakan dengan Elona, putriku. Jika Elona mau, maka kau bisa menemaninya belajar kapan pun siap."
"Baiklah."
Setelah bercerita banyak hal, Aruna pamit untuk menjemput Elona ke sekolah. Tidak lama, dia sudah kembali bersama putrinya.
"Sayang, ganti baju setelah itu makan. Nanti kau tidak perlu menunggu ayah pulang di rumah bibi Lussy, ya. Bibi Ziva yang akan menemanimu di sini."
"Tapi bibi Ziva tidak jahat kan, bu?" tanya Elona dengan polosnya.
"Tidak, sayang. Bibi Ziva ini orang baik. Jadi kau tidak perlu takut." Aruna mengusap pangkal kepala Elona dengan gemas
"Baik, ibu." jawab Elona menurut.
Sementara Elona masuk ke kamar, Aruna menemui Ziva yang tengah duduk di sofa ruang tamu.
"Ziva .." panggil Aruna lirih dan wanita itu menoleh.
"Iya, Aruna. Ada apa?" Ziva bangun dari duduknya dan berjalan menghampiri temannya.
"Aku bisa minta tolong padamu?"
Ziva mengernyit. "Minta tolong? Apa yang harus aku lakukan?"
"Kau bisa menjaga Elona selama aku kerja?"
"Kerja? Kau kerja, Aruna?" tanya Ziva sedikit terkejut.
Aruna mengangguk membenarkan. "Iya, aku bekerja di resto. Sebelumnya aku selalu menitipkan Elona di rumah tetangga. Tapi berhubung ada kau di rumah, aku minta tolong padamu saja. Bisa?"
Ziva terdiam untuk beberapa saat.
Aruna kerja? Itu artinya aku ada kesempatan untuk kenal lebih dekat dengan Abian. Batin wanita itu.
"Ziva .." Aruna melambai-lambaikan tangannya di wahah Ziva begitu temannya itu melamun dan tampak senyum-senyum.
"Jika kau keberatan, tidak masalah. Aku akan menitipkannya pada tetanggaku lagi saja."
Ucapan Aruna menyadarkan Ziva dari segala pemikirannya. Wanita itu segera menganggukan kepalanya.
"Ah iya, aku bisa, Aruna. Bisa. Tentu saja aku bisa. Tapi apakah putrimu mau jika aku yang menemaninya?"
"Aku sudah bicarakan pada Elona tadi. Elona mau dan tidak keberatan."
"Ok. Kau tenang saja, Elona akan aman bersamaku. Kau tidak perlu khawatir."
"Terima kasih, Ziva."
"Sama-sama."
Aruna pun melipir pergi untuk kembali ke kamar putrinya. Sementara Ziva merasa kegirangan seperti orang yang baru saja mendapat mangsa di kala lapar melanda.
"Yess .. Aku memiliki peluang besar."
_Bersambung_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Hartatik
dasar pelakor....
2024-03-08
0
Ma Em
Ziva ditolong bukannya berterima kasih malah mau menggoda suaminya Aruna.
2023-09-25
0
Mimi Ilham
dasar perempuan sundal
2023-02-11
1