Pagi harinya.
Aruna tengah membuat sarapan. Tiba-tiba Ziva datang.
"Ziva, kau sudah bangun?" tanya Aruna menoleh sekilas lantaran sibuk dengan papan penggorengan.
"Iya, Runa. Aku sudah mandi juga," jawab wanita itu.
"Pantas saja kau sudah wangi," puji Aruna.
"Terima kasih. Ah ya, aku boleh bantu?" Ziva menawarkan diri.
"Tidak usah, nanti kau repot. Biar aku saja."
"Tidak apa-apa, Aruna. Justru aku akan merasa segan jika tidak melakukan apapun, apalagi hanya mengandalkan tuan rumah saja."
"Tidak apa-apa. Lagipula ini tugasku."
"Tapi aku tetap akan bantu."
"Ya sudah, nanti kau cukup hidangkan ini saja di meja makan."
"Ok."
Aruna kembali fokus pada papan penggorengan. Saat ini dia tengah membuat nasi goreng. Sementara Ziva masih berdiri di sana.
"Ah ya, Aruna. Kenapa kau tidak memiliki asisten rumah tangga? Kau kan bekerja, memangnya tidak kerepotan jika kau juga harus mengurus rumah?" tanya Ziva kemudian.
Aruna mengulas senyum. "Alasan aku bekerja karena ekonomi keluarga belum stabil, Ziva. Maka dari itu aku tidak memiliki asisten rumah tangga maupun baby sitter untuk Elona."
"Aku jadi semakin tidak enak saja padamu, Aruna. Dengan aku tinggal di sini, aku menjadi beban keluargamu. Kalau begitu, nanti aku pergi saja, ya. Aku tidak ingin menjadi beban untukmu dan suamimu."
"Ah tidak, Ziva. Tidak sama sekali. Kau jangan ke mana-mana. Tetap di sini, ya. Aku tidak bermaksud untuk menyinggung perasaanmu," ucap Aruna.
"Tapi aku ini beban untukmu, Aruna."
"Tidak, Ziva. Jangan katakan itu lagi. Suamiku bilang jika Elona senang belajar denganmu. Tolong jangan pergi, ya." Aruna sedikit memohon.
"Baiklah. Sekali lagi, terima kasih, Aruna."
"Ah iya, sama-sama," balas Aruna.
Tidak lama kemudian, Abian dan Elona datang dan mereka duduk di meja makan. Kebetulan, nasi goreng sudah jadi.
"Aku yang hidangkan, Aruna."
"Iya, Ziva. Aku akan membuatkan susu untuk Elona."
Ziva pun mengambil alih mangkuk besar dari tangan Aruna, setelah itu ia berjalan beberapa langkah menuju meja makan.
Ziva meletakan mangkuk besar berisi nasi goreng itu dekat Abian. Ia sengaja, membungkukan badan lebih dalam supaya buah dada miliknya yang menggantung menyembul dan terlihat jelas oleh Abian.
Ziva melihat jika pria itu melirik buah dadanya, sebelum kemudian dia berusaha membuang wajah dan jakun nya tampak naik turun menelan saliva.
"Elona, sayang. Ibu buatkan susu untukmu."
Kedatangan Aruna ke meja makan membuat Ziva segera menjauh dari pria itu.
"Terima kasih, ibu .." ucap Elona.
"Sama-sama, sayang .." balas Aruna. "Ziva, ayo duduk," pinta Aruna kemudian.
"Iya, Aruna. Terima kasih," ucap Ziva.
Meja makan yang berbentuk persegi yang memiliki empat kursi itu kini terisi penuh. Sementara Aruna duduk di sebelah kanan Abian, Ziva duduk di sebelah kirinya.
Aruna hendak mengambil nasi goreng tersebut, namun segera Ziva cegah.
"Biar aku saja yang bantu ambilkan, Aruna."
"Tidak usah, Ziva. Biar aku saja," tolak Aruna.
"Tidak apa-apa, Aruna. Aku saja," kata Ziva kukuh.
Akhirnya centong nasi berhasil di ambil alih oleh Ziva. Wanita itu tidak hanya mengambilkan nasi untuk Aruna, tapi juga Abian.
"Terima kasih," ucap Abian.
"Iya, sama-sama," balas Ziva.
Usai mengambilkan nasi goreng ke piring Abian, Ziva mengambilkan untuk Elona. Setelah itu baru ia mengambil untuk dirinya.
Suasana sarapan pagi ini begitu hening. Tidak ada yang bersuara termasuk Elona. Hingga pada akhirnya suara sendok Abian yang tidak sengaja terjatuh membelah kesenyapan.
"Sayang, kenapa?" tanya Aruna.
"Maaf, sayang. Aku tidak sengaja," jawab pria itu kemudian mengambil sendok tersebut di bawah meja.
Begitu kepalanya menunduk guna mengambil sendok yang terjatuh, tiba-tiba pandangannya terhenti pada sesuatu yang membuatnya terpaku. Ia melihat sebuah gundukan daging yang tehimpit terbalut kain berwarna merah muda itu di depan mata. Di tambah pahha yang super mulus membuatnya enggan untuk berkedip. Dan itu milik Ziva.
"Sayang .." panggilan Aruna membuat Abian segera mengambil sendok dan kembali menegakkan badanya di atas meja.
"I-iya, ada apa?" pria itu sedikit gugup.
"Ganti saja sendoknya, itu sudah kotor."
Aruna memberikan sendok baru dan mengambil sendok yang barusan terjatuh dari tangan suaminya.
"Terima kasih .." ucap Abian kemudian.
"Iya, sama-sama. Lanjut lagi makan nya."
Abian mengangguk. Kemudian ia kembali menyendok nasi goreng di piringnya. Sesekali Abian mencuri pandang pada Ziva. Entah kenapa setelah apa yang ia lihat di kolong meja membuat nya kini jadi gugup. Abian berusaha untuk mengontrol dirinya.
_Bersambung_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Denisya putri
jancook tenan wewe gombel..
2024-08-11
0
Eka 'aina
emang setan tu cwek, lakinya juga liat gituan aja udh tertarik pdhl istrinya juga punya...asli bacanya sambil emosi tapi kok gk bisa berhenti makin kesini makin penasaran
2024-08-09
0
Hartatik
dasar laki laki....
2024-03-08
0