BAYANGAN MANTAN
"Menjatuhkan talak satu raj'i Pemohon Arshaka Alfarizi kepada Termohon Badrina Aini ...."
Arshaka Alfarizi dan Badrina Aini telah sah cerai talak di pengadilan agama. Badrina sedari tadi tidak fokus pada kalimat demi kalimat yang dilontarkan ketua majelis hakim.
Jari-jemarinya sesekali bertaut. Badrina mengelap telapak tangannya yang basah oleh keringat. Sayangnya, celana bahannya tidak menyerap sama sekali.
Seorang janda dan duda, itulah status mereka kini. Relasi suami dan istri telah terkubur bersamaan gejolak emosi Arshaka dan Badrina yang menjelma menjadi tekad kuat untuk berpisah.
Akhirnya, tidak akan ada lagi pertengkaran hanya gara-gara Arshaka pulang kantor terlambat akibat terjebak macet. Kini mereka akan menjalani hidup masing-masing.
Beda dengan Arshaka yang fokus mendengar putusan hakim, tatapan Badrina terlihat kosong dan dalam seakan-akan menembus dinding ruang pengadilan agama.
Setelah sidang selesai, Arshaka menghampiri Badrina, ia mengulurkan tangan ingin menjabat mantan istrinya sebagai tanda perpisahan.
Badrina mengamati paras Arshaka yang tersenyum padanya, ia menurunkan pandangan hingga melihat tangan Arshaka telah menjulur.
Badrina terhempas ke masa lalu. Tangan itu dulu memeluknya, menggenggam erat jemarinya saat ia kesakitan melahirkan Cantara Benazir, putri cantik berusia 5 tahun yang sangat mereka cintai. Tangan yang sama pula menopang kesejahteraan keluarga mereka.
Kini usai sudah. Manik Badrina berkaca-kaca, hampir menitik air matanya.
Tidak. Tidak boleh. Harus kuat. Badrina menghembuskan hasutan bagi dirinya sendiri, ia memecut kerapuhan yang melemahkan.
Mama Cantara membalikkan badan, ia keluar dari ruang persidangan tanpa menerima uluran tangan Arshaka yang menggantung di udara.
Badrina mengabaikan tatapan kasihan orang-orang padanya. Ia akan melanjutkan perjalanan hidup tanpa pasangan hidup. Hanya tinggal ia dan putrinya.
Menjelang persidangan ikrar talak, Badrina telah mempersiapkan diri sebagai calon single mom yang akan mengasuh hingga mencari nafkah. Apalagi setelah mendapat relaas atau surat panggilan dari jurusita pengadilan, Badrina makin menguatkan dirinya sendiri.
Namun, entah mengapa ketuk palu hakim begitu berat terdengar baginya? Pundaknya bahkan mencelos saat menyadari kini ia hidup sebagai janda talak.
Apa yang membuat Arshaka dan Badrina bercerai?
Badrina sosok perempuan yang teratur dan rapi, semua aktivitas dapat diatur dengan jadwal dan perencanaan yang matang.
Pada perjalanannya, Badrina kelimpungan dalam melayani anak dan suami. Dirinya berkeinginan agar semua yang dikerjakan teratur dan anggota keluarga menerapkan disiplin.
Mereka memiliki asisten rumah tangga (ART) untuk membantu tugasnya sebagai ibu rumah tangga di samping menjalankan bisnis online yang tengah berkembang. Namun, Badrina merasa kewalahan, tetap ada saja yang kurang.
Karyawannya mengenal Badrina sebagai orang yang perfeksionis. Sulit sekali menerima kesalahan yang tidak perlu. Di sisi lain, Badrina pribadi yang senang membantu orang lain, jiwa sosialnya tinggi. Sangat mudah tergerak untuk memberikan bantuan bila ada karyawan yang sakit, menikah, melahirkan, maupun meninggal.
Menumpuknya kesibukan membuat Badrina lebih tampak seperti bos ketimbang istri dan atau ibu. Ia menghadapi suami dengan kata-kata ketus, itulah menu mereka sehari-hari. Sikap ini mencuat setelah dikaruniai seorang putri, Badrina dan Arshaka malah kerap ribut masalah kecil.
Pada anaknya, Badrina sesekali kelepasan membentak, seperti bila Cantara meminta sesuatu dengan merengek atau menangis. Namun, segera ia meminta maaf hari itu juga atau saat anaknya tidur ia akan merapalkan kata maaf dan afirmasi.
Badrina tidak jahat, ia menyayangi keluarganya. Begitulah cara mencintai yang ia ketahui; menjalankan hidup yang teratur agar ada keseimbangan. Jam sekian begini, selanjutnya harus begitu. Namun, kedisiplinan yang ketat membuat sang suami tidak nyaman setiap kali pulang ke rumah.
Sampai satu waktu Arshaka tidak pulang karena kelelahan bekerja sebagai manajer korporasi perusahaan ternama, ditambah dengan perlakuan istrinya yang menggerutu tak karuan tanpa kenal waktu bahkan di depan anak mereka.
Arshaka menghibur diri dengan menghabiskan malam di sebuah klub, ia mabuk lalu dibawa oleh seorang perempuan ke hotel. Mereka tidak melakukan apapun. Arshaka mabuk berat lalu tertidur.
Sementara, perempuan klub itu meninggalkannya. Ia tidak akan mencari masalah dengan cerita palsu untuk keuntungan pribadi, dirinya masih mau mencari penghasilan tanpa menipu orang lain.
Parfum perempuan yang lengket di pakaian Arshaka saat kembali ke rumah, membangkitkan kecurigaan Badrina dan menuduhnya berselingkuh. Mereka bertengkar lagi dan lagi.
Arshaka berupaya menjelaskan bahwa ia tidak melakukan apapun dengan perempuan itu. Bila perlu menghadirkannya untuk menjelaskan langsung pada Badrina atau menanyakan resepsionis hotel.
"Rina, kamu salah paham," ucap Arshaka kala itu, ia berusaha menjelaskan duduk perkaranya.
Badrina yang telah dikuasai amarah, refleks menampar suaminya. Itu ******* konflik dalam perkawinan mereka.
Arshaka tidak tahan lagi dengan istrinya, ia menggunakan alasan: 'Antara suami istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.'
Masihkah hati terpaut? Atau egoisme merajai hati? Di sinilah mereka memutuskan mengakhiri pernikahan.
****
Pagi itu, Badrina bangun lebih lama dari biasanya. Perceraian yang diputus beberapa minggu lalu membuat Badrina seakan ingin menikmati waktu untuk dirinya sendiri.
Ia pergi liburan sendiri. Menarik diri dari kepungan masalah dan kesibukan. Bahkan ia meninggalkan anaknya bersama keluarga suaminya tatkala ia pergi berlibur.
Mereka tidak meributkan hak asuh anak. Cantara tetap akan tinggal bersama Badrina karena anak itu masih membutuhkan kasih sayang utuh dari sang ibu.
Badrina merasa telah lama tidak menikmati waktu sendiri, selalu disibukkan dengan aktivitas yang padat setiap hari.
Pergi berlibur setelah perceraian, bukanlah bentuk keegoisan. Ia hanya perlu mulai menarik makna dari kegagalan pernikahannya. Ia perlu belajar untuk lebih mencintai dirinya sendiri.
Mulai dari mana!?
Badrina sendiripun bingung menjawabnya.
Dibilang senang ia senang, dibilang tidak senang ia tidak senang.
Pantai.
Setelah sarapan, Badrina melangkahkan kaki menyusuri bibir pantai. Melihat air laut yang sebentar naik sebentar surut, ia tersenyum. Kondisi itu terlihat seperti dirinya yang naik turun dalam mengelola emosinya.
Namun, perbedaannya air laut mampu memanjakan kaki telanjang Badrina, sementara emosi pasang surut malah memisahkan ia dan suaminya. Miris sekali hidupnya.
Delapan tahun usia pernikahan, dikaruniai putri cantik di tahun ketiga menjadi kebahagiaan buat Badrina dan mantan suami saat itu.
Mereka yakin akan bahagia sepanjang umur hingga maut memisahkan. Namun, ujian hidup tak mampu dipikul kedua anak manusia itu. Pernikahan malah dipandang sebagai beban, sementara tren pikiran mereka semua berhak bahagia.
Ponsel di saku tas kecilnya berdering. Ada panggilan dari tantenya, Poppy Alysa, adik dari papanya yang telah lama berpulang menghadap Sang Khalik.
"Masih lama liburannya? Egois banget! Anakmu sakit. Mantan suamimu tadi menelepon mencarimu." Begitulah nada Poppy berbicara pada keponakannya, ketus. Namun, bagi Badrina, Poppy telah berjasa mengasuhnya dari usianya enam bulan hingga ia melepas masa lajangnya.
"Canta sakit apa, Tante?" Badrina kuatir mendengar putrinya sakit.
"Demam tinggi. Sejak semalam dirawat. Ponselmu baru aktif? Sulit sekali dihubungi." Pagi ini setelah sarapan ponsel Badrina baru diaktifkan, ia mengira semua baik-baik saja. Dirinya hanya ingin tenang berlibur.
Rupanya ia keliru dan merasa bersalah. Ibu macam apa aku!? batin Badrina. Bukan lepas rasa penatnya malah bertambah. Lelah jadi Badrina.
"Ya Tante, maafkan aku."
"Sedari kecil kamu memang merepotkan! Sudah dewasa bukan mengurus suami dan anak dengan baik, malah bercerai! Mau mencari kesempurnaan seperti apa kamu?"
Badrina dicecar tantenya, bukan empati terhadap kasus perceraiannya. Badrina hanya diam. Tantenya tentu saja kesal mengingat motif perceraian mereka disebabkan oleh sikap Badrina. Namun, bukankah itu yang diterima Badrina sedari kecil dari tantenya?
Badrina menepis pemikirannya. Tante Poppy orang baik, bila tidak ada beliau, aku pasti tidak akan hidup seperti saat sekarang. Begitulah Badrina selalu mendoktrin dirinya sendiri.
"Aku akan segera kembali dengan jam penerbangan terdekat, Tante. Tolong kirimkan alamat rumah sakit tempat Cantara dirawat ya, Tante," pinta Badrina sopan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments