Hari Rabu yang dinanti Cantara telah tiba. Seragam sekolah taman kanak-kanak yang dikenakannya terpasang rapi bersama dengan sepasang ikat kuncir di rambut dan sepatu merah muda di kaki.
Semalam Cantara meminta untuk menelepon papanya, soalnya hari Senin dan Selasa Arshaka tidak datang ke rumah Badrina yang disebabkan oleh menumpuknya pekerjaan. Ditambah lagi ia harus menemui seorang teman lama.
Pagi ini, setelah melalui perdebatan alot tentang siapa yang akan mengantarkan Cantara ke sekolah, Arshaka datang ke rumah Badrina. Ia tiba sewaktu jam sarapan artinya belum makan dari rumah.
Sayangnya, Badrina tidak menawarkan apapun saat melihat Arshaka memasuki ruang makan. Badrina tampak cuek.
"Papa...," Cantara turun dari bangkunya, menghampiri Arshaka dan menarik tangannya menuju meja makan, "ayo Pa, kita makan. Ini masakan spesial Mama. Hari pertama aku sekolah lagi," jelasnya dengan mata berbinar.
Arshaka melirik Badrina yang tengah menyuapkan sesendok makanan ke piring. Tidak ada sapaan pagi untuk Arshaka. Mungkinkah Badrina masih marah dengan keinginannya untuk mengantar anaknya ke sekolah? pikir Arshaka dalam hati.
Sebelum bercerai, mengantar Cantara ke sekolah adalah tugas rutin Badrina. Arshaka kerap lebih dulu pergi ke kantor. Tidak seperti semalam, mendesak Badrina agar dirinyalah yang akan mengantar Cantara ke sekolah.
Bagi Badrina, apa yang dilakukan oleh Arshaka merupakan sikap yang sah-sah saja sebab pria itu adalah papanya Cantara.
Sikap dinginnya tidak lebih dari pesan Poppy yang juga menghubunginya semalam.
Poppy tidak ingin bila Badrina masih terpaku dengan mantan suaminya, bahkan dia mengungkit keberatannya pada pernikahan mereka bertahun-tahun yang lalu.
Poppy memberi Badrina dengan julukan bebal. Perceraian adalah karma dari kebebalan Badrina yang tidak menuruti perkataan tantenya delapan tahun yang lalu.
Semalam Poppy juga menyampaikan pesan Hafez untuk menjadwalkan pertemuan pada malam minggu depan. Poppy meminta agar Badrina memenuhi undangan pertemuan Hafez di sebuah restoran mewah di kota itu.
Arshaka tentu tidak tahu menahu rencana Badrina yang akan dikenalkan dengan seorang pria. Dia hanya menduga percakapan mereka semalam yang membuat Badrina diam.
Di meja makan, hanya terdengar percakapan antara Cantara dan Arshaka. Sesekali pria itu melirik ke seberang meja, bertepatan Badrina tenggelam dalam lamunan sambil tetap menyendok makanan ke mulutnya. Arshaka menebak ada beban pikiran Badrina saat ini.
Setelah mereka selesai sarapan, Badrina mengajak Cantara menyikat gigi untuk membersihkan sisa makanan yang tertinggal. Kemudian, ia kembali memeriksa keperluan putrinya sebelum menyerahkan Cantara pada Arshaka agar diantar ke sekolah.
"Kamu tidak ikut?" tanya Arshaka. Badrina menatapnya keheranan.
"Setelah dari sekolah, kamu pastinya ke kantor, aku pulang naik taksi 'kan. Lebih baik kamu sendiri saja mengantar," tolak Badrina.
Arshaka tersenyum getir, ia teringat bagaimana dirinya di masa lalu. Saat dimana Badrina minta ikut mengantar Cantara ke sekolah lalu dia minta Badrina pulang menggunakan taksi sebab Arshaka buru-buru ke kantor.
Sekolahan Cantara berlainan arah dengan kantor Arshaka. Kalaupun saat ini dia mengantar Cantara ke sekolah maka ia akan kembali melewati rumah Badrina menujubke kantornya. Dulu, pria itu hanya malas untuk mengantarkan istrinya kembali ke rumah.
"Ya sudah. Kami berangkat." Arshaka tidak lagi mendesak Badrina. Perempuan itu melepas Arshaka dan Cantara di depan pintu gerbang, mobil melaju sampai tak terlihat mata. Nanti siang, tugas Badrinalah untuk menjemput anaknya dari sekolah.
Setiba di sekolah, Cantara turun lalu melambaikan tangan pada papanya yang akan menuju ke kantor. "Baik-baik sekolah dan berteman ya, anak Papa," pesan Arshaka.
"Siap Papa!" respon Cantara mengangkat tangan seperti melakukan tanda penghormatan.
Cantara berjalan riang masuk menuju kelasnya. Sewaktu bovah itu masuk rumah sakit tidak ada teman yang mengunjunginya, sebab melalui pihak sekolah Badrina berpesan agar orang tua teman anaknya tidak perlu membesuk putrinya.
Badrina hanya tidak ingin kalau kesehatan fisik Cantara menyasar mentalnya juga karena orang tua murid pasti tahu bahwa rumah tangga orang tua Cantara telah berakhir.
Jam pelajaran berjalan lancar, Cantara senang dengan aktivitas berkelompok maupun mandiri. Tiba jam istirahat, anak-anak makan bersama disediakan oleh pihak sekolah dalam satu meja besar.
Setiap anak di tiap kelas akan duduk mengelilingi meja makan. Sekolah ini memiliki banyak ruang khusus yang digunakan untuk ekstrakulikuler. Tidak salah bila biaya sekolah taman kanak-kanak Cantara per bulan setara UMR di daerah.
Cantara belum memiliki teman dekat di sekolah, semua baginya adalah teman. Ia anak yang tidak membedakan teman-temannya. Namun, ada saja satu dan dua anak usil yang senangnya mengerjai teman sebaya.
"Canta, lama tidak sekolah. Kenapa?" tanya seorang teman perempuan bernama Maiza Amanda.
"Aku sakit. Jadi dirawat, kata dokter perlu istirahat, makanya lama ngga sekolah."
"Canta, sakit apa?" tanya temannya yang bernama Cherika.
"Ee... apa ya...." Cantara mencoba mengingat nama penyakitnya, "Aduh, aku ngga ingat. Menyebutnya susah, nanti aku tanya --"
"Canta, kata papa mamaku, papa mama kamu cerai." Seorang anak laki-laki bongsor memotong percakapan Cantara, namanya Parama Nafiz.
"Cerai? Apa itu cerai?" tanya Canta dengan wajah biasa pada Parama.
"Kalau yang aku dengar cerai itu bertengkar. Aku lihat mama nonton tivi terus cerita ke papa 'artis bercerai' terus aku dengar mamaku bilang 'papa mamanya Canta juga'," ungkap Parama.
"Bertengkar, engga kok. Kamu dengar dari mana?" tanya Cantara tidak senang.
"Aku udah bilang dari papa mamaku, dalam kamar waktu itu," jawab Parama. "Terus aku tanya, 'cerai itu apa, Ma?' Itu yang mamaku bilang, 'bertengkar dan tidak tinggal bersama lagi', begitu." Parama masih meneruskan apa yang ia tahu dari orangtuanya.
Cantara terdiam mendengar kata tidak tinggal bersama lagi. Apa yang dikatakan Parama tentang itu adalah benar. Namun, tidak bertengkar. Papa mamanya masih berbicara.
"Canta, masih tinggal bersama papa dan mama?" tanya Cherika.
"Masih. Eh... dengan mama masih, kalau papa sudah jarang karena papaku sibuk kerja," Cantara mengungkapkan apa yang ia tahu dan lihat.
"Itu namanya cerai, Canta," cibir Parama tertawa.
Cantara kesal dengan Parama, "Papa mama aku ngga cerai, Parama!" teriak Canta sambil berdiri.
Ibu guru datang menghampiri meja mereka. Sistem di sekolah ini pada jam istirahat guru mengawasi dari jarak beberapa meter. Anak dibebaskan untuk aktivitas bercakap-cakap antara satu anak dengan lainnya sebagai perkembangan sosial.
"Bu, Parama bilang papa mama Canta cerai seperti artis di tivi, bertengkar, padahal tidak." Cantara terisak sembari menunjuk Parama.
Ibu guru menatap sedih wajah Cantara yang telah bersimbah air mata. Kemudian memeluk Canta, menenangkannya, lalu membawa pergi Cantara dari mejanya ke ruang guru.
Guru lain diminta membantu untuk mengelola meja yang ditinggal Cantara. Semua guru juga mengetahui apa yang terjadi pada papa mama Cantara, tentu saja mereka tidak akan mengungkit masalah pribadi orang tua pada siswanyaa.
Guru-guru tidak menyangka pembicaraan anak taman kanak-kanak di meja makan tentang perceraian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments