Di sinilah Badrina sekarang. Turun dari taksi, menggeret koper kecilnya, Badrina menuju resepsionis rumah sakit untuk menanyakan kamar anaknya.
Anaknya terbaring di ranjang rumah sakit. Ada mantan suami dan keluarganya juga hadir di sana. Pilu rasa hati Badrina. 5 tahun usia Cantara, baru kali ini ia dirawat di rumah sakit, bahkan tanpa kehadirannya sebagai mama yang mendampingi saat masuk ruang perawatan.
Di ruangan VIP ini hanya ada pasien atas nama anaknya Cantara Benazir. Mantan ibu mertuanya menghampiri dan mengelus pundaknya.
"Cantara sedari semalam mengingau memanggil nama kamu." Badrina mengelus dahi anaknya seakan mentransfer energi pada putrinya.
Mama mertua Badrina sangat ideal bagi seorang menantu. Meskipun telah berpisah dan bukan menantu lagi, mama mertuanya tetap bersikap baik padanya. Ia sangat keibuan.
Inilah yang amat disayangkan Badrina, tidak lagi punya mama mertua sebaik itu. Tapi, namanya pernikahan lebih tentang relasi suami dan istri sementara keluarga yang lain adalah support system.
"Apa sudah ada diagnosa sakitnya, Ma?" Badrina menoleh pada ibu mertuanya, Nuraini.
"Belum. Nanti siang dokter anak akan visit dan menjelaskan penyakitnya."
Badrina sedih melihat kondisi anaknya, diinfus dan dililit plast. Pasti berkali-kali obat sudah diminumkan ke Cantara, pikirnya. Cantara anak yang sulit minum obat karena jarang sakit. Rasa sesal bergemuruh di dadanya. Ia merasa buruk.
Kalaupun Cantara demam, Badrina akan sigap dengan segala minyak urut, air putih, termometer, dan alat kompres. Jangan lupakan, ia ibu yang cekatan.
"Bagaimana kejadian Canta bisa masuk rumah sakit, Ma?" tanya Badrina menoleh pada Nuraini lagi.
"Kemarin sore Canta tiba-tiba demam tinggi, di termometer suhunya 39 derajat. Makin malam malah naik 40 derajat padahal mama sudah kompres dan beri obat penurun demam sedari sore, Mama bilang ke suamimu... eh.. ke papa Canta cepat dibawa ke IGD saja." Nuraini buru-buru mengoreksi ucapannya yang keliru.
Mantan suaminya diam saja di sofa. Tidak ada penjelasan atau respon apapun. Dalam hatinya, Badrina sungguh berubah atau dirinya yang kurang memperhatikan Badrina saat masih menjadi istrinya. Tampaknya ada yang terlewat bagi Arshaka.
****
Menunggu di ruangan yang sama dengan mantan suami membuat Badrina kurang nyaman. Mama Arshaka telah kembali pulang ke rumah untuk istirahat. Seharusnya ini jam dokter visiting pasien. Namun, mungkin ada banyak pasien sehingga Cantara belum mendapat giliran. Lebih baik Badrina memutuskan keluar.
"Aku keluar dulu. Kalau dokternya datang tolong telepon aku." Badrina pamit pada mantan suaminya. Arshaka mengangguk tanpa bersuara.
Badrina memilih berjalan menuju ke kantin rumah sakit. Duduk di kantin ditemani sebotol air mineral terasa lebih nyaman, rasa dahaganya tuntas.
Bila melihat Arshaka, hati Badrina masih kerap sesak. Bagaimana pria itu melontarkan talak padanya. Dengan kata lain, ia tak lagi diinginkan suaminya. Namun, hari ini ia berjumpa dengan suaminya dalam kondisi yang kurang kondusif, anak sakit. Badrina dirundung rasa sedih.
Sejak kecil hidup Badrina tidaklah mudah, dirinya telah ditinggal orang tua. Ayahnya telah berpulang lebih dulu kemudian diikuti oleh ibunya dua tahun kemudian karena henti napas.
Sayangnya, semenjak ayahnya meninggal, Badrina tidak lagi dalam pengasuhan sang ibu melainkan tantenya.
Beban psikologis ditinggal suami membuat ibunya depresi dan berpengaruh pada jantungnya. Ia masih kanak-kanak saat ditinggal. Badrina tidak ingin seperti itu, sehingga ia menata hidupnya dan rumah tangganya sebegitu rapi.
Belum lagi didikan tante Poppy yang keras dan ucapan ketus setiap hari begitu familiar meraung di otaknya, sehingga itu pula yang terbawa sampai saat ia menjadi ibu dan usahawan online.
Meski berbeda kasus dengan ibunya, ditinggal suami tetaplah ditinggal suami. Bedanya ia masih bisa melihat mantan suaminya. Syukurlah, anaknya masih punya ayah.
Matanya berkaca-kaca saat mengenang masa kanak-kanak yang kurang kasih sayang. Berharap suaminya inilah yang bisa menerima kepribadiannya dan menyayanginya. Ya, pernikahan bisa bertahan sampai 3 tahun, setelah itu mereka terseok-seok. Ia merasa ditolak, orang-orang sulit menerima dirinya.
Mengapa kamu menangis lagi Badrina? Kata suara di kepalanya.
Badrina tidak ingin berakhir seperti ibunya, berpulang dalam pelukan depresi. Dan saat itu, sepengetahuan Badrina, dalam keilmuan yang terbatas, membuat kondisi ibunya sulit diterima keluarga ayahnya. Dan menganggap merepotkan hingga akhirnya ibunya pergi dalam posisi duduk di meja makan. Kini kalaupun Badrina dipanggil biarlah dalam kondisi tenang dan damai.
Air matanya makin deras, kala pikirannya dipenuhi oleh gambaran Cantara Benazir. Anak yang kecil itu, apakah ia merasa tertekan selama menjadi anaknya? Apakah kasih sayang Arshaka dan Badrina telah memenuhi cangkir kehidupannya? Atau ia akan menjadi generasi depresi juga?
Badrina mengusap air matanya. Ia sungguh lelah. Tapi ia harus tegak untuk anaknya. Badrina hanya ingin dicintai dan mampu mencintai dengan semestinya.
****
Bunyi notifikasi ke ponselnya membuyarkan refleksi Badrina. Ia mendapat pesan, dokter anak tengah melakukan kunjungan ke ruangan Cantara. Bergegas Badrina ke sana.
Dokter mengatakan diagnosa penyakit anaknya adalah infeksi virus. Trombositnya rendah sehingga perlu dipantau setiap hari dan akan tinggal di RS sampai demam mereda dan trombosit mengalami beberapa kali kenaikan.
Badrina dan Arshaka pasrah dengan apa kata dokter. Menerima dan mengikuti setiap anjuran dokter. Mereka secara bergantian menjaga Cantara. Bila orang melihat, mereka akan menilai keluarga Arshaka bahagia.
Penyebab infeksi virus ada banyak mulai dari kebersihan, imunitas tubuh rendah, ditularkan dari orang lain, dan apa lagi tadi kata dokter. Sehingga lingkungan Cantara mestinya diperhatikan oleh kedua orang tua.
Saat ini, Cantara sudah bangun. Ia tersenyum mendapati ayah dan ibunya bersama.
"Mamaaaa..." Cantara minta dipeluk.
"Mama, dari mana aja? Canta kangen mama." Anaknya terisak menyampaikan isi hatinya.
"Mama udah di sini, deket Canta. Ngga bakal kemana-mana, Sayang." Nada suaranya ceria, untuk memotivasi Cantara. Badrina mengusap kepala anaknya. Sementara, Arshaka tetap menjaga jarak, berdiri dekat sofa.
Canta mengurai pelukan, tapi masih merangkul pinggang mamanya yang berdiri di samping ranjang. Ia memanggil papanya dan juga minta ingin dipeluk.
Ah bagaimana ini!?
Arshaka beranjak dari sofa dan duduk memeluk Canta di sisi sebelah ranjang, sehingga tidak berjumpa wajah dengan sang mantan istri.
"Canta mimpi buruk. Canta sendirian di tengah jalan. Papa mama datang, Canta mau peluk ngga bisa."
Sambil mengingat-ingat, Canta melanjutkan, "Papa mama pergi tapi ngga sama-sama. Arahnya lain. Canta sedih." Canta mulai menangis sesenggukan karena mimpinya serasa nyata.
Badrina dan Arshaka terdiam dengan pikiran masing-masing. Badrina menenangkan anaknya, mengatakan mereka sebagai ayah ibu saat ini bersama Cantara sehingga tidak ada yang perlu dikuatirkan.
Anak mereka harus menanggung akibat dari kurangnya kerjasama mereka sebagai orang tua. Berharap saja sang anak perlahan mengerti masalah orang tuanya atau seharusnya mereka yang belajar mengerti kebutuhan Cantara.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
lovely
karena keegoisan orang'tua anak jadi korban 🤔
2022-10-29
1