Sore hari setelah dari mal, Badrina dan Cantara pulang dengan hati gembira. Ada belanjaan berupa buku cerita dalam tas jinjing merek sebuah toko buku besar. Cantara turun dari taksi yang mereka tumpangi, berlari kecil untuk berlindung menuju pohon besar di depan rumah takut bawaannya terkena gerimis, sementara Badrina keluar setelah membayar ongkos.
Kemana-mana Badrina selalu menggunakan taksi online, bahkan selama menjadi istri Arshaka. Tidak ada sopir disediakan Arshaka waktu itu, Badrina mandiri dengan angkutan publik yang digunakannya.
Ada peristiwa masa lalu yang membuatnya takut untuk menyetir. Pengalaman buruk itu seperti tidak tersembuhkan, ia pernah mengalami kecelakaan saat baru-baru belajar menyetir di usia 19 tahun. Sejak saat itu Badrina selalu beranggapan akan menabrak apa saja saat duduk di bangku setir. Oleh karenanya, Badrina senang menggunakan taksi dan atau angkutan umum ke mana saja.
Berhubung pengasuh Cantara dan ART telah pulang, Badrina membantu putrinya untuk membereskan barang belanjaan dengan menyusun buku cerita ke rak agar rapi. Ia juga menemani Cantara untuk membasuh diri. Baru setelahnya, Badrina melakukan untuk dirinya sendiri. Cantara membuntuti kemana Badrina pergi mengingat di luar rumah hujan deras.
Tidak terasa waktu makan malam tiba, Badrina dan Cantara makan berdua seperti biasa. Cantara tidak lagi menanyakan papanya yang sudah jarang makan malam bersama. Cantara hanya mengetahui papanya super sibuk bekerja sehingga sering melewatkan makan malam bersama.
Dalam kondisi hati yang baik selesai makan malam, Badrina bertanya pada Cantara, "Canta, gimana besok sudah mau sekolah, Nak?" Sebenarnya Badrina memiliki rencana untuk memindahkan Cantara dari sekolahnya, tetapi ia tetap menanyakan pendapat anaknya.
Cantara yang sedang memperhatikan buku bacaan barunya tampak terdiam, sesaat dia berpikir keras.
"Em... Ma... Canta takut ketemu Parama," ujar Cantara dengan wajah meringis, bukunya ditaruh di atas meja. Pembahasan tentang sekolah menjadi lebih menarik saat ini.
"Kenapa?" selidik Badrina mengamati ringisan putrinya.
"Parama seringkali mengganggu Canta, Ma. Suka bilang tulisan Canta jelek, gambar Canta aneh, juga bilang papa dan mama bercerai. Canta tidak suka dengan Parama, Ma." Guntur dari luar terdengar keras bersamaan kalimat akhir Cantara, ia terperanjat sampai bergeser lalu memeluk mamanya.
Badrina yang terkejut pun hampir saja limbung bila tidak berusaha menyeimbangkan tubuh.
"Sshh... ada mama di sini ya, Nak." Badrina mengusap punggung Cantara seraya meresapi perkataan anaknya. Ia dan Arshaka tidak pernah tahu bahwa Cantara mengalami perundungan yang lain dari Parama.
Badrina mengira selama ini putrinya baik-baik saja di sekolah. Cantara tidak pernah menceritakan perihal Parama atau teman lainnya yang bersikap kurang menyenangkan.
Badrina tidak ingin membahasnya lebih dalam, ia tahu rasanya direndahkan sangatlah tidak enak.
"Canta, mama mau tanya... kalau Canta pindah sekolah, mau?" tanya Badrina, mengeluarkan ide yang selama ini disimpan dalam hatinya.
Cantara merespon setelah beberapa waktu berpikir.
"Mau. Tapi, sekolah yang teman-temannya baik ya, Ma. Jangan seperti sekolah Canta," pinta Cantara memandang mamanya serius.
"Canta tidak bakal kangen dengan teman-teman?" tanya Badrina mencoba menggoyah persetujuan putrinya. Cantara mengurai pelukan mamanya lalu duduk menegak di samping Badrina.
"Kangen sih, Ma. Tapi, Canta lebih serem kalau ingat Parama. Iiih...," ucapnya dengan ekspresi takut. "nanti kalau Canta ulang tahun, bisa undang teman-teman, Ma. Parama jangan, Ma," usul Cantara sembari menggeleng cepat di akhir kalimatnya.
Badrina memproses maksud perkataan putrinya, ia seperti kembali ke masa lalu saat dirinya ketakutan karena teman di sekolah dasar yang kerap menjulukinya "anak orang gila". Itu tidak nyaman sekali.
"Besok, Mama akan ke sekolah Canta, Mama mau mengurus pindah sekolah Canta. Besok Canta, Mama tinggal sama ibuk ya, Nak," urai Badrina sembari mengelus lengan Cantara perlahan agar maksudnya sampai pada bocah lima tahun itu.
Cantara mengangguk sembari membentuk simpul senyum di wajah cantiknya. Badrina mengajak Cantara menuju ke kamar untuk mengistirahatkan diri. Semenjak pulang dari rumah sakit, Badrina kini seringkali membawa Cantara untuk tidur bersama dirinya.
Badrina semakin nyaman untuk dekat dengan Cantara. Dirinya mampu melihat ada kesamaan masa kanak-kanaknya dengan putrinya itu. Ia bertekad untuk menggali dan menyembuhkan masa lalunya agar bisa mendampingi Cantara melewati masa sulitnya. Badrina merasa dulu sewaktu kecil kurang didukung secara emosional oleh orang terdekatnya.
Tidak lama merebahkan diri, Cantara terlelap tenang. Badrina bangkit dari ranjangny, ia menyempatkan membaca beberapa lembar buku baru yang ia beli, judulnya Inner Child Discovery Journey Workbook karya Agnese Iskrova. Buku kerja yang mengajak pembacanya untuk masuk ke dalam hidup pribadi ke masa lampau untuk mengenal diri sendiri yang sebenarnya.
Ada banyak pertanyaan yang harus dijawab secara jujur oleh pembaca, memang untuk mengikuti panduan dari workbook itu memerlukan waktu yang luang karena perlu kedalaman berpikir lalu menuliskan jawabannya.
Saat Badrina tengah menikmati bacaan itu, bergetar ponselnya di atas meja. Badrina melongok, ada panggilan suara dari seseorang.
Badrina meraih ponselnya lalu berjalan keluar kamar tidur. "Halo, Tante," sapa Badrina halus.
"Rina, tante mau ingatkan kamu hari Sabtu buat ketemuan sama Hafez di restoran Nuansa Biru jam 7 malam, ya." Itu panggilan dari Poppy. Perempuan yang kalau menelepon Badrina selalu langsung ke inti begitu panggilan mereka terhubung.
"Ya, Tante, aku ingat lusa 'kan," timpal Badrina.
"Bagus kalau begitu. Cantara tidak usah diajak, kamu titipkan dulu ke mantan mertuamu atau Arshaka," perintah Poppy, tanpa menanyakan kenyamana Badrina perihal putrinya.
"Loh, kenapa, Tante? Cantara tidak akan mengganggu pertemuan nanti," jelas Badrina. Ia keberatan meninggalkan Cantara.
"Ck, jangan membangkang sama Tante. Apa sulitnya menuruti perkataan Tante? Tidak kasihan kamu kalau Canta ikut kena angin malam dan percakapan kalian nanti tidak akan dia mengerti," sembur Poppy yang langsung terpantik begitu Badrina menyanggah perintahnya.
Badrina menghela nafas dalam, tidak bisa melakukan apa-apa lagi, selain menjawab, "Ya, Tante."
"Bagus, jadilah anak penurut." Tidak lama panggilan terputus, lebih tepatnya diputus sepiha oleh Poppy. Tangan Badrina terkulai bersama ponselnya, entah apa yang akan terjadi di hari Sabtu nanti.
Badrina tidak kenal benar dengan yang namanya Hafez Irsyad, teman tantenya, hanya pernah dengar nama. Seorang pengusaha muda yang kerap bergonta-ganti pasangan karena belum menikah. Namanya sesekali masuk dalam berita artis online, dikabarkan dekat dengan publik figur tertentu. Badrina tidak pernah mendalami sosoknya seperti apa, baru di hari Sabtu nantilah mereka bertemu untuk pertama kali.
Badrina tidak lagi semangat melanjutkan bacaannya, ia meninggalkan ponselnya di luar kamar, tidak ingin diganggu oleh panggilan lain. Badrina masuk kamar lalu merebahkan diri bersama Cantara menyusul ke alam mimpi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Kayanamikhayla
kalo menurut q di sini badrina itu kurng kasih sayang dn perhatian hidupnya penuh tekanan tpi suami yg dia jadikan sandaran tidk mengerti
2023-01-17
1
lovely
move-on aja toh mantan pun juga dah move on🥺
2022-11-18
1