Akhirnya mereka pun sampai kerumah.
Tok! Tok! Tok!
"Assalamu 'alaikum."
"Bu! Ibu!"
"Kayaknya ibu pergi, Sayang," ucap Dino.
"Gimana dong? Kita gak bawa kunci," kata Sita.
"Ya udah tunggu saja disini."
Mereka pun duduk di kursi yang ada di teras. Dengan menyender ke kursi
Sita menyimpan kedua tangannya di atas perut.
Sementara Dino dengan kedua tangan di tindih bawah kepala.
"Hari ini cukup melelahkan, dan juga sangat menyenangkan." Dino pun melirik sang istri.
"Ya melelahkan, dan menyenangkan," balas Sita.
Sita pun melirik Dino,
Mereka sekarang saling tatap. Kemudian tangan mereka pun saling berpegangan dan saling melempar senyum.
Terlihat rona bahagia di wajah mereka.
Terlebih dimata Sita yang sudah mendapatkan kebenaran tentang suaminya.
"Tolong maafkan aku," ucap Sita pelan.
"Untuk apa?" tanya Dino.
"Untuk sikapku selama ini. Jauh dari kata baik, sebagi seorang istri aku ...."
Suttttt!
Dino menempelkan jari telujuknya ke bibir sang istri.
Deg! J
antung Sita tiba-tiba berdebar tak seperti biasanya.
"Tidak perlu mengatakan apa-apa, tidak ada yang salah selama ini pada sikapmu," ujar Dino dengan menatap wajah sang istri.
Ia pun mendekatkan wajahnya ke wajah Sita, seolah ingin mengecup sang istri.
Pleuk!
Telapak tangan Sita pun mendarat lembut di bibir Dino.
"Tolong dikontrol, ini di luar," ucap Sita.
"Astagfirulloh haladzim."
Dino pun menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal dan memperhatikan sekeliling.
Lalu mereka berdua pun tertawa pelan.
"Entah kenapa klo deket sama kamu tuh ... hehhh," ucap Dino dengan gemas.
"Makanya jangan deket-deket kalo di luar."
"Ye biarin aja, istriku ini, iya 'kan." Dino mengangkat alisnya.
"Iya, sih," kata Sita dengan tersenyum.
"Assalamualaikum. Kalian sudah pulang." Terdengar suara ibu di arah gerbang rumah.
"Waalaikum salam. Ibu dari mana?" tanya Dino lalu mengecup punggung tangan ibu dan disusul oleh Sita.
Lalu Ibu membuka kunci, dan mereka pun masuk.
"Ibu habis nengok tetangga yang sakit. Dia kena DBD, sekarang lagi musim penghujan kita harus rajin bersih-bersih lingkungan biar gak banyak tempat yang bisa jadi sarang nyamuk DBD," ucap Ibu.
Lalu mereka pun duduk di ruang tamu hanya sekedar untuk berbincang-bincang.
"Ya Allah. Emang siapa yang sakit, Bu?" tanya Dino.
"Itu loh, nak Dea anaknya pak Herman, yang rumahnya deket mesjid Al Ikhsan tempat kamu ngaji waktu kecil, Din," jawab Ibu.
"Oh itu, pak Herman yang bapaknya Didit juga kan, Bu."
"Iya bener bapaknya Didit juga, dia seusia kamu."
"Iya Bu. Dino dan Didit sempet akrab waktu di pengajian, kita malah sering tuker pendapat kalo lagi ngaji, dia orangnya pintar, Bu."
"Oh ya sekarang dia sudah jadi pengusaha sukses lho. Cafe-nya dimana-mana."
"Masya Alloh."
"Nama Cafe-nya apa, Bu?" tanya Dino.
"Ibu kurang tau, Ibu gak tanya nama Cafe-nya."
"Oh ya Sita sayang, sekali-kali kamu ikut ibu kerumah temen ibu ya, mereka pengen kenal sama menantu ibu yang cantik ini," ucap ibu dengan nada lembut.
"Ibu bisa aja, iya bu insya Alloh, nanti Sita ikut, Bu."
"Ya sudah kalian 'kan cape, mending kalian sekarang makan, ibu udah masak buat kalian," kata ibu.
"Ibu keluar dulu sebentar ada keperluan," lanjutnya.
"Ibu kok pergi lagi sih, Bu. 'kan Ibu juga baru nyampe, mending kita makan bareng dulu!" ajak Sita.
"Gampang, nanti Ibu makan sayang, kalian duluan saja," ucap Ibu lalu pergi.
"Baiklah kalau begitu," ucap Sita.
Mereka pun menuju meja makan.
"Tunggu! Aku ambilin piring dulu ya."
Sita pun mengambil satu piring dan satu sendok saja. Di letakannya piring itu di atas meja.
"Sudah mulai paham ni istriku," ucap Dino.
Sita pun tersenyum lebar.
"Iya dong. Suamiku ini 'kan manja."
"Bukan manja tapi mesra."
Keduanya pun tertawa lembut.
Sita pun membereskan piring bekas makan mereka dan mencucinya. Serta merapikan meja.
***
Akhirnya matahari pun menenggelamkan diri dan rembulan menampakan cahayanya.
Ibu pun telah kembali dan berada di kamarnya.
Di bawah sinar rembulan yang indah mereka tengah menikmati kebersamaan mereka di depan jendela kamar. Dengan dekapan hangat dari Dino, Sita pun mendapatkan seluruh kenyamanan di dunia malam ini yang belum pernah ia dapatkan, tanpa sedikitpun keraguan dalam dirinya.
Sita dan Dino pun terhanyut dalam balutan Cinta yang tengah dilanda hasrat untuk saling memiliki.
Tatapan penuh arti di kedua bola mata mereka pun semakin membuat mereka terlena.
Kecupan demi kecupan dan pelukan demi pelukan pun akhirnya berakhir di atas ranjang malam ini.
Malam ini bak malam pertama bagi mereka, meski telah berhari-hari mereka tidur bersama. Namun, malam ini Dino baru mendapatkan haknya dan Sita pun pasrah menjalankan kewajibannya, mereka pun tenggelam dalam kenikmatan duniawi.
***
Adzan subuh berkumandang, Suami istri itu pun membuka matanya.
Senyum sumeringah terpancar di wajah keduanya.
Sita bangun lalu duduk dan melihat keadaan dirinya. Noda merah di atas seprai pun menandakan dirinya sudah tidak perawan lagi.
Dino pun bangun dan duduk. Dia melempar senyum bahagia pada sang istri. Kecupan kening penuh kelembutan menunjukan kepuasannya atas apa yang terjadi semalam. Sita pun tersipu malu dan menatap suaminya ragu-ragu.
"Terimakasih semalam sungguh luar biasa," bisik Dino di telinga sang istri. Lalu memeluknya.
"Ayo kita membersihkan diri. Kita shalat berjamaah," kata Dino.
Merekapun membersihkan diri dan melaksanakan sholat berjamaah.
***
Hari ini jadwal Sita libur. Untuk kali ini Sita tidak pergi ke rumah Kak Riri, dia lebih memilih diam di rumah membantu pekerjaan Ibu, menyapu, mencuci baju, mencuci piring, dan lainnya.
Sedangkan Dino sudah berangkat kerja mengantar pesanan sepetunya ke toko.
Kali ini Ipan menemaninya.
Di perjalanan Ipan terlihat hanya diam saja.
"Pan kamu kenapa?" tanya Dino.
"Syakila, Din,"
"Syakila, ada apa dengan Syakila?"
"Dia ingin menunda rencana pernikahan kami."
"Loh, kenapa?"
"Itulah yang aku tidak mengerti. Dia selalu bilang belum siap. Ada aja alasannya."
"Sabar ya Pan, kalo udah waktunya dia pasti mau."
"Kamu taukan usia ku ini sudah hampir menginjak kepala tiga, bisa ketuaan nanti kalo gak nikah-nikah."
Hahaha... Dino pun tertawa.
"Tenang aja Pan. Laki-laki usia kepala empat juga masih laku kok," kata Dino.
Hahaha ... keduanya kembali tertawa.
"Tinggal kamu pilih aja bertahan sama Syakila, atau kamu cari yang lain."
"Wah ... propokaror nih," kata Ipan.
"Aku gak maksud propokatorin kamu. Kamu harus tegas sama perempuan. Kasih dia pilihan. Ya, kalau dia cinta sama kamu gak akan mau dong dia kehilangan kamu."
"Kamu bener juga ya, Din. Akan tetapi, kalo dia tetep kekeh gimana?"
"Ya itu terserah kamu mau nungguin dia sampe tua, atau mau nyari yang lain," kata Dino.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Cut Off
aku baru mampir lagi kesini, akhirnya lanjut juga. semangat kak Iis... 😍😍😍
2022-11-21
3