"Maafkan aku!" Ratih memeluk Sita dengan erat setelah mendengar apa yang Sita ceritakan.
"Aku juga bersalah atas apa yang menimpamu, aku terus menggodamu, sehingga semakin memperbesar harapanmu, mohon maafkan aku!" Ratih bicara masih dalam keadaan memeluk Sita, karna merasa bersalah.
"Kamu tidak salah, kenapa kamu meminta maaf padaku? Aku sendiri yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada diriku," ucap Sita. kemudian melepaskan pelukan mereka.
"Seseorang itu memang harus punya harapan. Jika harapan tidak sesuai dengan kenyataan apa masalahnya, masih banyak harapan baru dalam hidup ini. Dari pada meratapi harapan yang telah pergi, lebih baik kita menata harapan baru. Lagian ini salahku, baru juga satu kali bertemu main langsung menaruh harapan saja," ucap Sita meyakinkan Ratih.
"Tapi kesedihanmu adalah kesedihanku juga, aku pikir kamu akan menemukan cinta baru, tapi malah menemukan luka baru," ucap Ratih menatap Sita.
"Belum! sekarang belum! Tapi nanti pasti akan menemukannya. Cinta tau siapa pemilik hatinya, dia tidak akan sembarang berlabuh kehati yang lain. Mungkin Ipan bukan pemiliknya dan ini terbukti sekarang aku sudah tidak bersedih lagi," ucap Sita. "Dan kamu tau kenapa?" tanyanya.
Ratih menggelengkan kepala.
"Karna kamu yang selalu ada di saat aku membutuhkan teman sebaik dirimu, Aku bahagia punya teman sepertimu," dengan nada lembutnya Sita bicara, dan kemudiam memeluk Ratih dengan erat.
Malam itu berlalu penuh haru antara Ratih dan Sita. Kedua sahabat itu memang selalu saling memahami, dan mengerti satu sama lain, mereka juga akan saling mendukung dalam hal apapun.
Esok adalah hari libur, seperti biasa Sita pergi kerumah kakaknya, sedangkan Ratih lebih memilih tidur sepanjang hari di kontrakan karana kelelahan sering lembur bekerja.
"Aku pamit ya, Rat. Kamu yakin gak mau ikut? tanya Sita yang akan pergi.
"Ya, pergi saja, aku lelah, aku mau tidur saja," ucap Ratih.
"Baiklah, Assalaamu'alaikum." Sita pamit dan pergi.
"Wa 'alaikumussalaam," jawab Ratih.
Di perjalanan berangkat kerumah Kakaknya tiba-tiba Sita bertemu mantan pacarnya Darwin. Darwin sedari tadi memanggil Sita namun Sita tidak mendengarnya, karna bising suara kendaraan yang hilir mudik. Tanpa malu Darwin yang sedang di pengaruhi minuman keras memeluk Sita dari belakang.
"Astagfirulloh." Sontak Sita kaget dan spontan menampar Darwin, "Plakkkk..."
"Aawww..." Darwin merintih kesakitan sambil memegangi pipinya.
"Apa-apaan ini, beraninya kamu memelukku dihadapan orang," dengan nada ditekan Sita sangat marah pada Darwin. Tiba - tiba tercium bau minuman keras dimulutnya. 'Aaah pantas saja' di dalam hati Sita berkata.
"Maafkan aku Sit, aku mohon jangan tinggalkan aku, aku tidak akan menyia-nyiakanmu lagi!" ucap Darwin pelan.
"Kamu tidak pernah berubah, masih saja berani menghadapiku dengan bau minuman keras dimulutmu," ucap Sita tegas.
"Kamu tahu benar alasan aku memutuskanmu, selain karna wanita itu, juga karna minuman itu. Aku bingung menghadapimu, bahkan kamu tidak pernah menyadari apa yang sedang terjadi, dan sudah terjadi," ucap Sita Melanjutkan bicaranya.
"maafkan aku jika aku telah membuatmu malu dihadapan orang-orang tadi," ucap Darwin.
"Malu, kamu bilang aku malu, aku malah merasa kasihan padamu, semua orang disini tau siap yang seharusnya merasa malu, kamu bahkan tidak hanya mempermalukan dirimu sendiri, bahkan mempermalukan kedua orang tuamu," ucap Sita lantang.
Darwin tertengun, seolah merenungkan ucapan Sita
"Aku sudah pernah berjanji padamu, aku akan berubah," ucap Darwin.
"Aku bahkan sudah memberimu kesempatan berkali kali, apa itu belum cukup? Selama kamu lebih mencintai minuman keras, selama itu aku tidak mampu menunggumu berubah," ucap Sita.
"Allah tidak pernah berhenti memberi kesempatan pada hambanya," ucap Darwin.
"Kamu benar, jangan pernah sia-siakan kesempatan yang Alloh berikan, karna jika Alloh marah, marahnya Akan lebih menyakitkan dariku," ucap Sita pelan. Sita berbalik hendak pergi meninggalkan Darwin.
"Tunggu dulu!" ucap Darwin menghentikan langkah Sita.
"Apa sudah benar-benar tidak ada kesempatan untukku," ucap Darwin pelan.
"Untuk bersamaku, maaf! Tapi untuk berubah pasti ada banyak kesempatan, mungkin perempuan lain bisa membawamu kejalan yang lebih baik, atau kamu sendiri yang menentukan arahmu," ucap Sita tegas.
"Jika nanti aku telah benar-benar berubah apa kamu mau memberi kesempatan lagi padaku?" tanya Darwin penuh harap.
"Aku tidak bisa berjanji, permisi. Assalaamu'alaikum." Sita bergegas pergi meninggalkan Darwin.
"Wa'alaikumussalaam," dengan nada yang melemah Darwin menjawab.
Darwin masih terus berdiri di jalanan. Nampaknya dia memikirkan semua perkataa Sita. Darwin terlihat begitu menyesal, namun keadaan Darwin masih dalam pengaruh minuman keras, meski hanya meminumnya sedikit. Entah dia menyadarinya atau tidak, atau bahkan dia tidak akan mengingatnya nanti.
***
Setibanya di rumah Kak Riri, Sita mendapati kakaknya yang sedang berbaring lemas di tempat tidur.
"Kak Riri, ada apa ini? Apa Kakak sakit?" tanya Sita khawatir.
"Sepertinya kamu sudah lupa mengucapkan salam klo masuk kerumah," ucap Kak Riri lembut dengan senyuman dibibirnya.
"Maaf kak, Sita khawatir melihat Kakak seperti ini. Assalaamu'alaikum." Sita pun memberi salam.
"Waa'laikumussalaam," jawab Kak Riri dan Kak Syamsul suaminya, yang sedari tadi ada disana.
"Kamu tidak usah khawatir, Kakakmu baik baik saja," ucap Kak Syamsul.
"Tapi kenapa Kakak seperti ini?" tanyanya penasaran.
Melihat Sita seperti itu Kak Riri dan Kak Syamsul tersenyum sambil saling menatap.
"Ada apa dengan tatapan kalian, kenapa kalian malah tersenyum?" tanya Sita makin penasaran.
"Kakak Hamil," ucap Kak Riri dengan bahagia.
Sontak rasa penasaran diwajah Sita berubah menjadi raut wajah yang gembira.
"Apa! Hamil, Kak," ucap Sita gembira, replek kedua tangan mengusap wajahnya, dan merasa lega karna yang Ia khawatirkan ternyata salah. Lalu Sita duduk di atas tempat tidur sebelah kakaknya yang sedang berbaring.
"Lalu kenapa Kakak selemas ini?" tanya Sita.
Kak Syamsul mencoba menjelaskan, "Itulah masalahnya, Kakakmu tidak mau makan bahkan minum pun tidak masuk keperutnya."
"Ya Alloh, Kak! Kenapa begitu?" tanya Sita.
"Orang hamil memang begitu, pada trimester pertama kehamilan ibu hamil akan mengalami mual, muntah, dan pusing," ucap Kak Riri mencoba menjelaskan pada Sita yang belum berpengalaman.
"Tetapi, waktu Kak Fitri hamil tidak begini, Kak," Sita dengan rasa penasarannya.
"Setiap orang itu berbeda-beda gejalanya, ada yang mual tapi mereka bisa memaksakan makanan lain masuk keperutnya, ada yang seperti kakak meski sudah memaksakan Kakak malah muntah," ujar kak Riri.
"Kakak sudah periksa?" tanya Sita dengan menatap kakaknya.
"Sudah," jawab Kak Riri dengan membalas tatapan adik kesayangannya.
"Trus kata dokter Kakak harus gimana?" tanya Sita lagi, dengan masih menatap Kak Riri kemudian melihat Kak Syamsul.
"Ya, Kakakmu harus bisa makan, minum, ngemil, apapun yang penting ada nutrisi masuk ketubuh Kakakmu," dengan lembut Kak Syamsul menjawab. Lalu duduk di kursi yang ada di sebelah meja tempat tidur kak Riri, dan mengambil vitamin untuk di berikan padanya. Sita hanya tersenyum melihatnya.
Lalu Dengan sangat hati-hati kak Syamsul mendudukan kak Riri yang tadi sedang berbaring, dan memberikan vitamin dengan penuh perhatian.
Sita memperhatikan kakak Iparnya yang telaten merawat kakak perempuannya. Sita merasa bahagia dan terharu berharap dirinya mendapatkan pasangan hidup seperti kakaknya.
"Bukannya orang hamil suka ngidam, Kak?" Sita kembali bertanya pada kedua kakaknya itu.
"Ya, sekarang aja kakak kesayanganmu ini mau makan pepes ikan, tapi tanpa bawang - bawangan," ujar kak Syamsul.
"Hah ... tanpa bawang!" Dengan mengerutkan keningnya Sita terheran. Sita tertegun membayangkan, pepes ikan tanpa bawang yang bau amis. Ahhh tapi 'kan orang hamil suka aneh-aneh, Sita mencoba menepis bayangannya.
Sementara kedua kakaknya tertawa lembut melihat Sita. Mereka memahami adiknya pasti sedang membayangkan keinginan kakaknya itu.
"Kamu kenapa?" tanya Kak Riri.
Sita melihat Kak Riri.
"Aneh," katanya dengan polos.
Hahaha ... mereka pun tertawa bersama.
"Nanti juga kamu mengalami," ucap Kak Riri.
"Ya sudah aku bikinin pepes terlejat buat Kaka, tanpa bawang daun, bawang putih, dan tanpa bawang merah, bahkan bawang bombay, hanya ada rempah-rempah," ucap Sita dengan candanya.
Hahaha ... mereka pun kembali tertawa bersama.
Kemudian Sita pergi kepasar membeli ikan, kebetulan rumah kak Riri tidak jauh dari pasar, hanya terhalang tiga rumah saja. Setelah kembali dari pasar Sita langsung memasak di dapur.
"Bau apa ini? Uooo ... uooo...." Kak Riri muntah-muntah hanya mencium bau pepes yang sedang dikukus. Sita tidak pahami itu.
"Kak Riri!" sontak Sita berlari menuju Kamar Kak Riri. "Kakak kenapa?" tanya Sita sambil memijat lembut pundak Kakaknya.
"Bau apa ini?" ucap kak Riri.
Sekarang Sita mengerti kakaknya muntah karena mencium bau pepes ikan yang sedang di kukusnya.
"Pepes ikannya sudah tanpa bawang loh, Kak, Apa masih bau?" ucap Sita. Lalu menyodorkan air pada Kak Riri.
"Bau sekali, tolong tutup pintunya!" kata Kak Riri.
Sita pun menutup pintunya dengan rapat.
Kak Syamsul yang sedang mencuci motor di luar langsung berlari menuju kamar.
"Kakakmu muntah lagi?" tanya Kak Syamsul.
"Iya, Kak," jawab Sita. "kita harus gimana?" tanyanya.
"Sepertnya Kakakmu harus dibawa ke dokter, karna seharian ini tidak ada nutrisi masuk ketubuhnya. Dia akan semakin lemas," ucap Kak Syamsul.
"Iya, Kakak benar," ucap Sita.
"Tidak perlu," ujar Kak Riri. "Aku akan baik-baik saja, kalian tidak perlu khawatir," lanjutnya.
Tiba-tiba hand phone Sita berdering. Terlihat no baru memanggil, "Siapa, ya?" tanyanya. Sejenak Sita berpikir, dan kemudian mengangkat teleponya.
"Hallo ... Assalaamu'alaikum, ini Siapa, ya?" Sita menjawab teleponnya.
"Wa'alaikumussalaam." Suara Dino diujung telepon.
Sita merasa tak asing dengan suaranya.
"Apa kabar?" ucap Dino.
"Dino!" Akhirnya Sita mengingat kalo itu suara Dino.
Dino yang tadi pergi ke kontrakan Sita, hanya bertemu dengan Ratih, dan begitu mengetahui Sita tidak ada di kontrakan, Dino langsung meminta no hand phone Sita pada Ratih. Karena setelah dua kali bertemu Sita, Dino lupa meminta no hand phone padanya. Dino menjelaskan semuanya pada Sita.
"Ohh, iya ... maaf! Saya sedang di rumah Kaka saya sekarang, sepertinya saya pulang malam," ucap Sita.
Kemudian Sita menjelaskan perihal apa yang terjadi pada kakaknya Riri. Dan Dino pun memahami itu.
"Oh, gitu, ya sudah, mau aku jemput pulangnya?" tanya Dino. Dino berharap Sita mau dijemput olehnya.
"Tidak perlu, terimakasih," tolak Sita.
"Uooo ...uoooo ...." tiba-tiba Kak Riri muntah lagi.
Spontan Sita melihat kearah kak Riri, Dan ternyata kak Riri sedang disuapi ikan oleh kak Syamsul. Nampaknya ikan yang sedang dimasak Sita tadi sudah matang, untung saja ada kak Syamsul yang mematikan kompornya.
"Ya sudah, saya tutup dulu telponya, sepertinya kakak saya muntah-muntah lagi. Assalaamu'alaikum." Sita menyudahi pembicaraannya.
"Wa'alaikumussalaam." Suara Dino di ujung telepon.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
anan
jangan lupa di sayang, kalau lagi hamil 🤰
2023-01-21
1
Lefkilavanta
100 buat kamuuuuu
2023-01-11
1
Ayu Ap
bagus sita pilihan yang tepat
2023-01-07
2