"Lihatlah! Malam ini langit dipenuhi bintang yang indah, coba kau hitung berapa banyak bintang di langit?" pinta Dino seraya menunjuk ke langit.
"Apa? Aku harus menghitung bintang? Itu tidak mungkin," ucap Sita.
"Ayo cobalah!" Paksa Dino seraya mengangkat tangan Sita.
Lalu dibukanya jari telunjuk Sita yang kini ada digenggaman tangan Dino. Diarahkannya pada bintang yang bersinar paling terang terlebih dahulu.
Sita melirik sang suami, dibalas dengan tatapan lembut dilengkapi dengan senyum hangat sang suami.
Lalu mereka kembali menatap bintang.
"Satu, dua, tiga, empat, lima, ayolah hitung!" ajak Dino karena Sita hanya diam saja tak juga mulai menghitung bintang.
"Ayolah!" keluh Dino.
"Tidak mau, ini konyol!" Sita menurunkan tangannya, yang otomatis genggaman tangan Dino pun terlepas.
"Aku tidak mungkin bisa menghitung bintang," ucapnya kembali. Lalu, berdiri hendak menjauh dari Sang suami.
"Kenapa tidak?" Dino yang menyusul ikut berdiri.
"Ada ribuan bintang disana , yang jumlahnya tak terhingga dan tidak mungkin dapat aku menghitungnya," jawab Sita.
Lalu ia melangakah hendak meninggalkan sang suami bermaksud untuk kembali ke ruangan Ratih.
"Seperti itulah cintaku padamu, tak terhingga dan tak terhitung."
Sontak kata-kata itu membuat Sita menghentikan langkahnya.
Dino pun menarik tangan Sita dan Sita pun jatuh dalam pelukannya. Mata mereka saling menatap dengan tatapan yang lembut.
Di antara pancaran cinta yang terlihat di bolamata keduanya, ada pun terlihat keraguan yang menghantui sang istri. Sehingga Sita tetap menjaga diri agar tidak kelewat batas.
"Ta--tapi ...."
Suttt!
belum selesai Sita bicara, Dino menyimpan jari telunjuknya di bibir Sita.
"Kamu boleh ragukan cahaya bintang, dan rembulan, meragukan gerak sang mentari, bahkan ragukan kebenaran sebagai dusta. Tapi, tolong jangan pernah meragukan cintaku padamu. Terlepas dari apapun yang terjadi, percayalah aku sangat mencintaimu," ucap Dino. Dan langsung melayangkan ke**pan lembut ke b**ir Sita. Meski tak mendapatkan balasan dari Sita.
Sita pun berlalu pergi setelahnya.
Kini hanya tinggal Dino seorang diri, dia duduk kembali di bangku taman menatap langit dengan segala gundah di hatinya.
***
Pagi pun tiba. Waktu menunjukan pukul 10.00 WIB. Pak Bimo menyempatkan diri kerumah sakit untuk menjemput sang kekasih menggunakan mobil pribadinya.
Meskipun dia seorang pimpinan perusahaan. tak sedikitpun ia risih masuk ke kontrakan kecil Ratih, yang hanya satu kamar.
Sita lebih memilih naik motor bersama suaminya, hingga bisa lebih cepat sampai ke kontrakan, dan meminta kunci kontrakan pada Ratih.
Setibanya di kontrakan Sita langsung membersihkan kamar Ratih yang penuh debu setelah tiga hari ditinggal pemiliknya.
"Ya ampun Sit, makasih loh dah bantuin aku, enak banget nih kasur sendiri, gak kayak di rumah sakit."
"Nanti lebih enak lagi kalo kamu dah jadi istriku," ucap pak Bimo.
"Apaan sih." Ratih pun tersipu malu.
Sita dan Dino saling menatap dan tersenyum, melihat mereka berdua.
"Oh ya Rat, aku pulang dulu ya. Sekarang kamu sudah lebih baik, dan ada pak Bimo juga disini," ucap Sita.
"Ok, Sit! Hati-hati di jalan, ya. Termakasih buat semuanya."
Sita mengangguk dan tersenyum.
"Ok! Aku pergi, kamu istirahat ya!"
"Siap."
Sita dan Dino pun berlalu pergi. Di perjalanan Dino mengajak Sita makan.
"Sayang, kita makan di luar yuk, laper nih!" ajak Dino.
"Boleh."
"Kamu mau makan dimana?" tanya Dino.
"Aku mau makan bebek salero aja," jawab Sita.
"Ya udah kita kesana, ya."
Akhirnya mereka berdua pun sampai ke tkp.
Mereka memesan makanan, dan langsung menyantap lahap bebek goreng yang super lezat itu.
Belum habis mereka makan, terdengar suara dua perempuan yang salah satunya tak asing didengar, sedang mengobrol, di sebelah meja yang terhalang papan penyekat ruangan. Mereka baru saja datang lewat pintu lain.
"Oh ya, bukannya cowok idaman lo itu sekarang udah nikah? Sekarang sudah tak ada harapan lagi dong buat lo."
"Gak, gue gak akan nyerah, meski dia sudah nikah. Lihat saja nanti dia pasti jadi milik gue, meski jadi istri kedua gue rela."
"Whattt, gue gak salah denger El, wah lo parah banget."
Elena tersenyum Sinis.
"Lo gak tau aja, langkah pertama dah gue lakukan, tinggal melakukan langkah berikutnya."
"Apa yang dah lo lakukan El."
"Gue yakin, hidup perempuan itu saat ini sedang kacau, meski dia sudah menikah dengan Dino hidupnya tidak dalam keadaan bahagia. Pasti hidupnya dibayang-bayangi keraguan," jelas Elena.
"Bagaimana bisa?"
"Tentu saja bisa. Gue dah bikin dia berpikir kalo sebelum pernikahan Dino sudah tidur sama gue."
"Apa!? Tapi, lo gak bener-bener ngelakuin itu 'kan?"
"Tentu saja enggak, mana mau Dino tiduri perempuan sebelum nikah," jelas Elena.
"Akan tetapi kalau itu di butuhkan aku akan melakukannya. Akan kubuat jebakan agar Dino tidur denganku dan terpaksa menikahiku."
"Aduh, jangan deh El, urusannya berabe nanti kalo sampe Dino, Ibu, dan istrinya tau, lo sendiri yang rugi."
"Asal lo gak ngomong ke siapa pun ya gak akan ketauan. Gue ngomong ini cuman sama lo, dan lagian gue gak peduli, yang penting gue bisa dapetin Dino. Dia segalanya buat gue," ucap Elena.
"Hanya gue yang berhak bahagia sama Dino, bukan perempuan asing itu," lanjutnya.
"Elenaa!" Dino geram dengan tangan yang mengepal, dan kedua gigi yang beradu.
Ia hendak berdiri melabraknya. Namun, Sita menarik Dino, dan langsung membawanya keluar.
Sita tak kalah emosi dengan Dino. Namun Sita lebih bisa menahan emosinya.
"Tahan emosimu, jangan lakukan apa puan!" Sita bicara setengah berbisik, agar tak mengganggu pelanggan lain.
"Apa sayang? Setelah apa yang dia lakukan pada kita. Tidak bisa!" Tegas Dino dengan menekan suaranya. Dino pun hendak berbalik arah masuk kedalam.
Namun, Sita menariknya kembali, dan langsung memeluk Dino dengan erat.
"Tidak perlu melakukan itu! Bagiku kebenaran ini sudah cukup." Sita semakin mempererat pelukannya seraya meneteskan air mata bahagia.
Amarah Dino pun mereda perlahan, dalam dekapan hangat sang istri yang penuh cinta, yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia pun tidak ingin menyia-nyiakannya. dan langsung membalas pelukan sang istri dengan erat.
"Akhinya Allah memberi jawaban atas do'a do'a-ku," ucap Sita lirih dengan air mata yang masih bembasahi pipi.
"Akhirnya, Ya Alloh." balas Dino merasa lega.
Mereka saling luapkan kebahagiaan yang selama ini tertahan.
Tanpa mereka sadari sekarang mereka sudah menjadi pusat perhatian para pengunjung.
"kenapa berkerumun, ada apa ini?" Suara seseorang yang penasaran menyadarkan keduanya.
Sontak mereka langsung melepaskan pelukan. Dino pun langsung menarik Sita untuk pergi meninggalkan tempat itu. Sebelum Elena dan temannya itu pun ikut penasaran.
Benar saja dimeja sana Elena dan temannya tengah celingukan, kebingungan melihat kerumunan di luar.
"Ada apa disana? Kenapa mereka berkerumun?" tanya Elena pada salah seorang pengunjung yang lewat.
"Ada pasangn lagi pelukan, cewenya nangis, sepertinya mereka baru baikan sehabis berantem," ucap salah satu pengunjung.
Elena mengerutkan dahi lalu mengangkat kedua bahu dan tangannya tak mau peduli, dan memilih melanjutkan makan.
Sementara di luar Dino dan Sita yang hendak pergi, langkahnya dihentikan oleh seseorang.
"Tunggu! Anda belum bayar," ucap seorang pelayan yang menghampirinya sambil memberikan bill.
"Aduh. Kita lupa belum bayar sayang," ucap Dino sambil menempelkan telapak tangannya di jidat.
Diambilnya bill itu dan Dino pun segera membayarnya.
"Ambil saja kembaliannya," ucap Dino lalu pergi.
Dino pun segera menyalakan motornya dan melaju.
"Ya ampun sayang, kekonyolan apa ini, kenapa kita sampai tidak bisa mengontrol diri? Ini memalukan sekali," keluh Dino.
"Kamu benar, ini memalukan sekali, tapi rasa malu ini tak sebanding dengan kebahagiaan yang kurasakan saat ini, yang jauh lebih besar dari pada itu," ucap Sita sambil melingkarkan tangannya di perut sang suami.
"Kamu benar sayang, hari ini pelukan hangatmu luar biasa, aku merasakan ada cinta di dalamnya bukan keraguan lagi," ucap Dino dengan tersenyum.
"Terimakasih ya Allah atas keadilan yang kau beri padaku." Sita pun tak lupa bersyukur atasnya.
Sungguh suasana perjalanan kali ini bagaikan jalan menuju surga bagi mereka berdua. di sepanjang jalan hanya ada senyuman dan pelukan hangat Sita untuk suaminya.
"Klo saja kamu tidak menghentikannya sayang, wanita itu sudah kubuat malu disana."
"Sudahlah jangan bicarakan dia."
"Tapi sayang, dia harus kita beri pelajaran."
"Tidak sekarang, kita tunggu waktu yang tepat. Sekarang lebih baik kita pulang!"
bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Author SUPERSTAR
Sampulnya berubah lagi, tapi jadi cantik banget
2022-11-28
2
Xiaomi Redmi 4a
Alhamdulillah
2022-11-22
3
Iis Siti aisah
keadilan
2022-11-15
1