Tampaknya ada yang lebih khawatir sama keadaan Ratih, dibanding Sita.
Sementara Dino hanya menyalami Ratih saja.
"Ratih, kenapa kamu tak mengabariku?
Kamu sudah buat aku khawatir." Pak Bimo terlihat lebih panik dari Sita sahabatnya sendiri.
Sita menatap Ratih tak mengerti. Ia pun mengerutkan keningnya.
Ratih hanya tersenyum melihat reaksi Sahabatnya yang melongo seolah melihat keajaiban dunia yang aneh.
"Sudah, aku baik-baik saja, kalian tidak perlu khawatir padaku," ucap Ratih pelan.
"Bagaimana tidak khawatir, dua hari kamu tak ada kabar." ucap pak Bimo.
Sita yang sedari tadi sudah mangap-mangap mau bicara tidak diberi kesempatan bicara oleh sang bos, yang selalu mendahuluinya.
Ratih coba menjelaskan kejadian waktu ia dijamret, seluruh isi tasnya diambil semua oleh jamret itu, untuk itu dia tidak bisa mengabari siapa pun.
Meski Ratih telah menyebutkan nama perusahaan tempat ia bekerja, pihak rumah sakit tidak bisa menghubungi perusahaan karna kebetulan pihak perusahaan belum pernah bekerja sama dengan rumah sakit ini. Jadi tidak ada nomor telepon yang tertera.
"Terimakasih, Sit. Untung saja kamu mencariku. Kalau tidak, aku tidak akan bisa pulang. Mereka akan menahanku disini dan mempekerjakanku sebagai OB selama berbulan- bulan, untuk membayar biyaya Rumah sakit ini," celotehan Ratih.
Sontak perkataan sahabatnya itu membuat Sita dan yang lainnya tertawa lucu.
"Ada-ada saja kamu ini Rat, Rat. Emang kamu mau jadi OB?" tanya Sita.
"Enggaklah."
Mereka tertawa kembali.
"Emang penabrak gak tanggung jawab, Rat." ucap Sita.
"Boro-boro. kata Suster disini ya, yang bawa aku kesini aja langsung kabur ninggalin aku di depan pintu, takut kalo dia disuruh bayar admin."
"Oh, ya." Sita kaget.
"Untungnya nasibku baik, mereka mau merawatku."
"Syukurlah,"ucap Sita.
Melihat mereka asyik berbincang Pak Bimo pun memilih Pamit.
"Aku tidak bisa lama-lama disini, aku harus menyelesaikan pekerjaanku lagi," sela pak Bimo.
"Baiklah, hati-hati dijalan terimakasih sudah menyempatkan menemuiku," ucap Ratih.
"Ok, sayang. Jaga diri baik baik ya, nanti aku kembali. Oh ya administrasi akan aku urus sekarang," ucap pak Bimo lalu ia pun pergi.
Dino pun ikut pamit pergi, "Sayang, aku juga pamit. Pengirimannku belum beres, nanti malam aku kesini lagi sekalian bawa pakaian ganti buatmu." Dino pun pamit dan mengecup kening Sita.
"Baiklah, hati-hati dijan!" Sita pun mengukir senyum indahnya.
Selepas kepergian Dino dan Pak Bimo merekapun melanjutkan perbincangan.
"Oh, ya. ada yang aneh antara kamu sama pak Bimo," ucap Sita penuh selidik.
"Apaan sih, gak ada yang aneh," kata Ratih.
"Bener nih gak ada yang aneh." Sita menyelidik mata Ratih.
"Bener Sit," ungkap Ratih dwngan malu.
"Bener, bener apanya! Tuh pipimu beda jawabannya."
"Hah ... emang pipiku kayak gimana Sit?"
"Kaya tomat busuk. Bau-bau kebohongan," ucap Sita membuat keduanya tertawa dengan sangat lepas.
"Ada-ada aja kamu Sit," ucap Ratih.
"Ayo, cerita cepat!" Sita mengangkat kedua alisnya guna meneliksik sahabatnya.
"Kepo ah."
"Yeeay awas aja ya, tar kalo kamu minjem uang gak akan aku kasih loh," canda Sita.
"Hahaaa ... jahat amat kamu, Sit."
"Biarin."
"Jangan dong!"
"Pokoknya, gak akan, titik."
"Eummm, ya udah de iya aku cerita," ucap Ratih terpaksa.
Ratih pun menceritakan semua yang terjadi padanya dan Pak Bimo.
Alhasil Sita pun kaget setengah mati.
"Aapaaa! Jadi kamu dan pak Bimo jadian Rat." dengan nada tinggi Sita pun meluapkan kekagetannya.
"Suttt! Pelan-pelan, ini rumah sakit, loh."
"Sumpah aku kaget." Sita pun mengecilkan volume suaranya. "Kok bisa, Rat."
"Kamu ingat pertama kali aku tabrakan sama pak Bimo, waktu name tag kamu hilang?" tanya Ratih.
"Iya." Sita mengangguk.
"Entah kenapa aku jadi sering nabrak dia, loh."
"Apa! Hahaha ... kok bisa, ya," ucap Sita.
"Disitu aku sering dihukum buatin kopilah, inilah, itulah, biar kapok katanya," jelas Ratih.
"Eh pas setelah itu aku masih aja jatuh kesandung depan dia. Alhasil badanku nindih dia, dan bibirku spontan nempel di bibirnya Sit. Duh, aku malu banget waktu itu."
"Entah kenapa sejak itu aku jadi deg-degan klo ketemu bos, sampe akhirnya setiap hari bos ngajakin aku makan bareng, dan akhirnya dia nembak aku Sit."
"Gila! Gila! kok aku bisa gak tau Sih."
"Ya 'kan kamu sibuk jalan sama Dino, Sit."
"Oh Ya Allah, sekarang aku ngerti, jangan-jangan lembur cuma alasan kamu aja, sebenernya kamu jalan sama pak Bimo 'kan?"
"Ratih hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya. Dengan pipi yang mulai memerah."
"Cieeeee ... seneng banget dengernya. Seorang big bos, gitu! Kegaet admin gudang yang bohay dan cerewat," canda Sita.
mereka pun tertawa bersama. Dan saling berpelukan.
"Semoga langgeng ya Rat, terus hubungan kalian sampe ke pelaminan, dan jadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah," ucap Sita.
"Aamiin."
"Oh. ya. Kamu sama Dino apa kabar? Apa dia sudah bisa buktikan sesuatu tentang perempuan itu?" tanya Ratih.
Sita mencoba menghela nafas.
Sita menceritakan kejadian kemarin dirumah.
"Apa! perempuan itu berani datang kerumah! Dasar muka dua." Ratih geram.
"Kita tidak bisa menghakimi dia begitu saja, semua itu hanya praduga Dino, dan bahkan aku sendiri tidak tau harus percaya pesan itu atau suamiku," ucap Sita lirih dan mulai berkaca-kaca.
"Hidupku serasa digantung. Kamu tahu Rat? Karna mimpi setelah istikharoh malam itu, karna senyum di bibir seluruh keluargaku, bahkan getaran surat Alfatihah yang Allah berikan padaku. Terlepas dari Cinta, atau tidak cintanya aku pada suamiku, aku berharap bisa menata kebahagiaan bersamanya."
Sita pun mulai meneteskan airmata dan melanjutkan bicara, "Akan tetapi, apa yang di lakukan perempuan itu? Bahkan belum sempat aku menata kebahagiaanku ia sudah menghancurkannya." Tangis Sita pun pecah.
Seketika Ratih langsung memeluknya.
Tak terasa Ratih yang ikut meneteskan air mata pun sudah terisak merasakan kesedihan sahabatnya.
Keduanya pun saling mengeratkan pelukannya. Terjadi agak begitu lama. Namun, kemudian mereka melepaskan pelukannya.
"Perlu kamu tahu Rat, Sampai sekarang aku belum bisa memberikan Dino haknya," ucap Sita pelan, kedua tangan yang terus mencoba mengeringkan air mata di pipinya.
"Apa! Bagaimana bisa? Apa Dino tidak kecewa?" tanya Ratih.
"Tidak, aku rasa Dino memahamiku. Hanya saja aku tidak tau sampai kapan Dino tidak marah padaku, karena hasratnya yang terus tertunda."
"Ya Allah Sit, semoga Allah segera sembuhkan luka hatimu." Doa Ratih.
"Cobalah untuk membuka hati, Kalo menurut aku Sih Dino gak bohong," lanjut Ratih bicara mencoba meyakinkan Sita.
Tak disangka di luar pintu kamar Dino telah berdiri lama, mendengarkan keluh kesah sang istri, yang hidupnya seraya digantung tak berdaya. Diantara kebimbangan hatinya, wanita itu mencoba untuk kuat dan bijaksanan. Namun, dibalik semua itu ada hati yang begitu membatin dan rapuh.
Tak terasa Laki-laki bertubuh ideal itu pun berkaca-kaca dan meneteskan air mata.
Dino langsung menyeka air matanya. Dan mengetuk pintu. Kemudian masuk.
"Eh Dino, bawa apa tuh? Makanan enak bukan sih? aku laper nih," ucap Ratih.
"Otaknya sama makanan terus kamu, Rat," ucap Sita.
Dino mengukir senyumnya.
"Iyalah, dari kemaren disini dikasih bubur terus. Kayak bayi," keluh Ratih menghadirkan tawa dari ketiganya.
Dino pun mengeluarkan kotak makanan yang dibawanya. Lalu, dimakannya bersama Sang istri dan juga Ratih.
Malam pun semakin larut, Sita yang sudah berganti pakaian, melaksanakan shalat magrib dan isya.
Ratih pun tampak sudah terlelap tidur, sehabis minum obat yang diberikan suster.
Karna takut mengganggu Ratih yang sedang tidur. Sita yang belum merasa ngantuk pun pergi ke luar mencari udara segar ditemani sang suami.
Mereka pun duduk di bangku taman rumah sakit, ditemani semilir angin malam yang dingin, dengan pemandangan langit yang indah diterangi sinar rembulan dan dihiasai ribuan bintang. Mereka pun terbuai dalam keindahan alam semesta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Author SUPERSTAR
Sampulnya bagus banget kak
2022-11-24
2
Xiaomi Redmi 4a
Ayolah semoga segera hadir yg namanya cinta
2022-11-22
3
Anna Malik
nungguin up.. 💜
2022-11-09
3