Kamelia melebarkan matanya, dia berusaha melepaskan diri dari cengkraman Alan di pinggangnya, "lepaskan aku Alan!" pekik Kamelia dengan mata menyorot tajam.
Bukannya melepaskan cengkeramannya, pandangan Alan malah terpaku pada belahan bibir Kamelia yang terus merutukinya, "Alan sadarlah, kamu ingat dengan perjanjian kita. Kita tidak akan pernah saling jatuh cinta satu sama lain, sampai pernikahan ini selesai."
"Aku ingat semuanya Lia tapi apa daya-ku, kau yang selalu menggodaku dengan pakaian-pakaian minim yang kau kenakan. Aku pria normal Lia, kau yang bilang Alan tolong bersikap normal lah seperti layaknya pria dewasa, dan sekarang inilah hasilnya. Aku melakukan apa yang kau katakan."
"Kau sepertinya harus membersihkan otakmu Alan, lepaskan aku!" Kamelia meronta berusaha melepaskan diri.
"Tidak mau!" Alan semakin mengeratkan pelukannya.
"Lepaskan aku Alan ini tidak benar!"
"Dimana letak ke-tidak benarannya Lia, aku suami-mu hubungan kita sah di mata hukum dan agama. Ini tidak akan menjadi sebuah dosa jika aku menggauli-mu!"
Plak... Satu tamparan mendarat mulus di pipi Alan. Membuat dia melepaskan cengkeramannya di pinggang Kamelia, "semoga tamparan ini menyadarkan kamu Alan, sudah aku bilang sebelumnya hubungan kita hanya pura-pura, kau bisa meminta apa pun dariku, aku bisa membantumu mendapatkan hati keluargaku, aku bisa membantumu mendekati adikku. Tapi untuk diriku kau tidak bisa Alan, sudah ku bilang jangan pernah, jangan sampai kau memiliki perasaan terhadapku, aku tak layak!" Ucap Kamelia setengah berteriak, matanya menyorot tajam campuran antara kemarahan dan tak berdaya nampak jelas di matanya.
"Kenapa Lia, bisakah kamu katakan alasannya? Mengapa kamu bilang dirimu tak layak, dimata-ku kau wanita yang sempurna, kau cantik, baik, kau istri yang patut di banggakan, bagiku takkan ada wanita yang cocok untuk menjadi istriku selain dirimu."
"Hentikan Alan, tolong! Kita akhiri perbincangan ini disini saat ini juga, aku tidak ingin membahas ini di kemudian hari, aku menolak keinginan-mu Alan, hubungan kita masih akan sama seperti sebelumnya. Aku anggap ini tak pernah terjadi, mengenai perasaanmu, aku yakin itu hanya perasaan semu, setelah kita kembali aku akan mengundang Clara datang lebih sering ke-rumah kita, agar kau bisa lebih dekat dengannya."
"Terserah apa yang ingin kau lakukan Lia, tapi aku yakin apa yang aku rasakan untukmu itu adalah cinta, aku yakin suatu hari aku bisa membuat hatimu luluh dan menerima cintaku." Tegas Alan.
Kamelia berdecak kesal, lantas berlalu, dia masuk kedalam kamar dan mengunci pintu, 'Kenapa Alan, kenapa kau harus jatuh cinta padaku? Aku harus bagaimana sekarang, jika kau tahu aku adalah wanita yang telah hancur apa reaksi-mu nanti? Jika kau masih tetap kekeh ingin kita menjalankan pernikahan yang sesungguhnya, mungkin jalan satu-satunya adalah menceritakan kebenarannya padamu.'
Alan menatap Kamelia yang membanting pintu tepat di depan matanya, 'Apa aku sudah di tolak?' Alan tersenyum miris.
'Tak apa Lia, aku yakin perlahan tapi pasti aku akan membuatmu menerima diriku sepenuhnya.'
Alan membaringkan tubuhnya sambil menatap langit-langit kamar, menatap sepasang cicak yang di mata Alan mereka tampak seperti sedang bermesraan, bunyinya seolah tengah menertawakan kesepiannya.
"Bangsat lu, elu ngetawain gue? Gue goreng lu mau?" Alan merutuki cicak itu yang langsung ngibrit sembunyi di sudut langit-langit kamar.
"Sebetulnya apa alasan Lia tidak ingin menikah? Apa ada seseorang yang membuat dia trauma atau sebaliknya, atau ada pria yang dia cintai hingga sulit dia lupakan?" Kata-kata terakhir yang keluar spontan dari mulut Alan membuat hatinya seketika di dera rasa cemburu.
"Aku harus mulai menyelidiki rahasia apa yang Lia sembunyikan dariku dan semua orang."
Keesokan harinya, perang dingin antara Kamelia dan Alan pun tak bisa di hindarkan, Kamelia mendiamkan Alan seolah Alan tak ada di ruangan itu, dia makan sarapannya seperti biasa, namun dengan bibir bungkam seolah pita suaranya telah lenyap dari kerongkongan.
"Lia, kita mau pergi kemana hari ini?" Alan bertanya mencoba mencairkan suasana bak di kutub utara ini. Ternyata beginilah kemarahan seorang Kamelia, yang menurutnya lebih menyeramkan dari pada hukuman dari guru di sekolah dulu.
"Kita akan pulang hari ini, liburannya sudah cukup!" Kamelia beranjak sambil membawa piring bekas makannya lantas mencucinya.
"Kenapa pulang? Bukankah masih banyak tempat yang belum kita kunjungi?" Alan mendongak melempar tatapan penuh tanya.
"Kalau kau masih ingin tetap disini tinggalah, tapi aku akan pulang hari ini." Kamelia bersikukuh.
"Apa ini karena kata-kata ku semalam?" Alan bangkit dari duduknya.
"Pekerjaanku banyak, jadi aku tidak bisa lama-lama tinggal disini kasian Papah kalau menangani perusahaan sendirian." Dalih Kamelia.
Alan menghela napas berat, "baiklah aku ikut pulang juga."
"Terserah!"
Alan dan Kamelia pun berpamitan, Mang Ujang nampak terkejut bukankah dia di beritahu jika Alan dan Kamelia akan tinggal seminggu di tempat itu, tapi ini baru hari ke-tiga dan mereka sudah akan pulang, sebenarnya ada apa? Tentu saja pertanyaan itu hanya tertahan di benak Mang Ujang, dia tak berani bertanya pada sepasang pasutri itu. Namun satu hal yang Mang Ujang tangkap dari gelagat keduanya, mereka nampaknya tengah perang dingin.
Mang Ujang menepuk pundak Alan pelan, lantas berkata, "Den Alan, Neng Kamelia itu wanita yang baik, hanya saja dia agak keras kepala dan suka memendam perasaannya. Dia sulit bergaul dengan orang baru, namun saat dia sudah menyayangi seseorang dia akan memberikan segalanya tanpa batas pada orang itu, jadi Mamang mohon bersabarlah sedikit jika menghadapinya." Alan tersenyum seraya mengangguk.
"Iya Mang, Alan akan ingat. Saya dan Lia pergi dulu ya Mang, lain kali kita akan datang lagi." Mang Ujang mengangguk sambil tersenyum. Dia melambaikan tangan dan Alan pun membalas dengan hal yang sama.
Sepanjang perjalanan kali ini Kamelia hanya bungkam, saat Alan mencoba bicara dengannya pun Kamelia tetap diam, "Lia aku mohon jangan mendiamkan ku seperti ini." Akhirnya Alan buka suara karena tak tahan di abaikan.
'Seharusnya sejak awal sikapku padamu begini Lan, kita lebih baik menjauh dari pada perasaan yang terbentuk semakin besar, lubang dalam hatiku birakan selamanya tetap begini, aku tak ingin ada yang mengisinya apa lagi dirimu. Kau terlalu baik untukku, kau pantas mendapatkan wanita yang sempurna, bukan wanita seperti diriku yang sudah penuh dengan noda.'
"Lia ku mohon bicaralah, kau boleh memarahiku, memakiku atau apalah, tapi biacaralah. Aku tidak suka dengan kediamanmu ini." Ucap Alan dengan tatapan putus asa, dia bingung harus dengan cara apa dia membujuk Kamelia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments