Kamelia tengah bekerja di ruangannya, dia berjibaku dengan lembaran kertas dan layar laptop yang menyala sepanjang waktu. Namun, dering telpon mengalihkan atensi wanita itu, tanpa melihat siapa sang penelpon, Kamelia mengangkatnya.
"Halo!?" ujarnya dengan mata masih terfokus pada layar laptop.
[Lia ini aku.] Ujar Sang penelpon membuat kening Kamelia berkerut.
"Maaf, aku tidak mengenal orang bernama "Aku" jadi jika anda tidak punya kepentingan, saya tutup telponnya!" Tegas Kamelia, dia orang yang paling malas berbasa-basi.
[Aku, Susan.] Kamelia mengerjapkan mata disertai helaan napas jengah, dia lantas menyeruput cangkir berisi cairan kecoklatan tersebut.
"Apa mau mu?" tanya Kamelia, tentu saja dia bukannya tidak mengenali suara sahabat baiknya dulu saat dia kuliah di Amerika.
[Bisakah kita bertemu hari ini? Ada yang ingin aku bicarakan denganmu.] Ujarnya setengah memohon.
"Maaf, aku sangat sibuk! Mungkin lain waktu." Kamelia mengakhiri sambungan telpon secara sepihak.
Jujur Kamelia masih merasa marah pada Susan atas apa yang telah dia lakukan. Dulu Kamelia dan Susan adalah teman baik, mereka bahkan tinggal bersama di apartemen milik Kamelia. Susan terlahir dari keluarga kelas menengah namun punya otak yang cerdas, hingga dia mendapat beasiswa untuk belajar keluar Negri. Di-sanalah mereka saling mengenal dan semakin dekat satu sama lain, bahkan Kamelia tak segan mengatakan hal pribadinya pada Susan, hingga hampir tak pernah ada rahasia di antara dua orang sahabat ini.
Suatu hari, Kamelia berpacaran dengan Stevan dan tentu saja itu semua Ia ceritakan pada sahabat karibnya, tentang betapa romantisnya Stevan, dan begitu tampannya dia, Susan selalu menjadi pendengar yang baik terkadang dia juga memberi nasihat pada Kamelia untuk tidak terlalu mencintai seorang pria dengan sepenuh hati, atau kau akan sakit hati. Seolah dia sudah memberi pertanda akan terjadi sebuah peristiwa.
Saat malam Anniversary pacaran mereka yang ke tiga tahun, Kamelia mendatangi apartemen Stevan tanpa memberitahunya, dia ingin memberi Stevan kejutan dengan memasak masakan favorit mereka, tentu saja dengan mudah Kamelia bisa masuk apartemen Stevan karena dia tahu password-nya.
Setelah semua makanan siap di meja makan, Kamelia kembali mematikan lampu-lampu hingga ruangan menjadi gelap gulita, Kamelia sengaja melakukan itu agar kejutannya semakin terasa. Kamelia memutuskan untuk berdiam diri di ruang belajarnya Stevan, ruangan ini yang dia bilang paling jarang Ia datangi, karena Stevan tipe laki-laki yang sedikit pemalas dan suka keramaian, jadi saat banyak tugas dia lebih suka mengerjakannya bersama-sama dengan Kamelia atau dengan teman-temannya. Lama Kamelia berada di sana, hingga tanpa terasa kantuk pun menghampirinya.
Seketika Kamelia terbangun, entah berapa lama dia tertidur, dia menatap jam yang melingkar di tangannya, waktu telah menunjukan pukul 21:15 PM. Kamelia bangkit lantas keluar dengan langkah pelan, seluruh ruangan nampak masih gelap, itu tandanya sang pemilik masih belum kembali, Kamelia mengusap dadanya merasa tenang.
Saat dia hendak berjalan menuju arah dapur tiba-tiba suara lenguhan seorang wanita tertangkap di indra pendengaran Kamelia, seketika bulu-bulu di kulit Kamelia meremang, dia mengedarkan pandangan ke-sembarang arah, apa mungkin apartemen Stevan ini ada hantunya? Pikir Kamelia. Namun, suara lenguhan dan ******* itu kini bertambah, suara laki-laki dan perempuan yang bersahutan.
Deg...! Perasaan Kamelia bercampur aduk, dia mengikuti asal suara tersebut, yang ternyata berasal dari kamar Stevan. Degupan jantung Kamelia semakin cepat namun langkahnya kian memelan, dia sangat takut apa yang ada dalam pikirannya terbukti nyata. Dengan tangan gemetar, Kamelia mendorong pintu kamar yang tak tertutup rapat itu hingga terbuka sepenuhnya.
Deg...!
Jantung Kamelia seolah di hantam batu besar, degupannya terhenti sejenak, napasnya tak beraturan, melihat hal yang paling Ia takutkan terpampang nyata di depan mata. Stevan tengah berhubungan intim dengan seorang wanita dengan keadaan bertelanjang bulat.
"Stevan!" Jerit Kamelia dengan api kemarahan yang berkobar di matanya. Seketika lenguhan kenikmatan yang keluar dari mulut mereka terhenti, adegan itu buyar seketika. Stevan menoleh dengan wajah pias, sedang wanita yang Ia tunggangi, mengubur diri dalam selimut.
Plak...!
Satu tamparan mendarat mulus di pipi Stevan, "dasar bajingan! Beraninya kau melakukan hal ini dengan wanita lain, apa kurangnya aku Stevan?" Kamelia menangis histeris, Stevan hanya bisa diam dengan pandangan menunduk.
Kamelia beralih menatap gundukan selimut berisi Pelakor tersebut, dia menarik selimut itu dengan kasar, hingga dia dapat melihat tubuh telanjang seorang wanita berkulit mulus dengan warna kuning Langsat.
"Susan!" Cicit Kamelia, yang mengenali bentuk tubuh sahabatnya itu. Kamelia dan Susan sudah tinggal bersama selama lebih dari tiga tahun, hingga dia dapat mengenali Susan walau hanya melihat helaian rambutnya sekali pun.
"Li-lia, a-aku--,"
Plak...! Satu tamparan mendarat pula di pipi Susan, hingga sudut bibir wanita itu pecah dan mengeluarkan cairan kental berwarna merah.
"Lia, apa yang kau lakukan?" Stevan mendorong Kamelia menjauh dari ranjang, hingga membuat tubuhnya limbung dan punggungnya menabrak dinding.
"Seharusnya pertanyaan itu yang aku tanyakan padamu? Apa yang kau lakukan?" Kamelia pergi sembari membanting pintu dengan kasar, dia berjalan setengah berlari, dia menyambar tasnya lantas berlalu keluar.
Di saat kemelut di hatinya tengah bergejolak kabar paling mengejutkan di dapatinya, Kamelia hamil dan itu anak Stevan. Kamelia yang tadinya hendak mengakhiri hubungan nya dengan Stevan, terpaksa harus mengemis kembali perihal hubungan mereka.
"Evan, aku hamil kamu harus bertanggung jawab!" tuntut Kamelia.
"Hamil, anak siapa?" Pertanyaan itu yang malah keluar dari mulut Stevan.
"Tentu saja anak kamu, kita sudah beberapa kali melakukan hubungan intim tanpa pengaman, apa kau tidak ingat? Stevan, kamu harus menikahiku jika tidak aku bisa di gantung hidup-hidup oleh orang tua ku, kalau mereka tahu aku hamil!"
"Itu tidak mungkin, masa depanku akan hancur jika aku menikah muda. Mengapa kau tidak gugurkan saja anak itu? Masa depan ku aman, begitu pun dirimu. Lagi pula, kita melakukannya untuk memenuhi kebutuhan kita, aku tak berniat menikahimu."
Perkataan yang keluar dari mulut Stevan membuat Kamelia syok, matanya menatap tak percaya, dia benar-benar tak menyangka pria yang paling Ia kagumi dan cintai selama ini ternyata berhati busuk.
"Kita putus saja Kamelia, perasaanku untukmu telah berakhir, Susan lebih menggoda bagiku." Stevan tersenyum smirk.
"Dasar bajingan, aku tak akan pernah memaafkan mu!" Kamelia mengangkat tangan hendak menampar Stevan namun Stevan menangkap lengan Kamelia, hingga tangannya tertahan di udara.
"Jangan bersikap kurang ajar, jika aku bilang hubungan kita telah berakhir, maka itu berakhir dan kau harus menerimanya!" Stevan menghempaskan lengan Kamelia hingga tubuh gadis itu terdorong kebelakang dan punggung bagian bawahnya membentur ujung meja.
Aah, pekik Kamelia, saat itu pula darah segar merembes dari kedua belahan pahanya, membuat Ia menjerit histeris, "a-apa yang terjadi?" Stevan nampak panik, bukannya menolong Kamelia dan membawanya ke-rumah sakit, dia malah meninggalkan wanita itu sendiri di basment yang tak terjamah orang-orang.
"Sialan kau Stevan keparat! Lihat saja, suatu hari aku akan membalas semua yang telah kau lakukan padaku!" Dengan mencengkram perutnya yang teramat sakit, Kamelia berjalan tertatih-tatih berpegangan pada dinding untuk berjalan keluar dan pergi ke-klinik.
Kamelia mendesah pelan, hatinya masih saja sakit saat mengingat semua kejadian itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Shinta Dewiana
waduh tragis banget hrs di balas tuntas ni...
2023-03-31
1