Alan dan Clara saling melempar pandang, berdiskusi lewat telepati, "emh, bang Alan bilang mau liat-liat kamar Kakak, jadi aku bawa dia kesini." Clara melempar kesalahan pada Alan.
'Lah, ko jadi gue? Orang tadi dia yang ngajak.' Alan memberengut kesal seraya melempar pandang aneh pada Clara.
Clara hanya nyengir kuda tanpa rasa bersalah, "kalian gak ngelakuin hal-hal aneh kan di tempat ini?" Kamelia mengedarkan pandangan ke-sembarang arah mencari suatu kejanggalan yang mungkin tersembunyi di kamar ini.
"Hal aneh paan sih Kak, jangan ngadi-ngadi deh." Clara menepisnya segera, tak mau di tuding yang tidak-tidak oleh Kakaknya. Namun sebetulnya pertanyaan itu lebih terarah pada Alan, pasalnya Kamelia tahu perasaan yang dimiliki Alan untuk Clara.
"Bang Alan saksinya, kami hanya melihat-lihat isi kamar Kakak." Tambah Clara meyakinkan.
"Ya sudah, lain kali minta izin-lah dulu. Walau bagaimana pun kamar ini dulunya milikku, banyak barang-barang pribadiku yang tersimpan di kamar ini." Ujar Kamelia dia hendak berlalu, namun perkataan Clara menghentikan niatnya.
"Kakak ko gitu sih, bang Alan kan suami Kakak dia berhak mengetahui masa-lalu Kakak, kenapa Kakak bilang gitu." Tegur Clara.
Kamelia melempar pandang pada Alan, "masa-lalu tidak akan pernah bisa berubah meski kau mengetahuinya atau tidak. Masa-lalu setiap orang tidak selalu indah Clara, ada baiknya sebuah rahasia tetap menjadi rahasia." Clara berdecak kesal.
"Terkadang rasa sakit akan terasa ringan, jika kau membaginya Kak. Hidupmu tidak sendiri sehingga kau harus menelan semuanya seorang diri." Clara berlalu lebih dulu meninggalkan Alan dan Kamelia berdua di ruangan itu.
Alan menatap Kamelia dengan pandangan datar, "tahan keinginan mu Alan, ini di rumah orang tuaku." Perkataan Kamelia membuat alis Alan saling bertautan.
"Apa aku orang seperti itu dimata-mu Kamelia?" Kamelia hanya diam tak menjawab.
Hmph, Alan mendengus seraya berlalu. Dia menyembunyikan album foto itu di balik bajunya. Kamelia mengikuti langkah Alan di belakangnya, namun tiba-tiba Alan memelankan langkahnya, hingga kini langkah mereka saling beriringan, "jangan sampai orang tua kita tahu, kita sedang perang dingin. Nanti mereka curiga." Bisik Alan, dia memeluk pinggang Kamelia tiba-tiba membuat wanita itu amat terkejut.
"Alan apa yang kau lakukan?" Kamelia melotot tajam, suaranya ia tekan serendah mungkin.
"Kalau berakting itu harus totalitas, jangan setengah-setengah, aku hanya mengikuti arahan-mu dulu." Balas Alan enteng.
"Tapi, gak seperti ini juga." Tegur Kamelia yang merasa risih dengan perilaku Alan.
"Shut! Diamlah, orang tuamu ada di depan kita." Alan dan Kamelia menuruni tangga secara bersamaan, walau merasa risih Kamelia tetap membiarkan Alan melingkarkan lengan di pinggangnya.
Alan menarikan kursi untuk Kamelia duduk, lantas dia sendiri, perlakuan Alan yang sangat lembut terhadap Kamelia mengundang pujian dari kedua orang tua Kamelia, 'Cih, jadi ini maksudnya. Pintar juga dia, hanya dengan melakukan hal kecil begini dia sudah mendapat simpati kedua orang tuaku.'
"Lia, Alan, kapan kalian akan memberi kami cucu?" celetuk Nyonya Darmawan, membuat perhatian seketika terfokus pada pasutri itu.
"Secepatnya Mah, kami sedang berusaha, benarkan Lia?" Alan tersenyum meminta pendapat.
'Heh, kalau dia sudah masuk kedalam peran, aktingnya lumayan juga.' Batin Kamelia.
"Benar Mah, kami masih berusaha. Punya anak tidak semudah yang di bayangkan."
"Usaha kalian belum maksimal kali, coba kalian habiskan waktu bersama lebih banyak, misalnya ambil cuti dan pergi liburan, btw kalian belum pergi honey moon kan? Kenapa gak kalian pakai momen ini untuk memulai program kehamilan!" Usul Nyonya Darmawan, membuat Kamelia seketika memandang Alan meminta dia mencari alasan untuk menolaknya.
"Boleh juga Mah!" Ucap Alan antusias, membuat Kamelia seketika tersedak.
Uhuk...Uhuk...
"Astaga pelan-pelan makannya sayang, ini minum dulu." Alan memberi Kamelia segelas air putih dan membantunya minum. Alan tak menggubris pandangan Kamelia yang menusuk matanya.
"Menurut kamu tempat apa yang cocok untuk honey moon, Clara?" Mamah melempar pertanyaan pada Clara, membuat gadis itu berpikir keras.
"Mamah Please, aku gak punya waktu untuk acara seperti itu. Itu hanya membuang-buang waktu dan uang." Kamelia berusaha menolak rencana itu agar gagal.
"Tenang Lia, kamu tidak perlu mengeluarkan uang untuk perjalanan ini, Papah akan menjadi sponsor utamanya." Tuan Darmawan menepuk dadanya dengan bangga.
'Oh sial!'
Alan tolak ini! Kamelia memberi kata lewat isyarat, namun nampaknya Alan tak mengerti sama sekali.
"Bandung kayanya pilihan yang cocok Mah, selain tempatnya sejuk banyak kawasan wisata yang bisa Kakak dan Bang Alan kunjungi, dan kebetulan kita punya Vila juga disana." Clara mengusulkan.
"Betul, Bandung! fix kalian akan pergi kesana, kami punya Vila di salah satu kawasan wisata kebun teh disana, tempatnya Indah dan sejuk ada sumber air panas juga disana, asli Alan pasti suka." Nyonya Darmawan bicara dengan antusias.
"Wah, pasti sangat menyenangkan, benarkan Lia?" Alan minta pendapat, yang hanya diberi tatapan tajam oleh wanita itu.
"Kenapa Lia? Kamu gak suka Bandung? Bukannya kamu paling suka tempat itu, kamu pernah bilang kalau kamu ingin sekali menetap disana."
"Gak ko Mah, aku suka. Aku dan Alan akan pergi kesana." Kamelia mau tak mau menyetujui permintaan Mamahnya yang setengah memaksa.
"Bagus kalau begitu, kapan kalian akan berangkat?"
"Tunggu urusan kantor selesai Mah, aku dan Papah sedang menangani proyek baru, di tambah sebentar lagi anniversary perusahaan kantor sangat sibuk." Dalih Kamelia.
"Pah bener itu?" Tanya Nyonya Darmawan memastikan.
"Emh, ya begitulah Mah!" Tuan Darmawan tak bisa mengelak.
"Ya sudah, tunggu sampai urusan kantor selesai, kalian pergilah kesana."
Perjalanan pun di pastikan setelah acara anniversary perusahaan keluarga Darmawan diadakan.
Kamelia dan Alan berpamitan hendak pulang, mereka berjalan menuju mobil Kamelia yang terparkir di depan rumah, "Lia biar aku yang nyetir," pinta Alan.
"Bukannya kamu trauma? Sebaiknya jangan Alan." Kamelia melempar pandang takut.
"Gak papa, kalau aku gak melawan rasa trauma aku, sudah di pastikan aku gak bisa nyetir lagi selamanya, yang bikin aku sendiri susah kemana-mana." Jawab Alan sembari masuk dan duduk di balik kemudi.
"Ya sudah, tapi hati-hati." Kamelia mengikuti Alan masuk dan duduk di kursi penumpang.
Alan tampak komat-kamit sebelum mobil di jalankan, mungkin dia berdoa agar diberi kekuatan dan keselamatan sampai tujuan. Mobil perlahan melaju di jalanan, terlihat wajah Alan nampak tegang, keringat dingin membanjiri pelipis hingga wajahnya.
"Santai Lan, jangan tegang tapi harus tetap fokus." Kamelia memberi arahan, saat Alan hampir menabrak pengendara sepeda motor Kamelia menyentuh lengan Alan membuat pria itu menginjak rem seketika.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments