Alan sontak menoleh, "ko kamu tahu?" Entah mengapa saat melihat stand gula kapas tadi dia teringat akan perkataan Kamelia.
"Tahu lah, yang paling suka makanan manis di rumah itu Kakak!" Clara mengeluarkan gumpalan gula kapas tersebut dari wadahnya dan sedikit menggigitnya, dia mengernyit, sebetulnya Clara tak terlalu menyukai makanan manis, namun karena ini pemberian Kakak Iparnya dia terpaksa harus memakannya.
"Kalau kamu?" Alan bertanya, mereka mengobrol sambil berjalan santai.
"A--ku suka, tapi ya... Aku lebih suka makanan ringan sih, ke keripik ciki-ciki gitu, pokonya yang gurih-gutih gitulah Bang." Alan mengangguk-anggukan kepalanya, satu pengetahuan tentang Clara Ia temukan.
"Eh, aku ko malah curhat sih," Clara terkekeh sendiri.
"Gak papa santai aja."
"Eh Bang, kita udah jalan jauh loh ini juga udah sore banget, kayanya aku harus pulang, noh ada taksi." Clara menghentikan taksi yang kebetulan lewat di depan mereka.
"Abang pulang naik apa?" Alan menggeleng pelan.
"Ya udah kita bareng aja, eh tapi kita gak searah ya." Clara menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Udah gak papa, kamu pulang duluan aja aku nunggu taksi lain lewat."
"Eh, beneran gak papa Nih Bang?"
"Gak papa, gih naik, kasian Pak sopirnya kelamaan nunggu. Pak titip sampe rumah ya, awas jangan di turunin di tengah jalan." Clara tertawa mendengar perkataan Alan.
"Enggak lah Mas, masa ia saya turunin penumpang di tengah jalan, kalau ke tabrak gimana."
Alan tertawa, "eh si bapak bisa aja."
Taksi yang Clara tumpangi melaju cepat, kemudian hilang dalam sekejap terhalang mobil lain, Alan tersenyum senang, dia akan menganggap hari ini hari yang paling bersejarah dalam hidupnya, setelah lima tahun menyukai Clara baru kali ini dia bisa mengobrol berdua dengannya.
Alan ingat saat dulu dia masih kuliah dan Clara duduk di bangku SMA kira-kira dia masuk tahun pertama. Alan yang sering pulang pergi menggunakan sepeda motor untuk kuliah, tiap hari melewati sekolah tempat Clara menimba ilmu, dari situlah dia jatuh cinta pada pandangan pertama pada gadis itu, namun Alan hanya bisa memandangnya dari kejauhan, dia tak punya keberanian hanya untuk sekedar menyapa sekali-pun, bukan karena dia Insecure namun lebih ke tidak bisa berkata-kata, itulah Alan. Dia tidak ingin mengalami yang namanya patah hati karena di tolak, jadi dia hanya mengawasi Clara dari kejauhan. Ketika Alan sudah punya keberanian untuk mengajak Clara berkenalan, ternyata Clara sedang menunggu pacarnya untuk berkencan. Pupus sudah harapan Alan.
"Sial, gak ada taksi lewat lagi. Mana udah gelap." Alan menatap jam yang melingkar di tangannya. Waktu sudah menunjukan pukul 19:00 WIB.
Tiba-tiba Alan terpikir dengan aplikasi ojek online, lupa sudah dia soal aplikasi berwarna hijau itu, "kenapa gue gak kepikiran naik ojek ya." Alan menepuk jidatnya sendiri.
Setelah beberapa saat ojek yang Ia pesan pun sampai, Alan pun pulang.
Sesampainya di rumah, Alan memencet bel, namun Kamelia tak kunjung membukanya, dia pencet beberapa kali lagi karena dia mulai tak sabar, "kemana sih dia?" keluh Alan.
"Lia, buka pintunya!" Teriak Alan gak kira-kira, "Lia! Aku Alan! Kamu denger gak?" Alan terus berteriak sambil mendongak menatap loteng rumahnya.
"Mas, bisa gak jangan teriak-teriak, kalau ada masalah selesain secara baik-baik. Anak saya kan jadinya bangun karena denger suara teriakan mas nya." Tegur tetangga sebelah yang merasa terganggu dengan teriakan Alan.
"Eh, ma-maaf Mbak, tapi saya gak berantem ko. Saya udah teken bel tapi istri saya gak buka pintu, mungkin dia gak denger, sekali lagi saya mohon maaf." Wajah Alan merah karena malu.
Ceklek... Pintu pun terbuka, menampakan Kamelia yang di balut dengan handuk kimono dan rambut yang di lilit dengan handuk.
"Gimana jalan-jalannya, seru?"
Alan menerobos masuk dengan wajah muram, "eleh Nih anak, kenapa lagi dia?" Kamelia kembali menutup pintu dan menyusul Alan masuk ke dalam.
Alan menghempaskan diri di sopa, dia melonggarkan dasi di lehernya, melepas sepatu yang ia pakai dan melemparnya ke sembarang arah, sabuk yang melingkar di pinggangnya pun tak lepas dari gerak tangannya.
Kamelia melipat tangan di dada, menatap heran pada sikap Alan, "kamu kenapa sih? Clara gak respon kamu? Jelas lah, sekarang status kamu masih suami aku Lan, kamu harus sabar, jangan terburu-buru."
"Bukan itu," Alan masih manyun.
"Terus, apa dong?" Kamelia duduk di samping Alan bersiap mendengar ceritanya.
"Aku di tegur tetangga tadi, karena kamu kelamaan buka pintunya."
"Lah ko bisa? Kamu ngapain emang?" Kamelia menatap penuh tanda tanya, pasalnya dia sama sekali tak mendengar apa-pun karena telinganya di sumpal headset, dia mendengarkan musik sambil berendam aroma terapi tadi.
"Yakin kamu gak denger apa-apa?" Alan menatap curiga.
"Iya, aku lagi mandi sambil dengerin musik tadi. Pas keluar kamu udah berdiri sambil ngobrol sama Mbak Stella." Stella adalah tetangga sebelah mereka, dia memiliki dua orang anak yang satu umur tiga tahun dan yang satu sekitar lima bulanan kurang lebih ya, Kamelia tidak tahu berapa tepatnya umur anak-anak Stella.
"Jadi kamu gak denger bunyi Bel?" Kamelia menggeleng, "ya udah!" Alan berujar malas, dia bangkit dari duduknya dan hendak berjalan ke kamar.
"Eh Lan, ini gula kapas punya siapa?" tanya Kamelia antusias.
"Punya orang, tadi aku gak sengaja nemu depan rumah." Jawab Alan ngasal.
"Eh masa? Boleh buat aku gak?" teriak Kamelia sambil tersenyum.
"Terserah, toh bukan punya aku juga!" Alan menjawab setengah berteriak pula, karena saat ini dia sudah berada di kamarnya.
"Makasih Lan, aku makan ya."
"Aku bilang itu bukan aku yang beli, aku cuma nemu doang, ngapain pake terima kasih segala." Alan muncul sudah dengan pakaian rumahannya, yakni kaus oblong dan celana kolor.
"Ya gak papa dong, toh kamu yang bawa jadi ucapan terima kasihnya buat kamu aja." Alan hanya mendelik malas. Dia berjalan ke arah dapur, dia menyingkap tudung saji yang berada di atas meja. Ternyata masih ada makanan disana, Alan menarik kursi dan duduk di sana, dia mengambil piring kosong dan mulai mengisinya dengan nasi dan lauk pauk.
"Kamu gak makan diluar bareng Clara?" tanya Kamelia keheranan yang melihat Alan makan seperti orang kesetanan.
"Gak, aku lupa, lagian kalau pun inget aku mana berani," Jawab Alan jujur, "lagi pula kamu kan yang bilang kalau aku hanya boleh mendekatinya sewajarnya, mengingat hubungan kita saat ini adalah Kakak Ipar dan adik Ipar."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments