Benarkah cinta akan hadir karena terbiasa bersama? Hah, rasanya tidak mungkin. _Alan Geraldi
~*~
Alan dan Kamelia kembali ke rumah mereka, rumah minimalis yang mereka beli setelah pernikahan terjadi. Rumahnya memang tidak terlalu besar, hanya terdapat dua kamar, satu di lantai atas dan satu di bawah, satu ruang tamu berukuran sedang dan ruang keluarga dengan ukuran yang sama, serta dapur yang menyatu dengan ruang makan. Perabotannya pun tak banyak, memang sengaja dia buat seperti itu. Alan dan Kamelia hampir sama, selera mereka, apa yang mereka sukai dan apa yang tidak mereka sukai, seperti lukisan, hiasan dinding dan pot-pot bunga atau guci semacam itu hampir tak terlihat satu pun. Hanya satu yang terpajang di ruang tamu, foto pernikahan mereka, itu sengaja di letakan di dinding sana agar orang selalu melihat bahwa pernikahan mereka sempurna.
Kamelia berjalan membawa se-teko air putih menuju kamarnya, kebiasaannya terbangun di malam hari untuk minum, mengharuskannya selalu tersedia air di dekatnya. Tampak Alan, pria muda itu tengah asik menonton acara sepak bola di televisi, sesekali dia berteriak menyemangati pemain, atau mengomentari cara kerja pemain yang menurutnya kurang memuaskan.
"Alan, jangan teriak-teriak berisik, aku mau kerja." Pinta Kamelia.
"Tutup aja kupingnya pasti gak kedengeran." ujarnya dengan mata tetap fokus pada apa yang Ia lihat.
Eleh nih Anak, Kamelia menggerutu sembari berlalu. Suara Alan semakin menjadi-jadi, dia teriak-teriak, kadang mengutuk para pemain sepak bola yang bahkan tak mampu mendengar apa pun yang dia katakan. Kamelia mendesah kesal, pasalnya dia tak bisa fokus membuat laporan keuangan yang harus Ia kumpulkan besok, kepalanya sakit mendengar teriakan Alan dari lantai bawah.
Kamelia turun dengan tempo cepat, dia menyambar remote tivi yang teronggok di meja, lantas menekan tombol of berwarna merah, "Lia!" teriak Alan kesal, karena melihat acara bola yang Ia tonton kini hanya berupa layar hitam.
"Kamu tuh terlalu berisik Alan, aku lagi kerja dan aku gak bisa fokus karena suara teriakan kamu. Kadang marah-marah gak jelas pula, kalau sekiranya gak bermanfaat dan malah bikin kamu marah-marah gak jelas, darah tinggi naik, kepala orang juga jadi pusing, gak usah di tonton, mending kamu tidur gih!" Gerutu Kamelia panjang lebar, disertai petuah untuk sang suami.
Alan merasa terusik dengan kata-kata yang keluar dari mulut Kamelia, "Aku berisik? Aku udah bilang kamu tinggal tutup kuping, gampang kan!" Alan kembali menyalakan telvisinya, yang ternyata acara bolanya sudah berakhir.
"Sialan!" Ujarnya gusar, dia kembali mematikan televisi dan melempar remotenya ke sembarang arah. Kamelia melipat tangan di dada melihat kemarahan di wajah Alan yang perlahan memudar.
"Mau marah?" tanya Kamelia seolah menantang.
"Nggak," Alan berkilah, sembari membuang muka.
"Alan, sekarang ada orang lain yang tinggal satu atap sama kamu, jadi aku mohon jaga sikapmu. Aku tidak masalah dengan hobi-hobimu, terserah apa yang ingin kamu lakukan, tapi aku ingin kau melihat keberadaan ku juga." Kamelia seperti seorang guru yang tengah mengajar muridnya yang nakal.
"Ya maaf, tapi... Kamu juga harus menghargai aku, jangan berpakaian sembarangan di depan seorang pria dewasa." Gerutu Alan.
Kamelia tertegun, dia melihat tubuhnya yang hanya dibalut baju tidur tipis selutut dengan sehelai tali di masing-masing pundaknya, serta di bagian belahan dadanya tampak sedikit terbuka.
"Mesum!" Kamelia menoyor kepala Alan sambil terkekeh.
"Aku gak mesum, cuma laki-laki normal mana yang gak tertarik sama cewek seksi. Jadi ku mohon berpakaian layaklah di hadapanku, aku takut keperawanan ku hilang sebelum waktunya."
"Hey, mana ada cowok perawan, perjaka kale!" Larat Kamelia.
"Iya, iya terserah apalah namanya itu. Tapi tolong, pergi sekarang juga aku tidak bisa berhadapan denganmu saat ini." Alan menutup mata dengan telapak tangannya.
"Heleh, dasar anak kecil, polos amat sih lu bang." Kamelia tergelak sambil naik ke lantai atas menuruti keinginan sang suami.
Alan menghela napas dalam, dia merasa lega karena Kamelia telah pergi dari hadapannya, Alan bukannya tak pernah melihat wanita dengan pakaian minim hanya saja dia tak yakin bisa menahan hasratnya yang kadang kala timbul sesekali. Terlebih lagi kini mereka hanya tinggal berdua dalam satu bangunan yang sama, dan yang terutama mereka sah dalam ikatan pernikahan. Alan ingin tetap menjaga kesuciannya, (Cailah kesucian🤣) entah apalah pribahasanya itu, yang pasti Alan ingin wanita pertama yang tidur dengannya adalah orang yang Ia cintai.
Tapi tidak bisa di pungkiri pesona Kamelia terkadang membuat dia oleng untuk sesaat, bagaimana tidak, wajahnya cantik, bentuk tubuhnya bagus, dadanya juga terbilang cukup besar, apalagi jika pakaiannya seperti barusan, si adek auto tegak kan jadinya.
"Kampret!" Decak Alan kesal, hampir kan pikirannya melantur kemana-mana. Dengan segera Ia masuk kamarnya, membenamkan diri dengan bantal dan selimutnya serta guling yang selalu jadi sasaran kesepiannya.
~*~
Suara peralatan dapur beradu membuat tidur Alan terusik, dia mengambil kembaran bantalnya dan membenamkan ke wajahnya berharap mengurangi kebisingan yang terdengar. Namun di detik berikutnya malah suara ketukan pintu yang terdengar.
"Alan bangun!" Suara Kamelia terdengar dari arah luar, "kamu mau berangkat kerja bareng aku gak? Atau berangkat sendiri?"
Pertanyaan Kamelia seketika membuat Alan mendudukkan dirinya, rambutnya yang nampak acak-acakan berhamburan ke matanya, wajah kusutnya nampak enggan untuk memulai hari.
"Iya, aku berangkat bareng." Jawab Alan dengan suara serak yang terpaksa.
"Ya udah buruan, aku tunggu di meja makan!" Langkah Kamelia perlahan menjauh.
Dengan malas Alan turun dari ranjang dan masuk kedalam kamar mandi untuk menyegarkan diri.
Alan sudah tampak rapi dengan setelah jas berwarna hitam dengan kemeja putih di dalamnya, tak lupa dengan dasi berwarna senada dengan jasnya Ia kenakan. Ia mengoleskan Pomade ke rambutnya agar terkesan rapi dan agak klimis, tak lupa Ia sedikit menyisirnya bagian sampingnya kebelakang, gaya rambut Alan ini apa ya namanya? Yang agak botak sebelah, ya pokonya gitu deh.
Alan melangkah keluar dengan tas jinjing berbentuk kotak di tangan sebelah kanannya, biasalah ya khas orang-orang kantoran di film-film itu loh. Alan duduk di meja makan, Kamelia sudah berada disana seperti biasa, dia memang terbiasa bangun pagi, hingga jam segini rumah sudah nampak rapi. Alan mengambil dua helai roti dan mengolesinya dengan selai kacang, sedang sang Istri sudah nampak makan lebih dulu.
Kamelia memang tak ingin ada pembantu di rumahnya, selain mengurangi resiko ketahuan dia juga lebih senang mengerjakan pekerjaan rumahnya sendiri, tentunya untuk melatih Alan pula, toh rumah mereka tak terlalu besar juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Auraliv
alan kau itu masing menganak2 sekali😂
2022-10-31
2