Nguuung...!!
Suara pengering rambut berdengung di atas kepala Kamelia, dia membiarkan Alan memainkan rambutnya, mengacak-acaknya, membuat rambutnya yang semula basah kini hampir mengering.
"Lan!" Kamelia mendongak.
"Diem!" Alan menekan kepala Kamelia agar kembali menunduk.
"Ish, kamu mah. Udah-ah, pegel nih pundak-ku." Keluh Kamelia jenuh.
"Bentar lagi, masih basah ini dalamnya." Alan tak membiarkan Kamelia pergi.
"Kamu dah kaya mbak-mbak salon, Lan." Kamelia terkekeh, tapi itu tak membuat Alan kesal sama sekali dia hanya diam dan tetap melanjutkan aktivitasnya.
"Sekarang udah." Alan mematikan hair dryer dan menaruhnya di atas nakas. Dia kembali menyandarkan punggungnya di kepala ranjang.
Kamelia hendak turun, namun Alan mencekal lengannya, "pijitin, tanganku pegel." Pintanya.
"Alah manja banget, gak mau ah." Tolak Kamelia.
"Aku kan udah bantuin kamu ngeringin rambut, sekarang gantian kamu pijitin aku."
"Lah, aku kan gak minta kamu keringin rambut aku." Balas Kamelia.
"Udah buruan!" Alan memaksa.
Dengan wajah mematut, mau tak mau Kamelia menuruti permintaan Alan, kesel, pengen ngumpat, ini yang dirasakan Kamelia saat ini, tapi dia menahannya. Dia memijat lengan Alan dari pergelangan tangannya hingga ke pangkalnya, dan begitu pun dengan tangan yang satunya lagi.
"Udah, tanganku juga pegel." Kamelia menggeliat merentangkan otot-ototnya yang terasa kaku.
Alan sedikit bergeser, dia menepuk sisi kanan kasurnya dan meletakan bantal di sana, "kalau pegel tidur sini."
Kamelia menatap wajah Alan mencari sesuatu disana, "Lan, kamu baik-baik aja kan?"
"Demamku sudah turun, tapi masih sedikit pusing dan agak lemes." Jawab Alan.
"Bukan itu maksudku, tapi ah sudahlah!" Kamelia turun dari tempat tidur Alan, dia merasakan perubahan dari sikapnya, tapi Kamelia terus menepisnya dan menganggap itu di sebabkan karena Alan sakit, ya hanya itu.
Kamelia meninggalkan kamar Alan, dia mulai merasa tak nyaman berada satu ruangan dengan pria itu.
Sore menjelang, Kamelia kembali ke kamar Alan, tampak pria itu tengah membaca buku sambil bersandar di posisi yang sama seperti tadi, "Lan kamu mau mandi? Kalau mau, aku akan siapin air hangatnya." Tawar Kamelia.
"Oh boleh," ujar Alan sambil menaruh buku yang tadi Ia baca.
Kamelia berjalan ke kamar mandi dan mengisi air di bathtub dengan air hangat, bibirnya bersenandung lembut, tangannya terjulur ke bak mengecek suhu air di dalamnya.
"Oke cukup!" Kamelia mematikan kran airnya lantas bangkit, saat dia berbalik dia di kejutkan dengan keberadaan Alan yang tiba-tiba muncul sudah dalam keadaan bertelanjang dada dengan bagian bawah pinggang hanya tertutup seutas handuk.
"Astaga Alan, kau membuatku terkejut," pekik Kamelia dengan wajah kesal, "ya sudah mandi sana, hati-hati jangan sampai tenggelam." Kamelia terkekeh sambil berjalan keluar, dia menutup pintu kamar mandi.
Deg... Jantungnya berdegup cepat, perubahan sikap Alan begitu terasa sekarang, Kamelia sengaja menyelipkan candaan tadi agar dia tidak tampak tegang. Jujur melihat pria bertelanjang di depannya memang pernah dia lihat sebelumnya, tapi dia Alan Geraldi, Pria yang mendeklarasikan cinta untuk Clara di hadapannya sendiri. Sebelumnya Alan tak pernah melakukan ini, jangankan bertelanjang dada di hadapan Kamelia, dia bahkan selalu mengunci kamarnya dan menyuruh Kamelia untuk mengetuk pintu saat hendak masuk jika dia tengah berada di kamarnya. Jujur Alan itu seperti anak gadis yang selalu melindungi kesuciannya. Wkwk🤣
Alan keluar kamar sudah dengan pakaian lengkap, dia menghampiri Kamelia yang tengah memasak untuk makan malam mereka berdua, "loh Lan ngapain keluar? Seharusnya kamu istirahat di kamar."
"Berada di kamar seharian membuatku jenuh Lia, aku akan membantumu memasak, lagi pula tubuhku sudah lebih baik." Ucapnya sambil mengambil pisau dan membantu Kamelia memotong bawang.
Kamelia hanya mengangguk sebagai jawaban, dia membiarkan Alan membantunya memasak.
Ouch...! Pekik Kamelia saat tangannya terkena cipratan minyak goreng.
"Kenapa?" Alan tampak panik, dia mengambil tangan Kamelia dan meniupnya, "sakit tidak?"
Bukannya menjawab Kamelia malah terkesima, dia terpaku menatap sikap Alan yang tiba-tiba menjadi lebih lembut dan dewasa, tidak seperti Alan yang biasanya pecicilan dan kekanakan.
Kamelia menarik lengannya dan kembali fokus pada masakannya di atas kompor, "lain kali berhati-hatilah. Sini biar aku saja yang masak, kamu duduk aja." Alan mengambil alih susuk yang di pegang Kamelia dan mendorongnya pelan.
"Lan, kamu masih sakit." Tegur Kamelia.
"Aku baik-baik saja, sudah duduk sana." Alan memaksa mendorong Kamelia duduk di meja makan.
"Oke, oke, terserah padamu." Kamelia mengalah dan duduk bertumpang kaki sembari menopang dagu dengan lengannya.
"Lan, kamu masih suka sama Clara?" Tanya Kamelia, membuat Alan menghentikan aktifitasnya barang sejenak.
"Suka." Jawab Alan singkat.
"Oh, bagus kalau begitu." Kamelia bernapas lega.
"Memangnya kenapa?" Tanya Alan masih tetap di posisi yang sama.
"Gak papa sih, cuma nanya aja." Kamelia berkilah. Mereka menikmati makan malam bersama, makan masakan Alan yang alakadarnya.
Keesokan harinya, Kamelia berangkat ke kantor seorang diri, dia menyuruh Alan untuk tetap beristirahat untuk beberapa hari, karena dia belum betul-betul pulih, dia bilang tubuhnya masih lemas.
Saat Kamelia masih berjibaku dengan pekerjaan yang tertunda karena kemarin harus merawat Alan yang sakit, tiba-tiba telponnya berdering, Kamelia menekan earphone bluetooth yang terpasang di telinganya, dia sengaja membiarkan benda itu tetap mendiami telinganya agar dia tak harus membuka handphone saat dia tengah bekerja.
"Halo," ucap Kamelia dengan mata dan tangan tetap fokus lada laptop di hadapannya.
[Halo Lia, ini aku Evan.] Balas orang yang mengaku bernama Evan itu dari sebrang telpon.
Kamelia menghentikan gerak tangannya barang sejenak, "ada urusan apa cepat katakan, aku sedang bekerja." Ucap Kamelia ketus.
[Aku ingin bertemu denganmu, apa kau ada waktu hari ini?] tanya Evan.
"Jam makan siang, di Brown Cafe." Jawab Kamelia enggan berbasa-basi.
[Oke, aku tunggu kamu disana.]
Jam makan siang tiba, Kamelia meraih tak Selempang berwarna hitam di pundaknya lantas berlalu, kali ini dia mengenakan rok span se-lutut berwarna coklat gelap di padukan dengan baju atasan berwarna coklat muda tanpa lengan, belahan bagian dadanya sengaja di buat agak bawah, hingga penampilannya tampak begitu menggoda, di tambah sepatu hak tinggi berwarna perpaduan antara silver dan coklat membuat aura mewah, elegan terpancar jelas dari diri Kamelia.
Kamelia sampai di sebuah Cafe tempat Ia dan Evan membuat janji temu, Kamelia memakai kaca mata hitam sebelum ia turun dari mobil. Kamelia melangkah memasuki Cafe tersebut, dia berjalan dengan angkuh, beginilah sikapnya di hadapan publik, jika tak benar-benar mengenalnya dengan baik, orang pasti mengira Kamelia adalah wanita yang angkuh, sombong dan arogan, namun kenyataannya tidak begitu.
"Selamat datang Lia," Evan tersenyum ramah.
"Tidak perlu berbasa-basi Stevan. Cepat katakan, apa yang kau inginkan." Kamelia menyilangkan tangan di dada, dengan memasang wajah tak bersahabat, lantas duduk.
"Sabarlah sedikit Lia, mari pesan makanan dulu, kau pasti belum makan siang kan?" Ujar Stevan tak lupa memulas senyum di bibirnya, senyuman yang membuat Kamelia merasa muak melihatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments