Kamelia mengangguk-angguk sambil menikmati gula kapas yang Alan bawa, "emang se-enak itu ya gula kapas, sampe-sampe kamu seneng banget ke gitu?"
"Hmh, aku dari kecil emang penggemar makanan manis Lan, terutama yang satu ini." Kamelia bercerita dengan antusias.
Selepas makan malam Alan kembali ke-kamarnya membaringkan tubuh dengan lengan sebagai bantalan, bayangan Clara terus menari di pelupuk mata, kapan? Kapan semua ini berakhir, kapan dia bisa menjalani hidup normal? Apa bisa Alan mendapatkan gadis yang Ia impikan selama ini? Keraguan itu kini mulai muncul, Alan membaringkan tubuh ke-samping dan Ia pun terlelap.
Rasa dingin terasa hampir membekukan tubuh Alan, dia menggigil kedinginan namun dengan suhu tubuh hampir 40° Celcius dia menggulung diri dengan selimut, tubuhnya terasa remuk redam, pandangannya pun seolah berputar, bahkan suara Kamelia yang terus meneriakinya menyuruh Alan bangun tak Ia sahuti.
"Lan, kamu gak kerja?" Suara Kamelia di iringi ketukan pintu.
"Lan kamu udah bangun belum? Aku masuk ya!" Ucapannya masih disertai ketukan pintu.
Ceklek... pintu pun terbuka, tampak Alan masih bergulung di balik selimut, "nih anak, Lan," Kamelia menyentuh Alan, suhu tubuhnya membuat Kamelia terkejut.
"Astaga Alan, kamu demam?" Kamelia kembali memastikan dengan cara menempelkan punggung tangannya di dahi Alan.
"Astaga, ini benar-benar panas. Tunggu aku akan membawa air hangat, dan mengompres dahi-mu," langkah Kamelia terdengar menjauh namun Alan masih enggan membuka mata, kulit matanya seakan memberat.
Kamelia kembali dengan se-baskom kecil air hangat dan sebuah waslap berwarna putih, dia mencelup dan memeras air dari waslap itu lantas menempelnya di dahi Alan. Kamelia merawat Alan dengan telaten seperti seorang Ibu yang sedang merawat anaknya. Dering telpon mengalihkan atensinya, dia mengangkatnya sambil menghadap kaca jendela.
"Halo Ra, hari ini aku tidak bisa datang ke-kantor, hem ya dia sakit... Aku percayakan semua padamu dan anak-anak yang lain, oke sampai nanti."
Alan yang semula diam-diam menatap punggung Kamelia langsung kembali pura-pura tertidur.
Ia kembali menempelkan punggung tangannya di dahi Alan, dia menghela napas lega karena panasnya sudah turun, Kamelia keluar dan membawa kembali baskom air yang tadi Ia bawa. Alan membuka mata, dia menyentuh dahinya yang kini kembali ke-suhu tubuh normal. Ada sebuah getaran dalam hatinya, apa ini?
Alan turun dari ranjang menuju kamar mandi karena bagian bawahnya terasa berat menahan rasa ingin buang air.
"Lan, kamu di kamar mandi?" Suara Kamelia kembali terdengar.
"Iya." Jawab Alan pendek, membuat Kamelia terdengar tenang. Alan menatap wajahnya di cermin, ada apa dengan dirinya? Hatinya bergetar saat melihat punggung Kamelia dan saat tangannya menyentuh dahi Alan membuat hatinya seolah tersengat aliran listrik. Dengan cepat Alan membasuh mukanya dan mengelapnya dengan tisu, lalu ia pun keluar.
Tampak Kamelia sudah duduk di tepi tempat tidur, sudah dengan pakaian yang formalnya, agaknya dia hendak bekerja, Alan naik kembali ke atas ranjang dia hendak kembali membaringkan tubuh, namun Kamelia mencegahnya, "makan dulu, aku sudah membuatkan-mu bubur." Alan pun duduk menyandar di kepala ranjang, dia membuka mulutnya minta di suapi.
Kamelia mendengus tawa, namun dia tetap menuruti keinginan Alan untuk menyuapinya, "buburnya enak," pujinya.
"Wow, ternyata Alan Geraldi juga bisa memuji masakan orang," Kamelia terkekeh, "kalau kamu masih lapar, di panci masih ada."
"Tidak sudah cukup." Alan menggeleng pandangannya terus menatap wajah Kamelia, entah mengapa matanya tak ingin terlepas dari wajah wanita itu.
"Nih minum obatnya." Kamelia menyerahkan se-gelas air putih dan sebutir obat penurun panas. Alan meraihnya dan meminumnya seperti anak kecil yang penurut.
"Kamu mau berangkat kerja Lia?" tanya Alan.
Kamelia menunduk melihat pakaiannya yang belum di ganti, "oh, enggak ko hari ini aku gak jadi kerja. Istirahatlah." Kamelia hendak beranjak keluar namun Alan menarik tangannya.
"Jangan pergi."
"Iya hari ini aku akan di-rumah, aku mau ganti baju dulu." Alan melepaskan lengan Kamelia dan menatap punggung Kamelia yang perlahan menghilang di balik pintu.
Lama Kamelia belum kembali membuat hati Alan resah, berkali-kali dia menatap malas sekitar dan kembali terfokus ke pintu berharap Kamelia cepat kembali, 'Astaga ada apa denganku? Demam membuat otakku geser.' Alan menggeleng pelan.
Langkah Kamalia terdengar mendekat, dia masuk sudah dengan pakaian santai, dia mengenakan celana pendek dan kaus putih kebesaran yang menampakan pundaknya yang putih mulus, Alan termangu menatap Kamelia, leher jenjang rambut ikal yang di kuncir kuda dengan warna hitam kecoklatan membuat dia terlihat cantik.
"Tidur lagi Lan, kalau ada apa-apa aku disini ko, kamu tinggal panggil aja." Alan hanya mengangguk dengan mulut terkunci. Kamelia merasa sedikit heran dengan perubahan sikap Alan yang lebih banyak diam, tapi dia menepisnya mungkin sikap Alan disebabkan oleh sakitnya.
Kamelia berlalu keluar sambil menutup pintu Kamar Alan. Dia memandang seluruh rumah yang nampak sudah berdebu minta di bersihkan, Kamelia menghela napas berat dan mulai membersihkan ruangan dimulai mem-vakum sopa, karpet bulu dan seterusnya, dia berjibaku membersihkan rumah seorang diri, menyapu, mengepel, hingga membersihkan kaca jendela. Kamelia membaringkan diri di sopa keringat sudah membanjiri seluruh tubuhnya, nyawanya seakan hilang separuh.
Waktu sudah menunjukan pukul 11:00 Siang hari, dia beranjak ke kamarnya untuk menyegarkan diri sebelum memberi Alan makan makan siang dan minum obat.
"Haish, aku sudah seperti punya bayi." Kamelia melenggang ke dapur dengan kepala di bungkus handuk kecil. Dia membawa semangkuk bubur yang sudah di hangatkan ke kamar Alan.
"Lan, ayo makan lagi." Kamelia membangunkan Alan yang nampak terlelap. Dia menggeliat pelan, lantas membuka mata, dia bangun dan mendudukkan diri kali ini dia tidak minta di suapi seperti sebelumnya dia mengambil mangkuk bubur dari atas nakas dan memakannya sendiri.
Kamelia mendudukkan dirinya di sopa, pakaian yang Ia pakai selalu sukses membuat Alan memalingkan muka, dia menghela napas berat, kali ini Kamelia mengenakan tengtop berwarna peach sebatas paha di padukan dengan jeans pendek dengan ukuran yang sama, membuat paha putih mulusnya terlihat jelas. Kamelia melepas handuk di kepalanya, dan membiarkan rambutnya tergerai bebas.
"Keringkan rambutmu nanti kau sakit," Alan mengingatkan tanpa menoleh, Kamelia melirik Alan dari ujung matanya karena dia sedang memainkan ponsel.
"Biarkan saja, nanti juga kering sendiri." Kamelia terlalu malas untuk memakai pengering rambut, terlebih tubuhnya terasa lelah.
"Sini, biar aku yang keringkan." Kamelia melongok mendengar perkataan Alan.
"Kamu?"
"Iya, buruan sini." Alan mengambil hair dryer dari laci nakas dan menyalakannya. Mau tak mau Kamelia mendekat dan duduk memunggungi Alan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments