Keesokan paginya, Alan keluar kamar dengan rambut acak-acakan, dia mengedarkan pandangan mencari sosok Kamelia yang entah sudah pergi kemana, "Lia!" panggil Alan. Dia mencari kesana kemari ke-kamarnya, tapi Kamelia tidak ada, Alan lantas mencarinya ke dapur, namun disana pun Kamelia tak ada, dia tak nampak batang hidungnya di mana pun.
"Kemana dia pergi?" Alan membuka pintu, lantas keluar, udara dingin menyeruak menerpa tubuh Alan, suasana di tempat ini nampak berkabut membuat jarak pandang terbatas.
"Lia!" Alan terus memanggil-manggil nama Kamelia.
"Kenapa sih Lan berisik banget!" Kamelia muncul dari arah belakang.
"Ngapain kamu di situ?" tanya Alan keheranan.
"Aku lagi menikmati udara pagi." Kamelia memasukan kedua tangannya ke saku sweater-nya.
"Kamu gak dingin apa, udara disini nyuruh kita selimutan terus." Ujar Alan sambil menggosok-gosok telapak tangannya.
"Ya udah terserah kamu, kalau kamu mau terus di tempat tidur ya udah, kalau aku pengen jalan-jalan nikmatin udara pagi. Jarang-jarang di Jakarta dapat udara ke gini." Kamelia hendak berlalu, namun seketika Alan mengikutinya.
"Tunggu aku ikut!" Alan membuntuti Kamelia, dia nampak kesulitan dengan jalanan yang di pijaknya, dimana jalanan ini sudah nampak setengah hancur, dengan batu koral menghampar di sepanjang jalan, namun semua itu terbayar dengan pemandangan yang di suguhkan. Hamparan hijau kebun teh, terlihat jelas dari tempat Kamelia dan Alan saat ini berada.
"Indah-kan?!? Kamelia tersenyum manis.
"Hem, sangat Indah, juga cantik!" Jawab Alan, namun bukannya kebun teh yang Ia lihat, namun wajah Kamelia. Namun agaknya wanita itu tak menyadarinya sama sekali.
"Itulah sebabnya aku sangat suka tempat ini, jika saja aku bisa tinggal disini pasti akan sangat menyenangkan. Tapi sayangnya itu tidak mungkin, aku mau kerja apa jika tinggal disini." Kamelia tertawa kecil.
"Kamu bisa coba ikutan jadi pemetik teh seperti Ibu itu," tunjuk Alan pada salah seorang Ibu paruh baya yang membawa keranjang bambu di punggungnya.
"Emh sepertinya tidak, kasian Ibu itu kalau aku merebut mata pencahariannya."
"Huh, alasan." Gumam Alan.
"Lia aku lapar, kamu gak masak?" tanya Alan.
"Mang Ujang dan Bi Saroh ngundang kita ke-rumahnya, jadi kita akan sarapan disana." Kamelia menarik tangan Alan berjalan menuju rumah Mang Ujang.
Kamelia dan Alan sampai di sebuah rumah semi permanen dengan banyaknya bunga-bunga dan sayuran yang sengaja di tanam di depan rumahnya, "ini rumahnya?" tanya Alan sambil mengedarkan pandangan, disini banyak rumah dengan model dan bentuk yang sama, namun yang membedakan adanya tanaman dan pagar bambu.
"Iya, ayo masuk!"
Kamelia mengetuk pintu dan tak butuh waktu lama, Mang Ujang pun membukanya, "Ayo Neng, Den, masuk! Mohon Maaf ya, rumah Mamang cuma begini adanya, mohon di maklumi."
"Rumah Mamang bagus ko, nyaman lagi." Ujar Alan yang langsung mendudukkan diri di sopa sederhana yang ada di ruang tamu.
"Den Alan bisa aja." Kekeh Mang Ujang merasa tersanjung.
Alan dan Mang Ujang banyak bercengkrama, Alan yang memang sifatnya mudah bergaul, langsung nyambung dengan pembicaraannya dengan Mang Ujang. Selepas makan, Kamelia dan Alan pun berpamitan, mereka ingin pergi ke berbagai tempat wisata yang ada di kota Bandung, mereka ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk jalan-jalan.
"Lia hari ini kita mau kemana?"
"Keliling Bandung pokonya!"
~*~
Kamelia dan Alan pergi ke salah satu lokasi wisata yang cukup terkenal di kota Bandung, yakni sebuah pegunungan yang menyuguhkan pemandangan yang menakjubkan, walau bau belerang cukup menyengat tak menyurutkan para wisatawan untuk berkunjung.
Alan tak henti-hentinya mengambil foto di setiap kesempatan yang ada, apa lagi jika mendapati spot foto yang menarik, dia selalu memaksa Kamelia berfoto dengannya.
Setelah lelah berkeliling, Alan dan Kamelia beristirahat di tempat duduk yang terbuat dari semen dengan pohon kersen sebagai atapnya, "kamu lelah?" tanya Alan sambil memandangi wajah Kamelia yang nampak lelah dan di banjiri keringat.
"Hem, lumayan!" Kamelia menenggak separuh air dari botol yang telah Ia buka.
"Mau aku gendong?" lagi-lagi Alan menawarkan diri.
"Paan sih Lan, aku bukan anak kecil yang harus di gendong kalau kecapean." Kamelia tertawa kecil, Alan hanya diam dengan tatapan mata tak lepas dari wajah Kamelia. Kamelia yang sadar wajahnya terus di pandangi, menoleh dan balas menatap Alan.
"Ada apa Lan, apa kamu ingin mengatakan sesuatu?"
Alan hendak buka mulut, namun kemudian Ia urungkan kembali, rasanya ini bukan waktu yang tepat untuk mengatakan hal itu, "tidak ada Lia, aku hanya merasa kasihan karena kamu terlihat kelelahan. Sebaiknya kita pulang."
Alan dan Kamelia pun lantas kembali, mereka sampai di vila dengan keadaan sudah mulai menggelap, waktu menunjukkan pukul 19:00 waktu setempat.
"Lia?!" Panggil Alan setelah mereka sampai di vila.
"Kenapa Lan, kamu lapar?" Alan menggeleng pelan.
"Terus apa? Buruan ngomong aku pengen istirahat."
"Emh, Aku...kamu...," Alan berucap dengan gugup.
"Aku, kamu apa?" Kamelia bingung dengan perkataan Alan yang ambigu.
"Lia, aku ingin membuat perubahan dalam hubungan kita." Alan memberanikan diri berkata.
"Perubahan, perubahan apa?" Kamelia nampak bingung, dia berbalik menatap Alan.
"Ya perubahan, seperti orang pada umumnya. Bagaimana cara aku mengatakannya?" Alan bergumam di akhir katanya.
Kamelia mengernyitkan dahi, "Alan langsung to the poin aja, sebenarnya apa yang ingin kamu bilang ke aku?" Kamelia mulai tak sabar.
Alan menghela napas pelan, berusaha menghilangkan kegugupannya, di meraih tangan Kamelia dan menggenggamnya, "aku ingin membuat hubungan kita menjadi nyata. Entah sejak kapan aku mulai jatuh cinta padamu Lia, aku selalu membayangkan dirimu tidur di sampingku, aku selalu merindukan kamu setiap malam. Bayangan dirimu sangat sulit aku hilangkan." Alan tertunduk malu, namun hatinya merasa lega karena dia bisa mengutarakan isi hatinya yang Ia pendam selama ini.
"Alan, kamu bercanda kan? Bukankah kamu bilang kamu suka Clara?" tanya Kamelia memastikan.
"Aku gak bercanda Lia, aku serius. Aku ingin menjalani hubungan pernikahan yang sesungguhnya denganmu. Mengenai perasaan Clara, entah sejak kapan itu menghilang, dalam hatiku kini sepenuhnya hanya ada namamu, Kamelia Adeline."
Deg...Kamelia membelalakkan matanya, dia terkejut dengan apa yang Alan utarakan, "tidak Alan, kau salah! Kau pasti salah mengartikan rasa nyaman-mu denganku." Kamelia menepis perkataan Alan, mencoba menyadarkan kembali pikiran pria itu.
"Aku tidak salah Lia, aku sadar sepenuhnya jika aku sudah jatuh cinta padamu!"
Kamelia menghempaskan tangan Alan yang menggenggam tangannya, "cukup Alan, sepertinya kau terlalu lelah, kita bicara lagi besok!"
Alan kembali menarik lengan Kamelia, membuat tubuh wanita itu seketika tertarik ke-arahnya tanpa bisa menahan, tubuhnya menempel di tubuh Alan dengan Intens.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments