Aku benar-benar merasa kesal dengan apa yang dikatakan oleh Adisha, dia selalu saja menyindirku. Walaupun kata-katanya itu selalu benar, tapi aku rasa itu tidak perlu diperbincangkan lagi.
Namun, walaupun seperti itu aku tahu dia selalu mendukungku. Namun, kata-katanya itu selalu saja terasa pedas saat dia berucap.
Berbeda dengan ibu yang selalu berkata manis dan lebih menenangkan, ibu selalu bisa menjadi penguat bagiku.
Setelah sarapan bersama, akhirnya aku pun berpamitan kepada Ibu. Karena aku harus segera sampai di kantor, lagi pula meeting akan dilaksanakan pukul 09.00 pagi.
Itu artinya aku harus segera sampai di kantor, karena saat tiba di kantor aku harus segera menyiapkan berkas yang diperlukan sebelum pak Jaka mengajakku untuk pergi ke hotel itu.
"Aku berangkat dulu, Bu," ucapku seraya mengecup kening ibu.
Ibu tersenyum hangat, kemudian dia menganggukkan kepalanya dengan tangannya yang terulur untuk mengelus lembut punggungku.
"Iya, berangkatlah sana! Hati-hati, jangan lupa berdo'a sebelum keluar dari rumah," kata Ibu Aisyah.
"Iya, Bu," jawabku.
Setelah berpamitan kepada Ibu, akhirnya aku pun segera pergi dari apartemen mewah yang Andika berikan untukku.
Aku langsung pergi ke kantor menggunakan mobil yang Andika berikan, rasanya sangat sayang jika mobil semewah itu harus dianggurin.
Ya, aku sedang kepalang basah menikah dengan pria beristri. Aku memutuskan jika aku akan menikmati apa pun yang Andika berikan.
Lagi pula kemewahan ini tidak akan lama aku nikmati bukan, itu akan lebih baik aku nikmati dari pada aku biarkan begitu saja.
"Nikmati kemewahan dan kebahagiaan semu ini, Aulia!" ucapku berusaha untuk menyemangati diriku sendiri.
Tiba di kantor aku langsung masuk ke dalam ruanganku dan menyiapkan berkas-berkas yang diperlukan, agar pak Jaka datang semuanya sudah siap.
"Apakah semuanya sudah siap?" tanya Pak Jaka yang tiba-tiba saja masuk ke dalam ruanganku.
Terus terang saja aku sangat terkejut dengan kedatangan dari pak Jaka, karena ternyata orang yang menjadi atasanku itu datang tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
Sayangnya aku tidak bisa marah kepada lelaki paruh baya yang menjadi atasanku itu, karena memang itu adalah hal yang biasa dia lakukan.
Sati hal yang penting bagiku, dia tidak bermaksud untuk berbuay kurang ajar kepada diriku, hanya terburu-buru masalah pekerjaan.
"Eh? Sudah, Pak," jawabku seraya mengangkat berkas yang sudah aku siapkan.
"Bagus! Kalau begitu kita langsung berangkat," kata Pak Jaka.
Aku langsung mengenyitkan dahiku kala pak Jaka mengajakku untuk berangkat saat ini juga, itu terdengar aneh di telingaku.
Karena pada jadwal yang tertera, meeting akan dilaksanakan pukul 09.00 pagi. Lalu, kenapa dia sudah mengajakku untuk berangkat?
Padahal, waktu baru menunjukkan pukul 08.00 pagi. Ini terasa aneh, bagiku. Aku sempat mengingat-ingat, takutnya aku salah menuliskan jadwal meeting.
Namun, setelah aku ingat-ingat, aku rasa aku sudah benar. Tidak ada kesalahan sama sekali saat aku menuliskan jadwal.
"Loh, bukannya meetingnya juga di hotel dekat kantor? Kita jalan kaki sepuluh menit juga sampai, kenapa harus berangkat terburu-buru?" tanyaku bingung.
Pak Jaka tersenyum, lalu dia menggelengkan kepalanya. Aku langsung mendengkus saat dia melakukan hal itu.
"Ini permintaan dari Klien kita, mereka meminta untuk dimajukan meetingnya," kata Pak Jaka.
Dalam hati aku bertanya-tanya, seperti apakah klien kali ini? Kenapa pak Jaka begitu mementingkan klien yang ingin bertemu dengan kami saat ini?
"Oh baiklah, kita berangkat sekarang," jawabku.
Jika ada istilah pembeli adalah raja, maka saat ini aku berkata jika klien adalah raja. Karena mereka selalu saja bisa memutuskan untuk memajukan atau memundurkan waktu untuk pertemuan kami.
"Bagus, ayo!" ajak Pak Jaka.
Akhirnya aku dan pak Jaka langsung melangkahkan kaki kami untuk keluar dari dalam ruanganku.
Lalu, kami pun langsung pergi menuju hotel yang tidak jauh letaknya dari perusahaan tempat aku bekerja.
Kami memutuskan untuk tidak memakai mobil, karena jarak yang begitu dekat. Tepat sesuai dugaanku, sepuluh menit kemudian kami sudah tiba di hotel.
Ternyata klien kami kali ini mengajak kami untuk bertemu di lantai tiga, di mana di sana ada sebuah Cafe yang biasa digunakan untuk para pengunjung untuk bersantai.
Saat aku dan pak Jaka tiba di sebuah meja tempat di mana klien itu duduk, aku sempat membulatkan mataku dengan sempurna karena ternyata yang meminta bertemu dengan kami adalah Andika.
Aku benar-benar tidak curiga, jika perusahaan X yang mengajak kerjasama dengan perusahaan tempat kami bekerja adalah perusahaan milik Andika.
Karena setahuku perusahaan, miliknya bernama perusahaan WR Group. Makanya aku tidak mengira jika klien kami kali ini adalah suamiku.
Maksudku suami dari Andini, karena aku merasa tidak pantas jika harus mengatakan aku adalah istri dari Andika.
"Selamat pagi, terima kasih karena sudah mau memajukan jam pertemuan kita. Karena saya masih ada banyak keperluan," ucap Andika.
Pak Jaka terlihat begitu sopan sekali menanggapi ucapan dari Andika, dia tersenyum hangat lalu berkata.
"Tentu saja kami bersedia untuk memajukan waktu untuk bertemu dengan klien penting seperti Pak Andika." Pak Jaka kembali tersenyum.
Dalam hati aku tertawa karena ternyata cuma aku saja yang tidak tahu pemilik dari perusahaan yang kini menjadi klien dari perusahaan tempat aku bekerja, karena ternyata pak Jaka sudah mengenal Andika.
"Kalau begitu silakan duduk," kata Andika seraya menunjuk sofa kosong yang berada di Cafe tersebut.
Aku dan juga pak Jaka langsung duduk, Andika terlihat duduk bersama dengan Alif. Aku sempat memperhatikan wajah Andika, dia sama sekali tidak menyapa diriku.
Dia benar-benar seperti orang asing saat ini, aku sempat merasa sakit hati. Namun, kembali aku menyadarkan diriku jika pernikahan kami memang tersembunyi.
Tidak ada orang banyak yang mengetahuinya, untuk apa juga aku sakit hati, pikirku. Aku tinggal menikmati apa pun yang kini terjadi kepada diriku.
"Bisa kita mulai sekarang meetingnya, Nona," kata Andika saat melihat aku yang terus saja memandangnya dengan tatapan bingung.
Aku langsung mengembalikan kesadaranku saat Andika menyapa aku seperti itu, sebenarnya aku merasa malu karena ketahuan sedang memperhatikan wajahnya itu.
"Ah iya, tentu saja boleh," ucapku seraya membuka berkas dan memulai meeting kali ini.
Selama meeting berlangsung kami benar-benar melakukannya dengan profesional, aku benar-benar berusaha untuk tidak mengenal andika.
Karena dia sama sekali tidak memandangku sebagai istrinya, dia benar-benar acuh terhadapku.
Saru jam kemudian, kerjasama di antara kami pun terjalin. Andika dan pak Jaka terlihat menandatangani berkas perjanjian kerjasama yang sudah aku buat.
"Terima kasih sudah mau bekerja saam dengan perusahan kami," kata Pak Jaka seraya mengulurkan tangannya.
Andika tersenyum, lalu dia membalas uluran tangan dari pak Jaka. Dia juga terlihat mengulurkan tangannya ke arahku, aku tersenyum kemudian membalas uluran tangannya.
Tidak lama kemudian, Andika terlihat menatap wajah pak Jaka dengan serius. Lalu, dia pun berkata.
"Oh ya, Pak Jaka. Untuk cek lapangan biar saya sama sekretaris anda saja yang pergi, anda tidak perlu repot," kata Andika.
"Tapi, itu memang kewajiban saya. Justru kalau anda yang pergi saya yang malah tidak enak hati," kata Pak. Jaka.
"Tidak apa-apa, anda boleh bekerja kembali. Saya bersama dengan sekretaris anda bisa pergi sekrang juga," kata Andika tanpa menatap ke arahku.
"Baiklah, maaf sudah merepotkan," kata Pak Jaka tidak enak hati.
"Saya tidak merasa direpotkan," jawab Andika.
Akhirnya pak Jaka pun mengiyakan, dia langsung berpamitan untuk kembali ke kantor. Sedangkan aku kini masih duduk di hadapan Andika dan juga Alif.
Andika tersenyum, lalu dia bangun dan langsung menarik lembut tanganku agar aku mengikuti langkahnya.
Tanpa banyak berbicara, aku langsung mengikuti langkah dari Andika. Namun, sebelum kami pergi Andika sempat tersenyum seraya menganggukan kepalanya kepada Alif.
Alif seakan mengerti, dia membalas senyuman Andika dan membungkukkan badannya.
Entah kode apakah itu, aku tidak paham. Namun, setelah melakukan hal itu Alif terlihat pergi begitu saja.
"Kita mau ke mana?" tanyaku setelah sedari tadi aku diam saja.
Andika terlihat menolehkan wajahnya ke arahku, kemudian dia kembali menatap lurus ke arah depan.
"Kita akan bersenang-senang," jawab Andika.
***
Selamt malam Ayang, satu bab untuk menemani waktu istirahat kalian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Meidy Mangalengkang
𝘷𝘪𝘴𝘶𝘢𝘭𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘩𝘰𝘳
2023-07-30
0
Shella Saelani
mengecek lapangan yang tandus 😅😅😅😅
2023-07-23
0
Mom La - La
hmmm.. akting dimulai. jangan sampai katahuan ya Andika
2023-02-09
0