Buah Hati Untuk Sahabatku
"Akhirnya elu datang juga," ucap Adisha seraya merentangkan kedua tangannya.
Aulia yang baru tiba di Bandara hanya tersenyum melihat adiknya yang seakan ingin memarahi dirinya itu, adik perempuannya yang selalu saja memberikan perhatian yang sangat luar biasa.
Walaupun bibirnya terkesan ketus dalam berucap, tapi dia sangat tahu jika adiknya itu begitu menyayangi dirinya.
"Gue pasti balik, Dek. Apalagi Ibu sakit, mana mungkin gue tinggal terus di pulau S." Aulia membalas pelukan adiknya.
Rasa rindu begitu membuncah di dalam dada Aulia, dia begitu merindukan adiknya karena selama tiga tahun ini dia benar-benar tidak pernah pulang.
"Bagus, terus masalah kerjaan bagaimana?" tanya Adisha seraya melerai pelukannya, lalu dia mengambil koper dari tangan Aulia.
Aulia terlihat menghela napas barat ketika adiknya itu menanyakan tentang pekerjaannya, pekerjaan yang hanya dia jadikan sebagai pelarian saja.
"Gue ngga bakal balik lagi ke sana, mulai minggu depan gue kerja di kantor pusat," jawab Aulia.
Adisha terlihat tersenyum samar ketika Aulia mengatakan hal itu, itu artinya kakak perempuannya itu tidak akan berpisah lagi dengan dirinya dan juga ibunya.
"Syukurlah kalau begitu, gue butuh elu. Ibu juga, kita langsung ke Rumah Sakit, Ibu kritis," ucap Adisha.
Wajah Aulia berubah sendu, ketika mendengar apa yang dikatakan oleh adiknya. Dia benar-benar merasa bersalah karena sudah meninggalkan ibunya selama tiga tahun ini.
"Iya, gue paham." Aulia dan juga Adisha langsung keluar dari Bandar, lalu mereka pergi ke Rumah Sakit menggunakan mobil Adisha.
Setibanya di Rumah Sakit, Aulia dan juga Adisha langsung melangkahkan kaki mereka menuju ruang perawatan di mana Ibu mereka dirawat.
Saat mereka masuk ke dalam ruang perawatan tersebut, Aisyah, ibu dari Aulia dan juga Adisha terlihat terbaring dengan lemah.
Aulia terlihat menghampiri ibunya, dia duduk di bangku tunggu seraya menggenggam erat tangan Ibunya itu.
Aulia benar-benar sedih ketika melihat ibunya yang terbaring lemah, bahkan matanya terlihat masih terpejam.
Selama ini ibunya tidak pernah mengatakan apa pun tentang penyakitnya, yang Aulia dan Adisha tahu, ibunya itu selalu terlihat sehat.
"Dek, sebenarnya Ibu sakit apa?" tanya Aulia.
Dia tidak paham kenapa tiba-tiba adiknya berkata jika ibunya sakit dan langsung kritis, padahal setahunnya ibunya itu selalu terlihat sehat. Bahkan dia tidak pernah mengeluh.
"Kanker otak stadium empat," jawab Adisha dengan bibir bergetar.
Dia merasa menjadi anak durhaka karena tidak tahu jika ibunya sudah sakit parah, padahal setiap hari mereka selalu saja bersama.
Hanya siang hari saja di kala dia bekerja tidak bertemu dengan ibunya, karena dia harus mencari nafkah untuk menghidupi kehidupan mereka.
Ayah Adisha dan juga Aulia sudah meninggal saat mereka duduk di bangku smp, saat itu Aulia sedang duduk di bangku kelas tiga sedangkan Adisha duduk di bangku kelas satu.
"Stadium empat?" tanya Aulia kaget.
"Ya, dia selalu berpura-pura baik-baik saja. Dia sangat hebat, sampai-sampai aku yang selalu bersama ibu saja tertipu dengan senyum dan keceriaan yang selalu ibu tampilkan," ucap Adisha.
Adisha terlihat menangis sesenggukan, dia benar-benar tidak tahan dengan kesedihan yang kini membuat dadanya terasa sangat sesak.
"Ya tuhan, maafkan aku. Karena kekecewaan yang aku dapat, aku malah meninggalkan Ibu untuk bekerja di pelosok," kata Aulia penuh sesal.
Sejak kecil Aulia memiliki sahabat yang bernama Andika, kemana-mana mereka akan selalu bersama.
Tanpa dia duga benih cinta pun tumbuh di hatinya, berkali-kali Aulia menepis rasa itu. Namun, tetap saja rasa itu bersarang di dalam hatinya.
Bahkan, semakin hari rasa cinta itu tumbuh semakin besar. Walaupun dia sudah mengingatkan kepada dirinya sendiri, jika Andika tidak akan pernah tergapai.
Karena memang sahabatnya itu merupakan anak dari orang kaya di kota kelahirannya, tapi tetap saja dengan tidak tahu dirinya rasa cinta itu tumbuh dengan sangat besar di dalam hatinya.
Saat memasuki usia remaja, mereka semakin sering pergi bersama-sama. Saat mereka kuliah pun mereka mengambil jurusan yang sama, mereka seakan tidak pernah terpisahkan.
Namun, saat mereka lulus kuliah, Aulia merasa sangat kaget karena tiba-tiba saja ibu Alika menikahkan Andika dengan Andini, anak dari teman kolega bisnisnya.
Aulia yang merasa kecewa melihat sahabat sekaligus lelaki yang dia cintai itu bersanding dengan wanita lain, memutuskan untuk pergi dari kota kelahirannya.
Dia sengaja bekerja di pulau lain agar bisa melupakan lelaki yang sangat ia cintai itu, lelaki yang teramat dia sayangi.
"Maaf, Bu. Maafkan aku, aku terlalu mementingkan perasaanku sendiri," sesal Aulia.
Air matanya terlihat jatuh berurai di kedua pipinya, dia benar-benar merasa sangat sedih sekali. Dia benar-benar merasa menjadi seorang anak yang tidak berguna, karena lebih mementingkan perasaannya sendiri.
Dia berpikir dengan pergi Maka rasa kecewa dan luka hatinya akan sembuh, tapi ternyata tidak. Sampai saat ini rasa kecewa dan rasa sakit itu masih saja ada.
Bahkan, rasa cinta itu masih saja ada. Hal itu yang membuat Aulia merasa begitu kesal terhadap dirinya sendiri, padahal Andika saja belum tentu mengingat dirinya.
"Maaf, Bu. Maafkan Aulia," kata Aulia seraya mengecup kening ibunya dengan penuh kasih.
Adisha terlihat menghampiri kakaknya itu, lalu memeluk kakaknya dengan penuh kasih sayang. Walau bagaimanapun juga, Adisha sangat mengerti bagaimana kegundahan hati sang kakak.
Dia begitu tahu bagaimana besarnya rasa cinta kakaknya itu terhadap lelaki yang bernama Andika itu, sehingga kekecewaannya begitu besar ketika mengetahui lelaki itu malah menikah dengan wanita lain.
Walaupun pada kenyataannya mereka memang tidak pernah ada ikatan cinta, hanya ada kata persahabatan di antara keduanya.
"Sudahlah, Kak. Sekarang waktunya kita menguatkan ibu, bukan malah menangis seperti ini," kata Adisha seraya menangis.
Walaupun dia berusaha tegar, tapi tetap saja air matanya terus mengalir di kedua mata mereka, kakak beradik itu terlihat saling memeluk di hadapan ibunya yang terlihat begitu lemah.
"Aulia, Sayang. Apakah itu kamu, Nak?" tanya Ibu Aisyah dengan terbata.
Mendengar ibunya bertanya dan sudah terlihat sadarkan diri, Aulia dan juga Adisha terlihat melerai pelukannya.
Kemudian, mereka tersenyum dan mengecup pipi ibunya secara bergantian. Tidak lupa mereka mengucap syukur berkali-kali, karena ibunya kini sudah terlihat sadarkan diri.
"Syukurlah ibu sudah sadar, apa yang sakit, Bu? Ibu mau apa? Apa Ibu mau dipanggilkan dokter atau bagaimana?" tanya Adisha beruntun.
Ibu Aisyah terlihat memaksakan senyumnya melihat kekhawatiran di wajah kedua putrinya, dia berusaha untuk mengusap wajah kedua putrinya itu.
"Kalau ada yang sakit bilang, Bu. Bilang sama Aulia, jangan diam saja," kata Aulia dengan air matanya yang terus saja berurai.
Dia benar-benar tidak tahan melihat keadaan ibunya yang begitu lemah di hadapannya sendiri, dia merasa hancur.
"Ibu sangat sehat, Sayang. Mendingan kamu makan gih, jangan mikirin Ibu terus. Ibu baik-baik saja," kata Ibu Aisyah dengan tegar walaupun wajahnya terlihat memucat.
"Aku nggak lapar, Bu. Aku mau dekat Ibu aja, aku mau deket Ibu. Aku ngga mau kemana-mana," kata Aulia.
Mendengar apa yang dikatakan oleh putrinya, Ibu Aisyah terlihat menggelengkan kepalanya dengan lemah. Dia tahu putrinya pasti belum makan karena sedari pagi dia melakukan perjalanan jauh, untuk datang ke ibu kota.
"Kalau kamu tidak makan nanti kamu sakit. Kalau kamu sakit, siapa yang mengurus Ibu?" tanya Ibu Aisyah membujuk.
Walaupun berat hati, akhirnya Aulia menganggukkan kepalanya karena yang dikatakan oleh ibunya itu benar adanya.
"Baiklah, aku akan makan dulu. Aku keluar sebentar, ke kantin doang," pamit Aulia.
Setelah berpamitan kepada ibunya, dia terlihat mengecup kening Ibu Aisyah dengan penuh kasih. Lalu, dia keluar dari ruangan perawatan milik ibunya tersebut.
Aulia terlihat melangkahkan kakinya dengan gontai menuju kantin Rumah Sakit, dia ingin mengisi perutnya. Walaupun dia tidak yakin bisa menelan makanan yang nanti akan dia pesan.
Saat tiba di kantin Rumah Sakit, langkahnya langsung terhenti kala dia melihat seorang pria yang sangat dia kenal.
Lelaki yang selama tiga tahun ini dia hindari, lelaki yang dia sangat cintai dan dia benci mengakui jika rasa cinta itu kini masih bersarang di dalam hatinya.
Lelaki itu terlihat duduk dengan raut wajah sedih, tatapannya bahkan terlihat kosong. Dia seperti orang yang tidak memiliki gairah hidup, dia terlihat seperti orang linglung.
"Andika," ucapnya dengan rasa sesak di dadanya.
***
Jangan lupa tinggalkan like dan juga komentarnya, love sekebon kembang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Safa Almira
, yuhuy
2024-09-10
0
Debbie Teguh
yg ini A semua ya pelakonnya? iseng ya kamu thor
2023-07-13
0
Mom La - La
waah... penyakitnya ibu mereka pasti sudah parah ya....
2023-02-09
0