Ternyata, waktu begitu cepat berlalu. Perasaan aku baru saja menyelesaikan ritual mandiku, baru juga aku duduk tepat di samping ibu untuk meminta restunya.
Ya, aku memutuskan untuk meminta restu kepada ibu. Karena walau bagaimanapun juga hanya ibu dan Adisha yang aku punya.
Tentu saja aku akan mengatakan semuanya, apa pun yang terjadi terhadap diriku kepada ibu dan juga Adisha.
Namun, seorang wanita sekitar berusia tiga puluh lima tahun datang menghampiriku di ruang perawatan ibu.
Dia membawakan aku baju pengantin untukku, bahkan dia juga membawa peralatan make up di dalam sebuah kotak khusus di tangannya.
Dia berkata akan merias wajahku sesuai perintah Andika, karena pernikahan kami akan segera dilaksanakan.
Aku menolehkan wajahku kepada Adisha, tapi dia malah terlihat acuh dan menggedikkan kedua bahunya.
Adikku yang satu itu memang sangat menyebalkan, tapi aku tidak bisa menyalahkannya karena memang keputusan yang aku ambil sangatlah beresiko besar.
"Apa yang harus aku lakukan terlebih dahulu, Mbak?" tanyaku.
Terus terang saja aku merasa bingung dengan apa yang harus aku lakukan, karena ini merupakan pernikahan dadakan.
Pernikahan yang tidak diduga-duga dan disangka-sangka, bahkan aku saja masih belum percaya jika saat ini juga aku akan segera melangsungkan pernikahan.
Aku memang pernah bermimpi untuk menikah dengan seorang pria yang sangat aku cintai, tapi bukan berarti aku menikahi Andika yang sudah beristri.
"Pakai saja dulu baju pengantinnya, Nona. Nanti baru saya akan merias wajah Nona," jawab wanita itu.
Ya, sepertinya aku memang harus segera memakai baju pengantin yang Andika belikan untukku. Karena pernikahan akan segera dilangsungkan.
"Baiklah," ucapku menurut.
Saat aku hendak berganti baju, ibu terlihat bangun dari tidurnya. Aku pun memutuskan untuk meminta waktu kepada wanita yang akan meriasku itu.
"Sebentar, Mbak. Aku mau bicara dulu sama ibu," pintaku.
Sungguh jantungku berdetak dengan sangat cepat ketika melihat ibu membuka matanya, aku memang ingin mengatakan hal tersebut terhadap ibu, tapi aku juga takut melihat reaksi yang akan Ibu berikan jika aku mengatakan semuanya.
Aku juga takut jika kejujuran aku akan membuat keadaan ibu lebih parah lagi, secara ibu memiliki penyakit yang parah.
"Ya, saya tunggu," ucap wanita itu.
Wanita itu terlihat duduk di atas sofa, sedangkan aku langsung tersenyum seraya menggenggam tangan ibu. Lalu, aku mengelus tangan ibu dengan lembut.
"Ada apa sih? Kenapa kamu begitu tegang?" tanya ibu dengan suaranya yang begitu lemah.
Untuk sesaat aku terdiam, aku mencari ucapan yang paling baik yang akan aku katakan kepada ibu.
Keputusanku ini pasti akan membuat ibu syok, tapi aku tidak bisa menyembunyikan semuanya dari ibuku.
Ibuku sangat tahu apa pun yang terjadi terhadap diriku dan aku paling tidak bisa berbohong kepada ibuku, Aisyah.
Melihat aku yang diam saja, ibu seolah paham jika saat ini aku sedang mengalami beban yang begitu berat.
"Katakan saja, Nak! Jangan sungkan, ibu akan mendengarkan," kata ibu Aisyah.
Pada akhirnya, aku pun memberanikan diri untuk mengatakan semuanya kepada ibu. Mulai dari pertemuanku bersama dengan Andika dan juga permintaan dari Andika.
Tentunya aku juga menjelaskan alasan Andika mengajakku untuk menikah, tidak ada yang aku tutupi sedikit pun dari ibu.
Benar sesuai dengan dugaanku, ibu terlihat begitu kaget. Namun, tidak lama kemudian dia nampak tersenyum dan mengelus lenganku dengan sangat lembut.
"Lakukanlah apa pun yang ingin kamu lakukan, ibu akan merestui. Tapi, menikahnya di sini. Ibu ingin menyaksikan," kata Ibu Aisyah.
Aku benar-benar tidak percaya ibu mengatakan hal itu, tapi dalam hati aku pun merasa bersyukur karena ibu tidak menolak apa yang sudah aku putuskan.
Padahal, aku sempat berpikir jika ibu akan memarahiku. Ibu bahkan akan membenciku dan tidak akan menganggap diriku sebagai anak lagi.
Namun, ternyata apa yang dikatakan oleh pepatah itu benar. Kasih sayang seorang ibu itu sepanjang masa, tidak seperti kasih sayang anak yang hanya sepanjang jalan.
"Iya, Bu. Terima kasih atas restunya," ucapku.
Setelah mengatakan hal itu, aku langsung bangun dan mengecup kening ibu. Lalu, aku membawa baju pengantin yang sudah diberikan oleh wanita itu dan aku pun segera memakai baju pengantin itu.
Aku sempat melihat diriku pada pantulan cermin, ternyata aku terlihat begitu cantik saat menggunakan gaun pengantin yang dibelikan oleh Andika.
Entah karena wajahku yang memang cantik, atau karena gaun pengantinnya yang memang mempunyai harga yang fantastis.
Saat aku sedang duduk di depan cermin dan mendapatkan sapuan make up di wajahku, Adisha terlihat menghampiriku.
Dia berdiri tepat di sampingku seraya mencondongkan wajahnya tepat ke arahku, lalu dia pun berkata.
"Sumpah gue lihat lihat elu cantik banget, Kak. Sayangnya elu nikah sama laki orang," kata Adisha mencibir.
Mendengar apa yang Adisha katakan, aku hanya bisa terdiam. Karena pada kenyataannya itu adalah benar adanya, aku akan menikah dengan pria yang sudah beristri.
"Isha, Sayang. Jangan bicara seperti itu," ucap Ibu lirih.
Aku tahu jika Ibu juga kecewa terhadap diriku, tapi dia masih tetap saja membela diriku. Tidak seperti Adisha yang benar-benar mengeluarkan unek-unek yang berada di dalam hatinya.
"Iya, Bu," jawab Adisha dengan bibir mengerucut.
Setelah mengatakan hal itu, Adisa nampak keluar entah mau ke mana. Sedangkan wanita yang kini berada di hadapanku meneruskan pekerjaannya kembali.
Tidak lama kemudian, aku melihat Andika yang datang ke dalam ruang perawatan ibu bersama dengan Fikri, sahabat kami saat di masa kuliah dulu.
Aku tidak menyangka jika Andika membawa Fikri beserta dengan dirinya, karena penasaran kenapa ada Fikri di sini, akhirnya aku pun bertanya.
"Loh, kok ada Fikri di sini?" tanya aku dengan raut wajah bingung.
Andika tersenyum, kemudian dia berkata.
"Tentu saja ada Fikri, karena dia adalah asisten pribadiku. Orang kepercayaanku yang sudah mempersiapkan semuanya," kata Andika.
Setelah mengatakan hal itu, Andika nampak duduk tepat di samping Ibu. Dia mengelus lembut lengan Ibu, bahkan dia juga mencium punggung tangan ibu dengan takzim.
Pria itu tersenyum hangat ke arah ibu, dia terlihat begitu sopan sekali. Aku sampai merasa kagum, kagum terhadap lelaki yang sebentar lagi akan menjadi suamiku.
"Saat ini juga aku akan menikahi Aulia, sebelum aku menikahinya. Aku ingin meminta restu kepadamu," ucap Andika tulus.
Aku tidak menyangka jika Andika akan meminta restu kepada Ibu, padahal pernikahan ini hanyalah pernikahan yang terjadi atas dasar kesepakatan.
Bukan pernikahan yang terjadi karena Andika mencintaiku, tapi karena kebutuhan dan juga tuntutan.
Ibu tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh Andika, kemudian dia pun berkata.
"Ya, Ibu merestui. Tolong jangan sakiti Aulia, bahagiakan dia. Walaupun dia hanya istri kedua dan kamu tidak pernah mencintainya," kata Ibu.
Ucapan Ibu terasa menusuk sampai ke hati, karena itu benar adanya. Hanya aku di sini yang mencintai Andika, Andika tidak pernah mencintaiku.
Jangankan untuk mencintaiku, menoleh ke arahku saja dia tidak pernah. Dia hanya menganggap diriku sebagai sahabat saja.
"Pasti, Bu. Aku akan membahagiakan Aulia, karena dia adalah calon ibu dari anak-anakku," kata Andika dengan yakin.
Ibu hanya tersenyum mendengar apa yang Andika katakan, tapi dalam hatinya aku tidak tahu seperti apa.
****
Selamat siang semuanya, semoga kalian sehat selalu dan murah rezeki. Terima kasih sudah meninggalkan like dan juga komentarnya, love sekebon nangka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
꧁𓊈𒆜🅰🆁🅸🅴🆂𒆜𓊉꧂
ceritanya bagus,aku ikutin aja alurnya .apakah di depan akan mengandung bawang atau nggaknya aku belum tau
2023-04-06
0
Mom La - La
ya, keputusanmu sangat bagus Aulia. aku mendukungmu.
2023-02-09
0
Sandisalbiah
maaf atas koment aku yg un-faedah ya thor... intinya tetap semangat utk karya² mu yg warbiasa...
2023-01-08
0