"Sorry, Pimoy. Habisnya kamu tuh gemesin, dulu gemes pengen nyubit. Sekarang gemes pengen---"
Andika tidak meneruskan ucapannya, kini dia menetapku dengan tatapan begitu nakal. Bahkan, tangannya terlihat merambat menuju dadaku.
"Aduh!" keluhku kala Andika meremat dadaku.
Mendapatkan perlakuan seperti itu dari Andika, sontak aku langsung memukul tangannya dengan cukup kencang.
Andika langsung tertawa seraya meringis, bodo amat kalau dia merasa sakit karena rasanya bercandanya itu sangat keterlaluan. Walaupun aku sadar kalau sekarang dia adalah suamiku.
"Jangan marah, sudah sana keluar. Katanya mau lihat ibu, nanti aku khilaf." Andika terlihat mengerling nakal.
Aku hanya memutarkan bola mataku dengan malas, kemudian aku segera pergi untuk menemui Ibu.
Tentu saja hal itu aku lakukan karena aku benar-benar takut jika Andika akan benar-benar melakukan apa yang dia katakan.
Aku jamin pasti aku tidak akan bisa berjalan jika Andika melakukannya lagi, karena saat ini saja cara berjalanku pasti sangat lain. Semoga saja Adisha ataupun Ibu tidak memperhatikan caraku berjalan.
Aku yakin jika Adisha tahu cara berjalanku berubah, dia pasti akan menggodaku seharian. Dia anak yang jahil, tapi penyayang.
Tiba di kamar Ibu, aku melihat dia sedang duduk seraya menyandarkan tubuhnya pada sandaran tempat tidur.
Dia tersenyum ketika melihat aku datang, wajahnya terlihat lebih segar. Tidak sepucat saat aku pertama datang.
"Sini, Sayang," kata Ibu Aisyah seraya menepuk tepian tempat tidur.
"Iya, Bu," ucapku.
Aku segera menghampiri ibu dan duduk tepat di sampingnya, kupeluk wanita paruh baya yang sudah melahirkanku itu.
"Wajahnya ceria banget, senang ya bisa nikah sama nak Andika?" tanya Ibu.
"Apa sih Bu," ucapku malu-malu.
"Ngga apa-apa, Ibu juga turut senang selama yang kamu lakukan membuat kamu senang. Ibu akan ikut senang," kata Ibu Aisyah.
"Terima kasih, Bu," ucapku. "Apa Ibu baik-baik saja?" tanyaku.
"Baik, Sayang. Ibu sangat baik, Ibu sudah merasa lebih segar. Ibu sudah merasa lebih bahagia juga karena kamu ada di sini," jawab Ibu Aisyah.
Rasa bersalahku karena sudah meninggalkan Ibu selama tiga tahun menyeruak kembali ke dasar hatiku, aku benar-benar merasa sedih karena sudah meninggalkan dirinya.
"Syukurlah kalau begitu, aku mau membuat sarapan. Ibu mau dibikinin apa?" tanyaku.
Tentu saja aku berani bertanya seperti itu, karena kemarin aku melihat banyak sekali stok makanan di dapur. Ada dua kulkas dan semua kulkas itu isinya penuh dengan bahan makanan, banyak juga bahan makanan lainnya di dalam lemari.
Sepertinya Andika benar-benar mempersiapkan semuanya, mulai dari makanan, perabotan dan semua fasilitas benar-benar dia siapkan dengan lengkap.
"Apa aja ibu suka, apa saja yang kamu masak pasti ibu akan makan," kata Ibu Aisyah.
"Iya, Bu. Kalau begitu aku buatin bubur aja ya, sama susu?" tanyaku.
"Ibu mau makan nasi sama sup ayam aja, kalau bubur ibu ngga mau," jawab Ibu Aisyah.
Dalam hati aku ingin tertawa saat ibu mengatakan hal itu, padahal Ibu berkata mau dibuatkan apa saja, tapi ternyata dia ada maunya.
Terus terang jika Ibu berkata seperti itu aku lebih senang, karena itu artinya aku tidak akan ragu untuk membuatkan apa pun yang diinginkan oleh ibu.
"Okeh," jawabku. "Oh ya, Bu. Adisha ke mana?" tanyaku.
"Adisha sudah berangkat kerja, pagi ini dia ditugaskan ke luar kota. Tadinya mau pamitan sama kamu, tapi katanya takut ganggu pengantin baru," kata Ibu sedikit menggoda.
"Apa sih, Bu?" ucapku dengan rona malu di wajahku.
Aku pastikan jika wajahku kini pasti sudah memerah, karena malu. Ibu malah tersenyum seraya mengusap-usap punggungku dengan lembut.
"Sudah sana cepat bikin sarapannya, nanti malah tidak kelar-kelar kalau kamu ngobrol terus sama ibu," kata Ibu.
"Iya iya, aku ke dapur dulu. Ibu tunggu sebentar," ucapku. "Nanti kalau sudah siap aku bilang," sambungku.
"Iya," jawab Ibu.
Setelah berpamitan kepada Ibu, aku segera ke dapur untuk membuat sup ayam dan juga sandwich.
Tiba di dapur aku langsung mengeluarkan bahan-bahan untuk membuat sup ayam, dengan cepat aku memotong-motong sayuran, ayam dan juga bumbunya.
Setelah itu aku mulai membuat sup ayamnya, setelah itu. Aku mulai menyiapkan roti dan juga isian untuk sandwichnya, aku harus cepat. Takutnya Andika akan segera pulang.
Untuk membuat sup, aku sengaja memakai panci khusus agar cepat matang. Hanya setengah jam saja aku sudah selesai membuat sup ayam dan juga dua buah sandwich lengkap dengan susu untuk sarapan kami bertiga.
"Sudah siap, tinggal memanggil Ibu dan juga Andika," ucapku senang.
Baru saja aku hendak membalikkan tubuhku, tangan kekar Andika sudah melingkar di perutku. Bahkan aku merasakan jika dia menyandarkan wajahnya di pundakku.
"Baru aku mau manggil kamu, kamunya malah udah dateng aja," ucapku.
"Hem," jawabnya seraya mengecupi leherku.
"Geli, ih!" ucapku seraya mendorong wajahnya.
Namun, bukannya menjauh tapi Andika malah menyesap cerukan leherku. Oh ya Tuhan, nanti pasti berbekas.
"Jangan, nanti berbekas!" keluhku.
"Maaf, kalau begitu kiss aja. Sebentar lagi aku pergi, udah gitu beberapa hari kita ngga bakal ketemu. Aku pasti kangen," kata Andika.
Aku langsung terkekeh mendengarnya, bisa-bisanya dia berbicara seperti itu. Perkataannya malah membuat aku merasa jadi istrinya seutuhnya.
"Apaan sih? Ngga jelas deh, ngomongin kangen segala. Pergi aja belum, mending kamu sarapan dulu," ucapku seraya melepaskan tangan Andika yang memelukku dengan posesif.
Tanpa aku duga, Andika malah mengangkat tubuhku. Lalu, dia mendudukanku di atas meja makan.
"Ya ampun, Ka. Kamu tuh bikin aku jantungan," ucapku dengan kesal.
"Abisan kamunya ngga percayaan banget sama aku, pokoknya aku mau minta kiss dulu buat bekel." Andika mendekatkan wajahnya.
Aku langsung mendorong wajahnya agar menjauh, antara malu dan juga kesal. Itulah yang aku rasakan saat menghadapi sikap Andika yang menurutku sangat aneh.
"Aku bekelin makanan aja, mana ada bekel kiss," ucapku seraya tersenyum kikuk saat melihat wajah tampannya.
"Ada,'' jawab Andika seraya mengelus lembut tengkuk leherku lalu menariknya dengan lembut sampai bibir kami bertemu.
Oh Tuhan, mau marah tapi rasanya sangat nikmat. Bahkan dengan cepat aku merasakan tubuhku seakan ringan dan terbang ke dalam gelombang kenikmatan yang Andika suguhkan.
"Manis, enak. Aku suka," kata Andika seraya mengecup bibirku kembali.
"Udah ih, sarapannya nanti malah ngga enak. Keburu dingin," ucapku.
Kembali aku mendorong wajahnya agar semakin menjauh dariku, rasanya aku sulit untuk bernapas jika dia terus dekat seperti ini.
"Iya, ini mau sarapan." Andika menurunkan aku, lalu dia terlihat menarik kursi dan mempersilakan aku untuk duduk.
"Kamu sarapan duluan, aku mau panggil ibu dulu," ucapku.
"Pergilah, aku akan menunggu. Kita sarapan bersama," kata Andika. Aku menganggukkan kepalaku tanda setuju.
***
Selamat pagi kesayangan, selamat beraktifitas. Terima kasih sudah meninggalkan like dan komentarnya, love sekebon pisang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Mom La - La
hi hi hi... jdi ingat wktu msih jdi pengantin baru.
2023-02-09
0
🦋 Pika 🦋
klo adhisa mungkin nggak liat, tapi klo ibu yah sudah pasti lihat dan tau apa sebabnya 🤭 sumpah aq dulu juga ngerasain gitu, malu sendiri saat bertemu bapak dan ibu setelah malam pertama 🙈
2022-12-12
0
Sunarti
dimana" slalu aja yg di lakukan cium " melulu
2022-12-10
0