"Kenapa kakek dulu pake mempelajari ilmu macam itu hingga anak cucu ikut menanggung akibatnya." tanya Satria.
Nikky menjelaskan bahwa konon dulu didaerah kota Waringin lama ada sebuah kerajaan Hindu kaharingan bernama kerajaan Manis Mata. Kakek adalah seorang Adipati dikerajaan tersebut. Suatu ketika masuklah ajaran baru yang dibawa oleh kyai gede utusan sunan Kalijogo.
Kyai gede terkenal sakti mandraguna, oleh karena itu sedikit demi sedikit masyarakat disenjang sungai Arut Selatan menjadi pengikut kyai gede. Menyadari akan hal itu diam diam kakek mempelajari ilmu macan kumbang untuk menghadapi kyai Gede. Namun sayang, sang raja bukannya mendukung malah menangkap kakek dan memenjarakannya karena ilmu tersebut hanya boleh dipelajari kalangan raja dan keluarganya.
Sebelum dijatuhi hukuman mati, kakek berhasil melarikan diri hingga sampai desa air durian.
Raja memerintahkan pasukannya mengejar kakek namun gagal karena kerajaan Manis Mata keburu diserang laskar kyai Gede. Kerajaan Manis Mata runtuh, kakek selamat.
"Kita ke Ungaran sekarang." kata Satria setelah mendengarkan cerita Nikky.
"Kamu nggak pulang dulu."
"Kalau pulang nanti Kunti curiga. Nanti aku bilang malam tadi langsung ke Ungaran."
Nikky hanya mengangguk.
Mereka ceck out dari hotel langsung ke Ungaran menempuh jarak sekitar 18 km ke kota ungaran. Jalannya menanjak dan udara sangat dingin tapi Nikky tampak biasa biasa saja.
Satria singgah di km.5 banyu biru untuk sarapan di warung pecel keong mbak Toen.
"Gimana?" tanya Satria.
"Rasanya nendang. Mantul. Keong itu apa?"
"Siput, siput sawah yang jalannya lambat itu. Disana ada nggak."
"Ada, namanya Gondang. Besar besar. Tapi tidak dimakan untuk makanan itik aja."
Usai sarapan mereka melanjutkan perjalanan menuju kecamatan Sumowono dimana Harun dan istri mengisi hari tuanya dengan berkebun. Disepanjang jalan menuju desa tempat tinggal Harun, yang tampak hanya hamparan perkebunan ditanami bawang merah, tomat hitam dan berbagai sayur mayur.
Beberapa ratus meter dari gapura desa, motor Satria menepi dan berhenti.
"Kenapa mas, mogok?"
"Nggak, lihat itu. Bapak sama ibu lagi panen bawang."
Satria menunjuk bapak dan ibunya tengah panen bawang merah dibantu beberapa orang.
"Bapak.....Ibu.......!" seru Satria dari pinggir kebun. Harun mengangkat topi dan melambai lambaikannya. Harun dan istrinya bertanya tanya siapa perempuan bersama Satria itu.
Satria berlari kecil menghampiri orang tuanya sementara Nikky melangkah setapak demi setapak memperhatikan Harun. Meski pun usia sudah kepala lima, namun ia masih tampak tegap. Kulit gelap, hidung mancung, tidak seperti yang Nikky bayangkan, kulit putih.
"Coba tebak, siapa dia pak?" tanya Satria.
Nikky dan Harun saling tatap. Ada getaran lembut dalam hati mereka masing masing.
"Siapa Tria?"
"Saya Nikky pak, anak Farida."
Harun bagai disambar petir disiang bolong begitu mendengar nama Farida.
Setelah puas melepas kerinduan dengan memeluk Nikky sambil berurai air mata, Harun memperkenalkan istrinya.
"Ini ibumu juga Nikky," ujar ibu tulus. Nikky memeluk ibu sambil terisak.
"Bapak sering cerita soal ibumu."
"Maafkan bapak karena telah meninggalkanmu. Andai ibumu dan nenek mau dibawa ke Jawa. Tapi mereka tidak mau entah kenapa."
"Nanti saya ceritakan kenapa mereka tidak mau dibawa ke Jawa," ujar Nikky.
Mereka kemudian pulang beriringan dengan sepeda motor masing masing sedangkan panen diserahkan anak buahnya.
Rumah Harun cukup besar hanya dihuni berdua dengan istrinya. Sebenarnya kalau hanya untuk makan berdua dari uang pensiunnya cukup. Tapi Harun akan merasa tersiksa bila berdiam diri dirumah, maka ia mengikuti jejak rekan purnawirawan lainnya berkebun. Disamping mengisi waktu dengan beraktivitas, kebugaran terjaga, ada hasil tambahan juga.
"Kamu kesini sama siapa nak?" tanya Harun sambil makan siang.
"Jaka, suami saya."
"Jakanya mana?"
"Pulang duluan ke SP.4. karena masa cutinya tinggal 3 hari lagi. Dia petugas kesehatan disana pak.Tempo hari dari Pangkalan Bun saya langsung ke Purwokerto ketemu ibunya. Jaka itu anak pak Hairun."
"Hairun!?" Harun terperanjat.
"Mandau dan telawang itulah yang menjadi petunjuk saya bisa ketemu bapak."
Harun terpukul begitu Nikky mengatakan kalau ibunya sudah meninggal, tapi ia sembunyikan perasaan itu didepan istrinya.
Malamnya setelah istrinya tidur, Nikky, Harun dan Satria membicarakan masalah siapa Farida sebenarnya. Nikky menceritakan seperti yang diceritakan nenek. Seperti Satria sebelumnya, Harun pun menyangkal cerita tersebut.
"Itu mitos aja. Mana ada dijaman sekarang ilmu seperti itu."
"Ini fakta pak. Nenek, ibu Farida dan Nikky bisa berubah wujud jadi macan kumbang setelah berhubungan dengan lelaki yang bukan sedarah."
Harun tertawa kecil.
"Kenapa kamu jadi terpengaruh cerita mitos Nikky."
"Pak, Satria sudah membuktikannya malam tadi."
Satria kemudian menceritakan kejadian yang ia alami malam tadi.
"Kamu sudah tidak waras tidur dengan adikmu sendiri. Biar pun Nikky bukan adik kandung, tapi dia itu tetap saja adikmu."
Harun marah. Satria terdiam.
"Pak, sabar. Mas Satria tidak salah. Sayalah yang menginginkan itu sekedar membuktikan bahwa apa yang saya ceritakan tadi benar." ujar Nikky menenangkan Harun.
"Jadi, benar kamu berubah jadi macan kumbang setelah berhubungan dengan orang lain. Kemudian dengan kakakmu tidak berubah ?"
"Iya pak. Itu kutukan yang kami sandang turun temurun."
"Tapi kenapa ibumu tidak berubah. Bapak ini kan orang lain."
"Ibu berubah pak. Ibu tidak pernah cerita pada bapak. Masih ingatkah setiap kali ibu dan bapak berhubungan ibu selalu menghilang meninggalkan bapak?
Harun mengingat ingat kejadian duapuluh tahun lalu setiap kali bersama Farida. Kemudian ia mengangguk angguk.
"Bagaimana dengan Jaka?"
"Dia sudah tau semuanya. Dia juga berjanji akan membantu menyudahi kutukan ini."
"Caranya?"
"Menikahi saya dan punya anak. Selanjutnya kutukan itu berakhir."
"Hanya begitu. Mudah mudahan kalian segera punya momongan."
"Masih ada satu tahap lagi."
"Apa, mungkin bapak bisa bantu."
"Nenek belum mengatakannya, nanti setelah saya punya anak."
"Begini aja. Sementara kamu tinggal disini dulu. Bapak nanya nanya siapa tau ada orang pintar yang sanggup membebaskan kutukan itu."
"Ya, pak."
"Telpon Jaka, bapak mau bicara."
"Saya nggak punya hape pak."
Harun menepuk jidatnya sendiri.
"Satria, besuk pagi pagi kamu belikan Nikky hape di Ungaran.
"Ya pak. Tapi nomor hapenya Jaka ada nggak?"
"Iya,ya."
"Saat ke korem tempo hari, mas Jaka ngisi buku tamu. Rasanya ada nomor hapenya juga."
"Kalau gitu besuk Nikky ikut sekalian. Habis beli hape kalian ke korem. Sekarang istirahat sudah malam."
Satria pulang ke Semarang dengan tenang karena bapaknya sudah nelpon Kunti ngabari kalau suaminya di Ungaran sejak kemarin malam. Harun terpaksa membohongi menantunya semata mata menjaga agar mereka tidak ribut gara gara Satria malam tadi tidak pulang. Harun mungkin menyadari bahwa buah jatuh tak jauh dari pohonnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Didit Suryadi
siap mas
2021-05-11
0
Nikodemus Yudho Sulistyo
lanjut..
ANGKARAMURKA mampir kembali.
2021-05-11
0