Langit di ufuk barat memerah saga, sesaat lagi malam kan terjelang. Desa 4 Air Durian pun gelap gulita, hanya tampak lampu lampu minyak dari rumah rumah warga. Kecuali beberapa rumah petugas UPT yang menggunakan penerangan lampu petromak seperti rumah dinas mantri Ilham. Sekitar pukul sembilan manakala sebagian warga sudah terlelap, Aswad keluar dari pintu belakang dan mengendap endap menyeberang ke rumah sebelah yang jaraknya sekitar 50 meter. Aswad langsung menuju ke jendela kamar Hadi. Beberapa saat lamanya ia memasang telinga meyakinkan kalau anak Hadi sudah tidur. Setelah yakin anak Hadi sudah tidur, Aswad bersiul layaknya burung. Setelah tiga kali bersiul dari dalam terdengar suara perempuan berdehem. Aswad tersenyum seraya melangkah ke belakang dan berdiri di depan pintu belakang. Beberapa saat berselang pintu terbuka, Aswad toleh kanan dan kiri baru masuk.
"Lama amat," bisik Titin lirih.
"Nunggu Emel tidur." kata Aswad pelan. Mereka kemudian masuk kamar belakang.
"Kangen banget mas.." ucap Titin disertai nafas yang memburu. Aswad membiarkan pusakanya dimanjakan Titin sebegitu rupa sementara ia dalam posisi berdiri sembari meremas remas rambut Titin yang ikal dan lebat. Sesekali mulut Aswad terbuka dan memejamkan mata menahan panasnya hasrat Titin yang bergejolak dasyat. Aswad tidak pernah mendapatkan ini dari Emel selama pernikahannya yang sudah berjalan sembilan tahun. Aswad mengangkat bahu Titin agar menyudahi aksinya. Kemudian ia dibaringkan tepat dibibir ranjang, kedua kaki diangkat selanjunya Aswad melakukan pembalasan seperti yang dilakukan Titin sedang posisinya jongkok dilantai. Titin menggoyang goyangkan kepala menahan pembalasan Aswad. Sekali kali ia angkat badannya dengan kepala membungkuk sementara kedua tangannya mencengkeram rambut Aswad agar menyudahi pembantaiannya, namun Aswad bukannya mundur ia malah tambah agresif.
"Sudah. Sudah.Sudah." Titin memohon dengan suara lirih. Aswad bangkit, naik keranjang langsung ******* bibir Titin, leher, dada dan yang lain.
"Ayo dong mas sudah nggak tahan nih." desah Titin. Aswad pun membenamkan singkong manalagi berukuran doble L itu keperapian yang sudah membara. Seketika itu Titin terbelalak dengan mulut menganga. Selanjutnya Aswad mengikuti ritme geliat tubuh Titin sampai keduanya terpekik dalam diam.
Mereka terkulai bermandikan peluh. Berbaring berhadapan nyaris beradu wajah.
Dalam kegelapan kamar mereka berbicara dengan hati tanpa kata kata. Mereka sadar bahwa yang mereka lakukan selama beberapa bulan ini adalah sebuah kebiadaban karena masing masing mengkhianati pasangan. Kebiadaban itu bermula ketika Titin minta tolong Aswad tetangganya memperbaiki atap rumah yang tersingkap disapu angin saat hujan lebat beberapa waktu lalu. Hadi suami Titin ada di Ketapang bekerja sebagai tukang kayu. Dua minggu sekali Hadi baru pulang dan hanya satu malam durumah sementara dahaga hasrat kewanitaannya tidak pernah terpuaskan. Entah siapa yang mulai setelah memperbaiki atap rumah itu mereka sepakat untuk ketemu malam harinya dirumah Titin. Laksana musafir yang kehausan ditengah padang pasir, Titin memuaskan dahaganya hingga tenggorokan tak lagi kering. Titin terkesan, sangat terkesan pada Awad yang piawai meracik minuman sampai senikmat itu. Apalagi pusaka Aswad jauh lebih mantap dari pusaka Hadi. Maka Titin pun ketagihan. Disisi lain Aswad bangga bisa membuat Titin kelimpungan. Disamping ia cantik, mulus dan montok, Titin bisa mengimbangi atraksi Aswad di palagan. Maka kebiadaban itu berlanjutlah sampai saat ini.
Hari itu Aswad absen lagi tidak bekerja. Alasannya meriang, badan serasa remuk. Emel percaya aja memang nyatanya badan Aswad panas. Mata memerah, sebentar sebentar menguap. Itu tanda masuk angin, menurut Emel. Ia tidak tau kalau malam tadi tenaga suaminya terforsir untuk melayani hasrat Titin yang. Teman teman serombongan kerja parit mulai curiga melihat gelagat Aswad yang akhir akhir ini sering absen. Ditempat kerjaan pada jam istirahat Aswad selalu telponan berlama lama sesekali tersenyum senyum sendiri. Mulanya teman teman mengira ia telponan dengan Emel, tapi ternyata bukan. Suatu siang tanpa sengaja Dadang teman sekerjanya melihat hape Aswad bergetar dan muncul nama T2N. Diam diam Dadang mencari tau siapa gerangan inisial T2N itu. Suatu kesempatan ketika Emil ke posyandu Aswad tampak bercakap cakap dengan Titin dibelakang rumahnya. Sesekali Titin mencowel dagu Aswad. Disitu Dadang yakin kalau T2N itu adakah Titin. Dadang tidak terima istri teman sekampungnya dilecehkan. Ia telpon Hadi meski pun belum ada bukti visual untuk menguatkan kesaksiannya.
"Yang bener Dang !?" tanya Hadi kurang yakin, soalnya Aswad tetangga samping rumah itu penampilannya klemak klemek seperti orang tidak punya semangat hidup gitu.
"Saya tidak bisa ngomong apa apa lagi. Seperti itulah yang kuketahui."
"Baik Dang. Atur nuhun informasinya."
Selesai. Bagaimana sikap Hadi selanjutnya. Dadang tiba tiba menyesal. Kenapa juga pake nelpon Hadi. Mestinya lapor aja sama pak RT. Sementara itu di Ketapang Hadi gundah gulana membangun imajinasi negatif tentang istrinya. Bagaimana Aswad menggauli istrinya. Memang benar ia klemak klemek, tapi urusan benda pusaka dimana mana semua lelaki rasanya sama. Tergantung niat dan keadaan. Bila niat sudah ada, peluang jelas terbuka melihat situasi pemukiman yang sangat mendukung. Setiap warga trans dapat rumah yang berdiri diatas lahan seluas seperempat hektar. Artinya ada jarak cukup jauh dari satu runah kerumah yang lain. Sudah gitu terlindung berbagai macam tanaman keras atau palawija yang rimbun sehingga bila tetangganya melakukan aktifitas tidak terlihat tetangga lain. Apalagi pada malam hari. Dada Hadi bergemuruh dipermainkan imajinasinya sendiri. Ia tidak bisa fokus bekerja, bawaannya marah aja. Akhirnya Hadi tidak tahan, pamitan pulang sama mandor proyek dengan alasan anaknya sakit.
"Jadi mau kasbon ?" tanya mandor.
"Untuk ongkos aja pak."
Mandor ngasih pinjaman 300 ribu.
"Nanti sisa gaji saya tolong dititip sama Maman pak "
Hadi pulang naik bus pagi jurusan Ketapang - Manis Mata.
Sekitar pukul empat bus sampai didesa 4 Air Durian. Hadi turun di jalur 8 bukan jalur 11 dimana ia tinggal. Ia singgah dirumah Dadang untuk mengkonfirmasi berita itu. Dadang tidak bisa menyembunyikan kepanikannya ketika melihat Hadi.
"Kok cepet pulangnya."
"Aku tidak tahan setelah mendengar ceritamu. Disana gelisah, galau, uring uringan. Aku mau liat rumah dulu, kalau tidak ada apa apa kembali lagi kesana "
"Gitu ya."
"Kopinya mang." kata istri Dadang menyuguhkan secangkir kopi dan pisang goreng.
Mereka ngobrol soal pekerjaan masing masing, keluhannya sama soal upah yang minim sementara barang barang merangkak naik. Istri Dadang menyinggung soal rencana pulang kampung bareng bareng menjelang lebaran nanti. Sudah ada sepuluh kepala keluarga yang akan pulang dengan satu tujua, Jawa Barat. Tanpa terasa hari sudah menjelang senja, Hadi pamitan pulang.
Di warung kopi Kadar depan balai desa, Hadi singgah lagi. Ia sengaja mengulur waktu menunggu malam tiba ketika warga mulai naik keranjang untuk tidur. Pukul delapan lewat ia pulang. Semakin dekat dengan rumah jantung Hadi makin berdebar. Ia berharap tidak terjadi hal buruk seperti yang ia bayangkan. Sampai depan rumah, Hadi berjalan berjingkat jingkat menuju kamarnya. Dada hadi bergemuruh seketika mendengar istrinya mendesah, merintih, dikamar belakang bersama lelaki mungkin Aswad. Hadi kebelakang mencabut parang yang terselip di dinding kemudian menggedor pintu. Dari dalam terdengar mereka berdua panik. Sekelebat bayangan kekuar dari pintu depan kemudian berlari ke arah jalan. Hadi mengejar seraya berteriak maling. Warga sekitar pun berhamburan menyandang senjata masing masing mengikuti Kemana Hadi berlari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Didit Suryadi
terimakasih koreksinya mas
2021-04-30
0
Nikodemus Yudho Sulistyo
lanjut baca thor.
makin asik. cuma bab ini agak padat dan nempel paragrafnya ya..🙏🏻🙏🏻
2021-04-30
1