Jantung Satria berdebar debar memperhatikan Nikky dari kejauhan. Satu dua orang pengendara melintas, hanya memperhatikan Nikky sepintas dan berlalu begitu saja. Mungkin mereka curiga ada perempuan cantik sendirian ditempat sepi.
Satria sendiri mungkin bila melihat perempuan cantik ditempat sepi seperti itu pasti akan mengira kalau ia hantu.
Akhirnya ada seorang pemuda menyinggahinya. Mereka bercakap cakap entah apa yang dibicarakan. Kemudian pemuda itu mengikuti Nikky masuk dalam gudang bekas penggilingan padi.
Satria bingung, mau mendekat takut ketahuan.Kalau tidak mendekat ia tidak bisa melihat pembuktian ucapan Nikky. Mana kaki tidak mau diajak kompromi lagi sejak tadi gemetar.
Satria menyembunyikan motor nya dibalik pohon pisang kemudian berjalan selangkah demi selangkah menuju gudang bekas penggilingan padi. Ia melompat pagar lewat samping agar tidak ketahuan. Tapi sial, kemejanya nyangkut diujung pagar yang runcing sehingga ia dalam posisi menggantung dan tidak bisa berbuat apa apa. Ketika ia mau melepas kancing baju agar bisa melepaskan diri, kemeja robek. Satria jatuh. Untung rumput cukup tebal meski pun tempurung terasa pecah.
Satria kembali jatuh terduduk demi mendengar teriakan pemuda itu seraya keluar dari gudang. Ia lari sambil berteriak minta tolong.
"Tolong .....! Tolong.....! ada macan kumbang."
Nikky keluar sudah berubah wujud manusia, ia memandang dimana Satria tadi menunggunya. Tapi ia tidak melihat Satria. Kemana orang itu, jangan jangan ia lari juga karena ketakutan.
"Nikky, Nikky!" seru Satria dari samping gudang.
"Ngapain disitu mas, ayo buruan sebelum orang orang kemari."
Satria berlari kecil terpincang pincang menuju dimana motor nya disembunyikan. Sampai disana ia terkejut melihat dari sudut bibir Nikky masih ada sisa darah kelinci.
"Darah, darah," ujar Satria gemetar.
Nikky merobek segenggam daun pisang kering untuk membersihkan darah kelinci dari sudut bibirnya. Mereka kemudian cabut meninggalkan tempat tersebut.
Dugaan Nikky tepat, baru beberapa ratus meter mereka meninggalkan tempat itu, mereka bersimpangan dengan mobil polisi diiringi beberapa sepeda motor, semua menyandang senjata Laras panjang.
"Untung kita cepat kabur, kalau tidak ......" kata Satria masih gemetar.
Sampai di kamar hotel, Nikky pesan dua gelas kopi panas dan dua botol air mineral, kemudian mandi karena badan mulai gatal.
Satria duduk termenung membayangkan kejadian yang baru saja mereka alamai.
"Kutukan macan kumbang," gumam Satria. Dijaman serba modern seperti saat ini masih ada kutukan kutukan seperti itu.
Berarti di pedalaman Kalimantan masih ada suku primitif yang menganut paham animisme dimana mereka berkeyakinan bahwa roh roh leluhur mendiami tempat tempat tertentu sepeti pohon besar dan sejenisnya.
"Satu tahap lagi proses pembuktian ucapan saya mas."
"Apa itu?"
"Kita ....." belum selesai ucapan Nikky tiba tiba dilobby terdengar keributan. Nikky buru buru keluar dari kamar diikuti Satria.
Hampir semua tamu hotel berkumpul di lobby untuk mendengar himbauan dari aparat keamanan.
"Maaf kalau kami mengganggu ketidak nyamanan para tamu. Kami dari Polsek setempat menghimbau para tamu agar malam ini tidak meninggalkan hotel dan keluyuran diluar karena ada seekor macan kumbang cukup ganas berkeliaran. Mungkin ia kelaparan sehingga keluar dari dalam hutan."
Nikky menarik tangan Satria kembali ke kamar. Sementara beberapa tamu hotel yang lain masih membicarakan tentang keberadaan macan kumbang tersebut.
"Masih penasaran dengan ucapan saya?" tanya Nikky setelah mereka masuk kamar.
"Aku percaya sekarang. Besuk kamu kuantar ke Ungaran menemui bapak. Kalau bapak kurang percaya, aku nanti yang akan meyakinkan. Sekarang aku permisi mau pulang."
"Tunggu dulu," kata Nikky seraya menghadang Satria.
"Pembuktian kita masih satu tahap lagi."
"Nggak usah, aku percaya kok kalau kamu anak bapak."
"Kesepakan kita tidak seperti itu. Mas Satria percaya kalau saya anak pak Harun, tapi saya belum membuktikan kalau mas Satria anak pak Harun, sedarah dengan saya."
Satria bingung. Bukan masalah percaya atau tidak. Sekarang masalahnya adalah kekhawatiran, bagaimana kalau ternyata Nikky keliru. Satria bukan sedarah dengannya, kemudian ia berubah menjadi macan kumbang sedangkan saat itu mereka tidak membawa kelinci atau ternak lain untuk dimangsa.
"Jangan khawatir mas, buka saja jendela itu. Bila ternyata kita tidak sedarah dan saya berubah jadi macan kumbang, saya keluar dari jendela tersebut untuk mencari mangsa agar bisa berubah wujud kembali jadi manusia."
Lama Satria berpikir mempertimbangkan pembuktian tahap kedua. Ia belum kenal betul siapa Nikky, bagaimana bila Nikky berkhianat kemudian memangsa dirinya. Atau bisa jadi jauh jauh dari Kalimantan ia sengaja mencari lelaki sedarah kemudian dimangsa untuk menyempurnakan ilmunya dan bukan kutukan.
Nikky menyesal, kenapa pembuktian tadi dengan orang lain dulu, mestinya Satria dulu sehingga ia tidak berpikir macam macam setelah melihat kenyataan bahwa memang benar dirinya berubah.
"Ayo dong mas, jangan kelamaan mikir."
"Tunggu dulu Nikky. Aku ada satu pertanyaan mohon dijawab jujur."
"Pertanyaan apa?"
"Jaka itu siapa?"
Nikky tersenyum. Kenapa Satria jadi lari ke situ.
"Dia suami saya. Kami baru saja menikah."
"Bagaimana kalian melewatkan malam pertama dan selanjutnya?"
"Sebelum resmi menikah kami sering melakukan itu mas."
"Berarti kamu berubah."
"Ya, tapi mas Jaka sudah tau siapa saya. Makanya mas Jaka punya puluhan ayam khusus untuk antisipasi."
"Baik, aku bersedia. Kalau memang sudah takdirku harus mati dimangsa macan kumbang aku pasrah."
"Nggak usah pake bicara seperti itu mas," kata Nikky.
Satria tersudut, tidak punya alasan lagi untuk mengelak dengan terpaksa ia pun menepati kesepakatan.
Semilir angin malam masuk kamar Nikky lewat jendela yang sengaja dibuka untuk jaga jaga kalau ternyata mereka tidak sedarah. Lewat jendela itu pula suara binatang malam bersahut sahutan laksana simphony alam nan memukau. Sementara itu Nikky dan Satria semakin jauh mengarungi lautan entah kapan mereka kan berlabuh sedang tepian belum juga tampak.
Mereka sadar telah melanggar norma norma susila, namun mau bagaimana lagi, hanya itu cara praktis dan cepat untuk melakukan pembuktian.
"Kita sedarah mas, berarti memang benar pak Harun bapak kandungku." ujar Nikky setelah mereka melakukan pembuktian.
"Ya," kata Satria singkat sambil mengangguk angguk.
Satria tidak habis pikir, meski pun kejadian ini tidak bisa diterima akal sehat apalagi dengan penjelasan ilmiah namun fakta membuktikan bahwa keanehan ini benar benar terjadi.
Lepas dari masalah kelainan Nikky, Satria merasakan ia berbeda dengan Kunti. Selama pernikahannya dengan Kunti, Satria tidak pernah merasakan sensasi seperti ini.
Sementara Nikky sendiri juga merasakan hal sama. Ia tidak pernah merasakan ini bersama Jaka. Mungkin benar kutukan tersebut mengatakan anak cucu kakek tidak bisa berhubungan dengan orang lain kecuali satu darah.
Andai saja Satria belum menikah dengan Kunti, mungkin Nikky akan mengikuti jejak nenek yang menikah dengan kakek meskipun mereka satu kandung. Namun, sama artinya dengan melahirkan generasi baru pewaris ilmu macan kumbang tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments