Satria ke Ungaran setelah mengantar Kunti ke pasar Krempyeng.Satria dan Kunti punya kios dipasar tersebut untuk jualan sembako.
"Belikan yang bagus ya," ujar Harun seraya memberi uang 5 juta pada Nikky untuk beli hape.
"Pake uang saya aja pak," kata Satria.
"Jangan. Ini pertama kali bapak kasih uang jajan untuk Nikky."
Nikky tersenyum.
"Nikky jalan dulu pak." kata Nikky sambil mencium tangan Harun kemudian ibu.
Keluar dari desa Nikky melingkarkan tangan dipinggang Satria kemudian menyandarkan kepala dipunggung. Satria menghela nafas. Ia tidak tau apa maksud Nikky, apakah ia menganggapnya sebagai kakak hingga berani sedekat dan serapat itu bahkan terkesan memanja. Atau ada maksud lain.
Satria tidak berani berandai andai bahwa seandainya ia belum menikah dengan Kunti dan Nikky belum menikah dengan Jaka, mungkin Satria akan merahasiakan siapa Nikky untuk kemudian menikahinya.
Seperti apa yang dipikirkan Nikky setelah terjaga dari tidurnya dihotel malam itu, Satria pun merasakan sensasi lain dalam kebersamaannya dengan Nikky. Selama dua tahun menikah dengan Kunti belum pernah ia merasakan sensasi kebersamaan seindah itu. Nikky yang notabene perempuan dari pedalaman dimana dalam melakukan aktifitas biologis hanya alami, namun faktanya ia lebih piawai ketimbang pakar pemenuhan kebutuhan biologis. Apa mungkin karena dalam tubuhnya mengalir pula darah macan kumbang sehingga mempengaruhi perilaku biologis nya. Entahlah.
Waktu baru menunjukkan pukul delapan lewat sepuluh, toko toko belum ada yang buka.
"Kita ke Tlogosari aja, disana lengkap. Setelah itu baru ke Korem." ujar Satria.
"Terserah mas aja."
Sampai di Tlogosari, SMS shop belum juga buka, Satria membawa Nikky kerumah makan ayam goreng dan bakar Lombok Abang.
Nikky duduk rapat disamping Satria, tangannya diletakkan diatas paha Satria membuat ia berdebar debar.
"Hotel tempat kita kemarin dimana mas?" tanya Nikky mulai ngelantur.
"Disana dekat korem. Nanti kita lewat sana. Kenapa emang."
"Pengen kesana lagi mas."
Satria menghela nafas panjang. Ternyata apa yang dirasakan Nikky sama seperti yang ia rasa. Satria hanya mengangguk.
Toko toko diseberang rumah makan Lombok Abang satu persatu buka. Mereka buru buru menghabiskan sarapannya kemudian ke SMS shop.
Nikky yang tidak tau sama sekali mana hape bagus dan tidak hanya diam melihat Satria memilih satu hape ke hape lain dan akhirnya ia mengambil hape merek terkenal dengan harga 3,5 juta.
"Kita ke korem, baru mempelajari bagaimana cara menggunakan hape ini."
"Di hotel kemarin ya mas belajarnya."
Satria mengangguk.
Mereka tidak masuk kekantor, hanya menanyakan buku tamu di pos penjagaan. Setelah menjelaskan maksudnya, petugas membuka buku tamu dua hari lalu.
"Jaka Purnama?" tanya petugas.
"Ya pak."
"Ini nomor hapenya."
Sudah mendapatkan nomor WA Jaka mereka ke hotel Nozz. Recepsionis masih mengenali mereka berdua. Ketika mereka berlalu menuju kamarnya, recepsionis memandang dengan tatapan penuh tanya. Entah apa yang ia pikirkan.
Setengah jam berselang Jaka sudah berhasil membuat akun google Nikky dan mendownload aplikasi WA.
"Bisa buat nelpon mas Jaka?"
"Bisa. Tapi jangan sekarang nanti aja dirumah Ungaran biar bapak langsung bicara atau Vidio call sama Jaka."
"Nanti bapak mau bikin Vidio dulu?"
"Bukan. Vidio call itu kita bicara sama Jaka bisa langsung melihat Jaka."
"O....ya. Kaya punya mas Dani itu. Maklum mas orang pedalaman," kata Nikky seraya merebahkan kepala dibahu Satria.Selanjutnya kamar hotel jadi saksi apa yang mereka lakukan berdua.
Pukul duabelas mereka pulang ke Ungaran tepat saat Harun dan istrinya pulang dari kebun untuk istirahat. Sebelumnya Satria pesan pada Nikky nanti kalau ia sudah pulang bilang sama bapak pengen ke Borobudur.
"Ngapain ke Borobudur?" tanya Nikky.
"Bilang aja begitu. Nanti bapak pasti nyuruh aku nemani."
"Pintar cari kesempatan ya."
"Kalau nggak mau ya udah."
"Ya,ya. Mau, mau. Di Borobudur ada hotel mas?"
"Ada. Banyak."
"Kok lama sekali beli hape aja sama ke korem."
"Bawa Nikky keliling pasar. Disana katanya pasarnya kecil, tidak seperti disini. Naik eskalator aja takut dia."
Harun percaya bualan Satria dan Nikky.
"Hallo...Jaka." Harun sudah tak sabar lagi Vidio call dengan Jaka.
"Hallo...bapak siapa ya."
"Mas Jaka, ini bapak. Pak Harun. Ini ibu."
"Halo Bu. Mas Satria mana?"
"Sudah pulang. Saya dirumah bapak di Ungaran."
Harun bilang sementara Nikky biar di Ungaran dulu, bapak dan ibu masih ingin berlama lama dengannya.Nanti bapak antar pulang ke SP.4. Jaka tidak keberatan.
"Mas Jaka, nanti sore kerumah nenek. Nikky mau vidioan sama nenek." ujar Nikky sebelum menutup vcallnya.
Dari Ungaran Satria langsung ke pasar Krempyeng nyusul Kunti.
"Lama amat sih mas beli hape gitu aja." kata Kunti sambil manyun.
"Kaya nggak tau bapak aja. Kalau nyuruh harus segera dilaksanakan. Jiwa militernya masih lekat, kita ini dianggap kaya anak buah. Mana nyuruhnya borongan lagi, selesai ini, itu."
"Ya sudah aku mau istirahat dulu."
Kunti pulang untuk istirahat. Gantian Satria yang jaga kios sampai jam lima nanti.
Selagi Harun dan istrinya tidur siang, Nikky minta ajari anak tetangga yang masih kelas lima SD bagaimana cara nelpon, Vidio call dan chating.
"Kalau ini apa keluar foto foto orang?" tanya Nikky melihat notifikasi Facebook di hape Putri.
"Ini Facebook mbak."
"Nanti aja dah Facebooknya, orangnya banyak gitu. Bingung saya nggak ada yang kenal."
Putri tersenyum. Parah banget ni orang, hari gini masih gagap teknologi.
Saat makan malam, Nikky menyampaikan seperti pesan Satria.
"Pak, Nikky pengen ke Borobudur yang banyak hotelnya itu."
"Borobudur itu candi bukan hotel. Nanti sama Kunti kesana."
Lho kok sama Kunti, kata Satria sama dia, tanya Nikky dalam hati.
Usai makan malam mereka bertiga duduk diteras ngobrol kesana kemari. Harun kemudian nelpon Kunti minta nemani Nikky ke Borobudur.
"Saya mabok pak kalau naik bus. Apalagi lewat alas roban. Jalannya naik turun, berliku liku gitu bisa muntah sepanjang perjalanan saya," kata Kunti beralasan.
"Waktu maulidan dulu kamu ke Jogya sama Satria nggak mabok."
"Kami lewat tol solotigo pak, pake mobil mas Mantri. Sama mas Satria aja besuk."
"Terserah aja."
"Yes!" gumam Satria dari dalam kamarnya.
Di Ungaran Nikky tertawa dalam hati. Ini rupanya yang direncanakan Satria.
Minggu pagi Nikky dan Satria berangkat ke Borobudur dengan jarak tempuh sekitar 80 Km, dengan kecepatan standar memakan waktu dua jam lebih. Ketika motor melewati alas Roban, nyali Nikky ciut seketika. Selain medannya yang ekstrim dan baru kali ini melintas medan seperti ini, mata batin Nikky yang tajam melihat aura mistis disekitar alas Roban. Tapi Nikky diam tidak bicara apa apa meski pun banyak yang ia lihat.
Pukul sembilan mereka istirahat di Magelang minum wedang jahe sekedar menghangatkan badan di pasar klithikan.
"Ini Borobudur ya mas. Kok hotelnya sedikit," kata Nikky.
"Borobudur disana, masih 20 km lagi."
Satria memblokir sementara WA Jaka, ia khawatir saat berdua dengan Nikky ia nelpon atau bahkan Vidio call.
"Kalau WA mas Jaka diblokir, kita nggak bisa foto fotoan dong mas."
"Bisa.Ndeso banget ni bocah," gumam Satria.
Merasa tubuh mulai hangat, Satria melanjutkan perjalanan ke candi Borobudur. Sampai disana Nikky baru mengerti yang dimaksud candi Borobudur seperti ini. Meski pun tidak begitu paham ia kagum juga akan bangunan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments