3. KECUBUNG UNGU

Hujan yang mengguyur kawasan perkebunan kelapa sawit di desa air durian dan sekitarnya menghanyutkan permukaan jalan yang berstruktur pasir campur koral serta tanah liat. Dengan terkikisnya lapisan jalan muncul batu batu putih bening trasparan berbentuk kristal segi enam dan meruncing dibagian atasnya. Warga jalur 11 ujung yang berbatasan dengan kecamatan air hitam, heboh melihat kemunculan bebatuan aneh itu terurama kaum lelaki.

"Ini kecubung Jas," kata salah seorang warga yang tau tentang batu batu permata.

"Kalau di Banjar namanya kecubung air."

Warga dirumah ujung ada yang menemukan warna keungu unguan. Ada pula yang menemukan warna semacam teh ada pula yang berwarna putih bening namun didalamnya terdapat nofkah notkah garis abstrak. Yakin kalau itu benar benar batu kecubung, warga yang mayoritas berasal dari jawa itu makin bersemangat mencongkel satu persatu berbagai warna dan ukuran mulai ibu jari sampai sebesar gagang sapu. Dua orang warga lokal Maliki dan Nusui melintas menyandang senjata lantak laras panjang dibahu siap berburu.

"Pada nyari apa pak?" tanya Nusui pada Alek.

"Batu kecubung." ujar Akek.

"Batu jelek jelek gitu buat apa." kata Maliki sambil berlalu.

"Maliki...! tunggu !" seru Alek mengejar mereka berdua.

"Dimana banyak kecubung bagus pak.?"

"Ditempat adik saya. Air Hitam."

"Kapan kapan kita kesana yuk"

"Minggu besuk kami kesana."

Alek girang diijinkan ikut mereka.

Hari minggu Alek, Jasri, Man dan Maliki berangkat ke rumah adiknya Maliki di Air Hitam. Selepas perbatasan kecamatan Air Upas dan Air Hitam, mereka menerobos perkebunan inti kelapa sawit milik PT. Sawit Lestari, sedang perkebunan plasma milik warga Air Durian dikelola PT. Poliplan Sejahtera. Sebenarnya ada jalan propinsi kemudian diteruskan jalan kecamatan, namun memutar cukup jauh. Maliki pun potong kompas lewat inclaf warga, hutan sempalan milik warga yang tidak bersedia dialih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit. Kata Maliki tanah adat milik yohanes ini memang sudah lama dipersengketakan antara Yohanes dan pihak PT. SL namun sampai saat ini belum ada keputusan dari pemkab Ketapang.

"Katanya disini banyak pohon gaharu ya ?" tanya Alek.

"Banyak pak. Sampai sekarang aja masih banyak, cuma ditutupi warga."

"Mana Ki?!"

Maliki berhenti. Memetik selembar daun kemudian diremas remas sambil komat kamit. Daun yang sudah hancur ditebar keatas.

"Na, itu gaharu. Itu gaharu."

Mereka bertiga tercengang. Ilmu apa yang dipakai tadi.

Dulu sebelum perkebunan kelapa sawit dibuka, orang orang dari luar menebang kayu untuk diolah dalam berbagai ukuran. Makanya disepanjang sungai arut selatan tampak camp camp sawmil pengolahan kayu. Ketika kayu rimba campuran mulai habis seperti kruing, kamper, kayu ulin, orang orang berburu kayu gaharu.

Kayu kaharu termasuk tanaman langka dan banyak manfaatnya diantaranya untuk dupa, kosmetik, medis dan mistik. Karena kegunaan dan kelangkaannya itulah harga kayu kaharu bisa mencapai puluhan bahkan ratusan juta perkilonya tergantung kwalitas. Selama ini masyarakat awam belum tau banyak tentang kayu dari syurga ini. Kayu yang banyak dijual dipasaran dengan harga puluhan ribu rupiah itu hanya kilit dan batangnya. Ada pun yang dicari oleh para pemburu kayu kaharu berada pada inti batang berwarna coklat tua. Tidak sepanjang batang terdapat galih atau inti kagaru. Kadang diatas, ditengah atau dibawah dan tidak semua pohon ada inti kaharunya tergantung proses mikroba fusarium mengolah resin kayu tersebut. Peoses alami itu terjadi sampai puluhan bahkan ratusan tahun.

Sampai di rumah adiknya Maliki di Air Hitam, pukul sepuluh. Alek dan kedua temannya heran begitu masuk rumah adiknya Maliki. Diatas pintu masuk terdapat lafal "Bismillahirohmannirrohim." padahal mereka penganut hindu kaharingan, agama nenek moyang mereka. Saat ditanya untuk apa lafal itu mereka menjawab untuk mengusir hantu. Disudut ruang ada hiasan dinding berupa piring melamin Tiongkok dari dinasty Ming. Dari mana lagi mereka dapat barang berharga seperti ini. Dulu katanya barang barang seperti itu banyak. Tapi habis satu demi satu dibeli orang luar dengan harga murah.

"Ini pada mau kemana ." tanya Hainan, suami adiknya Maliki.

"Mau cari kecubung ungu." jawab Alek.

Hainan tersenyum. Lalu ia menjelaskan bahwa kecubungn ungu itu memang banyak didaerah sini , tapi harus digali dulu kadang sampai puluhan meter kedalam tanah, itu yang kwalitas super. Kalau yang biasa dikebun belakang aja kadang ada saat mencangkul. Beberapa bulan lalu seorang pekerja pembangunan jalan kebetulan dapat intinya dekat sungai itu. Tidak banyak paling satu ember kecil tapi super. Para penambang batu kecubung dari Banjar atau kota kota lain sekarang lagi rame nambang di Air Tarap dan Air Bulan. Biasanya ada yang menemukan jalur bebatuan disana. Butuh waktu berhari hari bila mau menambang. Itu pun belum tentu dapat.

Bayangan Alek dan kedua temannya dapat kecubung ungu buyar seketika.

"Makan dulu kak " ujar istri Hainan.

Setelah melakukan perjalan jauh mereka lahap menyantap makanan yang dihidangkan. Usai makan mereka cuci tangan dibelakang dan terkejut melihat kepala **** segede itu, sontak mereka menutup mulut. Istri Hainan tertawa.

"Yang dimasak tadi itu rusa pak bukan itu. Daging babinya sudah habis dijual kemarin. Kita juga tau kok soal itu" kata istri Hainan. Alek dan kedua temannya tersipu.

"Kemarin malam saya berburu dapat **** sama rusa." ujar Hainan.

"Pake lantak ya nembaknya?"

"Iya pak "

Jasri berdiri termangu mangu memandang pohon tinggi dari samping rumah. Pohon itu tingginya kira kira satu setengah pohon kelapa. Dari bawah hingga keatas ada semacam pasak kira kira tigapuluh centimeter tertancap sepanjang batang pohon. Kata Hainan pasak itu untuk memanjat mengambil anak burung tiung atau beo.

"Gila ! manjat setinggi itu" ujar Jasri.

Pukul duabelas mereka pulang, sebelum pamitan Hainan memberi mereka seember kecil kecubung warna ungu muda untuk dibagi tiga. Kecubung itu ia kumpulkan saat mencangkul dikebun belakang. Sehari kadang ada lima sampai sepuluh, rata rata sebesar ibu jari. Bagi mereka itu sudah lebih dari cukup etung etung pengobat lelah.

Mereka pulang bertiga karena Maliki tidak bisa pulang. Karena tidak ada penunjuk jalan terpaksa mereka pulang lewat jalan kabupaten. Dalam satu jam perjalanan mereka baru bersimpangan dengan satu orang. Setelah melewati simpang tiga yang menuju Manis mata dan Air Durian, baru ketemu satu dua orang pedagang dari Manis Mata kedesa desa diaekitar Air Upas dan sebaliknya. Ketika masuk perkebunan kelapa sawit PT.SL, hari sudah senja. Mereka mulai bingung kehilangan arah. Untung Alek punya pengalaman di laut saat jadi nelayan di Banjar Negara . Ia pakai pedoman bintang gubug penceng untuk menuntun jalan pulang. Pukul sembilan malam mereka baru sampai desa Air Durian. Capek, lelah, cemas, takut yang menggelayuti selama perjalanan pulang tergantikan oleh seember kecubung ungu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!