Aku terbangun dari tidur ku yang nyenyak. Kali ini tak ada lagi yang harus aku pikirkan dengan amat berat. Aku ketiduran semalam saat sedang melamun. Bahkan buku itu masih terbuka jelas di depan mataku. Dia atas dadaku. Aku bangkit dari kasur itu, dan aku mencari Tania.
Terlihat sudah ia di dapur. Menyiapkan sebuah sarapan. Nasi goreng sederhana pengganjal perut pagi ini. Rambut nya yang pendek itu amat cantik. Poninya itu pun membuat raut wajahnya menjadi manis. Dia menatap aku setelah mendengar suara ku berjalan.
" Hari ini kau berangkat sekolah kan? Bagaimana keadaan mu?"Tanyanya.
" Aku baik-baik saja. Aku akan segera mencuci muka dan mandi terlebih dulu."
Aku pun berjalan memuju kamar mandi. Setelah mengecek keadaan kamar mandi saat ini, aku pun mengguyur muka ku dengan air dingin. Sejuk menusuk kulit muka hingga mataku langsung membelalak. Ini sangat ampuh mengobati kantuk, dan aku senang melakukannya setiap pagi apabila tidak lupa.
Lantas kami melesat pergi setelah menghabiskan sarapan pagi itu. Aku menemani Tania yang selalunya menumpang bus untuk berangkat ke sekolah. Aku pula mengikutinya. Baik. Aku senang membuntuti nya sekarang. Aku duduk di sampingnya, dan bus itu segera melaju menuju ke tempat-tempat pemberhentian. Aku menatap Tania yang sibuk membenarkan poni nya yang acak-acakan. Karena geram, maka aku ikut membantunya memperbaiki rambutnya itu. Dia menatapku agak sedikit zolim.
" Steyf, apa yang ingin kau katakan tadi malam sampai kau ingin mengajak ku ke suatu tempat untuk mengatakannya?" Tanya nya padaku setelah aku selesai memperbaiki poninya.
" Mulai sekarang kau jadi pacarku." Aku tak menyukai basa-basi yang terlalu panjang, jadi aku menjawabnya dengan demikian.
" Pacar?" Dia mengangkat salah satu alisnya.
" Hm."
Dia menundukkan kepala nya, dan dia tersenyum seraya menyembunyikan muka.
" Maaf aku baru mengatakan nya sekarang. Aku tidak tau bagaimana caranya berkata hal yang seperti itu." Aku menatapnya dengan lekat.
" Aku tau itu. Dan aku mengerti."
" Itu bagus."
Bis berhenti di depan gerbang sekolah. Kami segera turun mengikuti langkah beberapa anak yang juga merupakan murid di sekolah ini. Aku segera memasuki kelas yang sudah lama aku tinggalkan. Baiklah. Hukum diskors itu membuat aku kangen dengan sekolah. Aku menatap bangku-bangku yang kosong itu. Masih ku ingat dengan jelas manusia yang duduk di bangku itu yang setiap harinya selalu menyambut aku. Edra. Roni. Dimas. Atnan. Keparat dengan Leo. Persetan dengan Marcues. Aku segera mengalihkan pandangan ku dan ikut duduk di bangku bersama dengan Tania.
Tak beberapa lama setelahnya, bel berbunyi. Semua anak langsung berlarian ke kelas masing-masing. Gawat. Ini hari kamis. Hari ini pelajaran matematika yang digurui dengan wali kelas ku sendiri. Aku melihatnya yang berjalan masuk ke dalam kelas. Dia menatap aku dengan tajam.
" Steyf, hukuman diskors mu cuma 4 hari. Kemana kau 2 hari setelah nya? " Pertanyaan itu langsung meluncur dengan enak di mulutnya yang bau itu.
Aku menarik dan menghela nafasku dengan keras.
" Sakit." Jawab ku singkat.
" Baiklah, kalau begitu hari ini saya akan memberikan soal latihan di papan tulis, semuanya harus maju untuk menjawab soal yang tertera. Sesuai dengan nomor absen."
Aku mengeluarkan buku ku. Ya. Tentu saja aku tertinggal jauh dari pelajaran ini. Tapi sedikit logika, dan setelah memutar otak 360° aku menjawab soal ku dengan pasti. Absen 28 telah selesai mengerjakan soalnya. Dan waktunya giliran ku untuk maju kedepan menuliskan hasil dari kerja otak ku ke papan tulis di depan. Saat aku memegang spidol itu, tintanya tumpah. Dan itu mengotori tangan beserta dengan seragam ku yang putih.
" Spidol ini tumpah kemana-mana. Izin ke kamar mandi sebentar." Kataku sambil menunjuk kan betapa kotornya tangan ku saat itu beserta dengan seragam ku itu kepada si guru matematika berengsek itu.
" Baik. Jika kau sudah selesai ambil kan spidol yang lain di ruang Tata Usaha. Untuk yang lain, siapkan kembali jawaban kalian, bagi yang sudah kerjakan halaman 67."
Aku langsung saja ke kamar mandi. Membasuh tangan ku yang terkena tinta. Dan sedikit menengok seragam putih ku itu yang terkena tinta juga. Cih. Aku membasuhnya dengan sedikit air ke noda tinta itu, tapi tidak bisa hilang. Ya sudah lah.
Aku keluar dari kamar mandi. Aku melihat seorang gadis berambut pendek yang tengah berlari dari pintu gerbang. Dia dengan amat cepat menaiki tangga itu. Aku tak terlalu amat memikirkannya. Cih. Sudah tahu ini sekolah yang peraturannya tidak bisa di tentang, masih saja bangun pagi. Perempuan pula.
Aku berjalan menuju ruang Tata Usaha. Aku menghampiri sebuah meja. Seorang guru tengah duduk disana. Aku meminta beberapa spidol untuk mengganti spidol kelas ku yang sudah tak bisa jika harus di pakai lagi.
Setelah selesai, aku berjalan menuju kelasku. Dengan lambat agar aku bisa sedikit mengulur waktu. Berharap pelajaran matematika segera berakhir. Dan tentu saja aku melihat anak perempuan itu lagi. Sudah pasti dia di hukum oleh guru mata pelajaran saat ini di kelasnya. Karna ini sudah memasuki pertengahan jam pelajaran. Aku sudah bisa menebak. Jika tidak membersihkan kolam renang, pasti nya menjadi suka rela menjaga perpustakaan.
Aku kembali ke kelas. Pas sekali saat bel jam makan siang berdering. Aku menaruh spidol itu di dekat papan tulis. Perlahan Tania menghampiriku.
" Mau ke kantin?"
Aku menggelengkan kepala ku.
" Aku tidak lapar. Dan tidak berselera makan."
" Kalau begitu mau ikut ke perpustakaan?"
" Mau apa?"
" Mengembalikan buku."
"Okey."
Aku berjalan di sampingnya. Langkah nya pendek. Rasa-rasanya aku ingin sekali menyeretnya agar lebih cepat sampai. Tapi itu tidak mungkin ku lakukan pada wanita seperti dia. Kami sampai di perpustakaan. Aku menunggu Tania mengembalikan bukunya seraya memilah-milah buku novel yang mungkin aku tertarik untuk membacanya.
Akan tetapi ada satu hal yang membuat aku bingung. Ini perpustakaan. Tapi kebisingan ini sangat menganggu telingaku. Aku meletakkan kembali buku itu ke tempatnya semula. Aku menghampiri Tania yang tengah antri di meja pendataan buku yang di kembalikan. Aku memegang pundak Tania yang saat itu menatap dengan lekat di depannya seseorang berkelahi dengan kasar. Anak perempuan berambut pendek itu lagi yang saat ini di hukum suka rela menjadi penjaga perpustakaan. Dia tengah bertengkar dengan dua orang siswa yang salah satunya cukup terkenal di sekolah ini disebabkan karena dirinya yang pintar dan lumayan mapan. Gadis itu. Tahu sendiri bahwa dia perempuan. Sepertinya dia memang seorang gadis berandal.
Aku mengatakan pada Tania untuk mengembalikan buku itu lain kali saja. Aku berjalan di samping Tania dengan langkahnya yang pendek itu.
" Sebenarnya yang tadi itu kenapa?" Tanya ku mencairkan suasana. Padahal aku tidak terlalu peduli.
" Cewek itu di katai anak-anak cowok itu tadi. Dia dengar dan dia mengatai balik mereka. Akhirnya terjadi pertengkaran."
" Aneh-aneh saja."
Kami sampai di kantin yang sangat padat dengan para manusia yang kelaparan.
" Kau duduk disitu saja. Aku akan memesankan makanan untuk mu. Kau mau makan apa?"
" Nasi rames saja boleh."
Aku berjalan menghampiri sebuah warung yang amat padat pengunjung. Desas-desus nya, nasi rames disini memang sangat enak. Tapi aku tidak pernah mencobanya. Aku berusaha menyela antrian. Saat itu aku menerobos seseorang dengan kasar. Dia memukul kepalaku.
" Kalau mau makan harus ngantri juga dong. Nggak punya etika banget. Kau mau mati?"
Aku hanya meliriknya dengan lekat. Dan beralih kembali ke penjual nasi rames itu. Siapa yang peduli. Aku berjalan kembali menuju ke arah Tania. Tapi dia sedang duduk berbincang dengan bocah lelaki bajingan itu lagi. Sial. Ingin sekali aku membunuhnya sekarang.
Aku terpaksa menghampirinya perlahan. Meletakkan sepiring nasi rames ke meja kepada Tania dengan kasar. Lantas aku berjalan menjauh dari meja itu, duduk di meja lain. Aku memakan nasi itu. Enak tapi tak menyenangkan. Aku membiarkan Tania dan bocah itu menatapku dengan amat sangat. Aku tidak peduli. Aku tidak menyukainya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments