Marcues bodoh. Aku yang akan menjadi pewaris keluarga Marcues. Hanya saja lebih pintar dari mereka. Lebih dapat mengendalikan dunia. Bukan malah menghancurkannya. Mereka pikir dunia tak bisa kiamat seketika.
Aku bangkit dari duduk ku. Berjalan keluar dari kamar. Aku ingin mencari Tania. Sudah jam berapa ini dan aku belum bertemu dengannya seharian ini. Dan aku tidak mendapatinya di seluruh sudut ruangan yang ada di rumah ini. Aku menatap jam dinding. Pukul 9.30. Aku lupa. Sudah hari keberapa sekarang semenjak aku di diskors dari sekolah? Aku bahkan tak mengingatnya dengan jelas.
Aku tidak peduli. Dengan keadaan belum mandi. Atau bahkan belum sedikitpun menjamah makanan. Aku pergi menuju rumah ku. Mengambil beberapa tumpuk uang lagi. Lalu pergi menuju ke suatu tempat di pinggir pantai.
Aku meminta kepada salah satu teman ku yang merupakan anak dari seorang pelaut. Dia adalah anak yang diminta ayahnya untuk mewarisi bakat melaut dari nya. Dia pun sudah sering kali ikut ayahnya berkelana mengikuti arus laut berhari-hari selama mereka liburan. Memakan hasil laut atau bahkan menyelam di kedalaman lebih dari yang di perkirakan. Ayahnya juga salah satu pemilik sektor pariwisata maritim yang terkenal. Berenang di laut bersama para hiu. Trik yang mereka gunakan itu adalah berenang di dalam sebuah sel yang di taruh di antara para hiu.
Aku lupa entah kapan aku bertemu dengannya. Yang jelas aku mengenalnya ketika mama masih hidup. Iya. Itu sudah sangat lama. Entah dia masih mengingatku atau tidak. Jelas aku sedang membutuhkannya sekarang.
Aku menghampirinya yang saat itu dia tengah duduk bersandar di sebuah kapal mewah miliknya.
" Enak ya rasanya nggak sekolah." Begitu sapa ku.
Dia mengernyitkan dahinya. Berusaha mengingat siapa gerangan yang menghampirinya itu.
" Kau siapa?" Begitu tanyanya menyambut sapaan ku.
" Tentu saja kau sudah lupa. Kita bahkan sudah 8 tahun terakhir kali bertemu. Mana mungkin kau ingat padaku.." begitu kataku seraya duduk di samping nya.
Dia masih saja terdiam. Aku memandang tubuhnya yang sekarang ini sudah banyak berubah. Sekarang dia tumbuh lebih tinggi dari pada aku. Rambutnya cukup pirang dengan kulitnya yang terlihat seperti sawo. Hanya saja dia lumayan tampan. Seperti yang para wanita harapkan dari seorang pria pribumi macam dia.
" Kau harus bersujud di kaki seorang Steyfano Marcues." Begitu kataku seperti yang aku katakan 8 tahun yang lalu.
Begitu bagaimana dia tersentak. Dia terlonjak berdiri. Terkejut bukan main setelah mendengar namaku.
" Astaga. Dimanakah dupa ku taruh?" Begitu katanya.
Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya.
" Kau sungguhan masih hidup? Bukankah keluargamu sudah habis terhisap tanaman maut itu? Bagaimana caramu.."
" Nanti saja ceritanya, Biru. Aku sedang terburu-buru sekarang. Aku ingin meminta kau sebuah bantuan?"
" Apa itu??"
" Bolehkah aku meminjam sel yang selalu kau gunakan untuk berenang bersama dengan hiu-hiu itu di laut? Aku amat membutuhkannya sekarang. Aku ingin meminjam lebih dari satu. Aku butuh lima. Dengan ukuran dari yang terkecil sampai yang terbesar."
Dan waktu itu pula dia sungguhan terkejut bukan main dengan ku.
" Untuk apa, Steyf?? Kau sudah gila? Kau berubah pikiran ingin menjadi ilmuwan seperti ayahmu? Kau ing.."
" Tolong jangan banyak tanya dulu, Biru. Beri aku itu. Sekalian saja bisa kah kau menyatukannya dengan akuarium raksasa yang kau punya? Aku sedang membutuhkannya. "
" Okey, okey. Mau kau ambil kapan?"
" Nanti pukul 12.00 siang."
" Kau sudah gila?"
" Lakukan secepatnya, Biru. Secepatnya. Tenang saja nanti akan ku bayar. "
" Ya, ya, ya, pergi sana. Aku akan mengerjakan nya sekarang juga. Semampu dan sebisa ku."
" Makasih."
Aku berjalan menuju ke sebuah tempat lain. Di markas militer. Aku menuju ke sana dengan menaiki sebuah bis. Hanya itu satu-satunya angkutan umum yang aku temukan.
Aku masih ingat. Satu lagi kenalan mama yang mempunyai suami seorang anggota Brimob. Komandan pasukan Brimob itu lah ayah dari seorang anak yang mama kenalkan ke aku juga sebagai teman untuk ku dari temannya.
Sama seperti Biru. Dia pasti tidak mengenaliku.
" Selamat siang, tuan. Ada yang bisa kami bantu?" Begitu katanya menyambutku dengan ramah.
" Lambang. Sudah seperti pasukan Brimob yang sudah berlatih bertahun-tahun saja kau. Sekarang kau jadi gundul. "
Dia mengangkat satu alisnya.
" Steyfano Marcues. Tidak mungkin apabila kau melupakan aku yang pernah kau dorong ke lumpur waktu masih kecil. "
Dia hanya terdiam tak berkata. Membeku tanpa suara. Sungguhan terpaku.
" Ayolah, Lam. Aku buru-buru. " Kataku kemudian.
" Aku tak percaya ini. Kau sungguhan masih hidup?"
" Nanti saja ceritanya. Bisakah kau antar aku dengan helikopter mu? Aku sedang butuh bantuan dan ini darurat. "
" Darurat? Apakah sangat? Tentang apa?"
" Sangat buruk untuk di ceritakan. Jadi jangan sekarang. Ayo cepat."
" Baik." Dia segera berjalan menuju ke sebuah helikopter yang amat lah megah dari kesekian helikopter yang pernah aku tumpangi.
Dan lantas aku ikut berjalan masuk ke dalam nya. Lantas kami berkemudi di udara. Kecepatan penuh kami sampai di dermaga. Tepat pukul 12.00 siang. Lebih satu. Aku sudah melihat dari atas. Biru telah melambaikan tangannya sambil menatap helikopter kami yang turun secara perlahan.
Dia melempar kan sebuah tali tambang ke padaku.
" Uang nya nanti saja kalau aku sudah pulang. " Kataku setelah akuarium raksasa berluar sel lima lapis itu selesai di angkut ke helikopter.
Helikopter kami melesat membelah awan. Dengan baling-baling yang besar itu yang membuat berisik. Kami melewati angin Samudera Pasifik. Dan mendaratlah helikopter itu di hutan terkenal di Amerika. Hutan Amazon. Kami mendarat tepat di atas tanahnya yang begitu subur. Dengan pohon-pohon yang besar dan tinggi. Serta hewan-hewan purba yang belum pernah kami temui di hutan manapun. Aku dan Lambang dengan penuh rasa lelah menurunkan akuarium raksasa itu. Dan kami beruntung, sangat pas sekali mendarat di pinggir sungai yang panjang dan luas ini.
Ahh. Tidak. Aku melupakan sesuatu. Umpan. Aku lupa umpan. Bagaimana bisa aku akan menangkap seekor hewan dengan cepat tanpa umpan? Aku buru-buru. Aku sangat butuh. Haruskah aku memotong jari telunjuk ku sendiri? Itu tidak mungkin, aku tidak boleh bodoh seperti itu.
" Taruh di sebelah sana saja, Lam.." kataku yang sudah mulai keberatan menjinjing akuarium raksasa itu. Aku dan Lambang menaruhnya di pinggir sungai itu.
" Sebenarnya kau mau apa di hutan yang seperti ini? Banyak yang bilang ada begitu banyak hewan purba ganas bahkan manusia kanibal berhabitat di sini. " Katanya seraya duduk bersandar di sebuah pohon.
Akan tetapi, ada satu hal yang lebih berbahaya dari ucapannya barusan. Dia salah tempat duduk. Dia duduk diantara semut-semut purba itu tinggal. Dia bahkan bersandar di batang pohon itu dan itu membuat aku menemukan umpan ku. Aku tak perlu susah-susah memotong jariku. Aku tak perlu repot-repot kesakitan menahan rasa sakit saat jariku ku potong. Lambang. Seorang anak Perwira yang bodoh. Dia hanya mengetahui jika hutan ini berbahaya. Tidak dengan kewaspadaannya.
Aku menatap dia yang sudah menggeliat-liat dengan matanya yang tertutup. Dia hendak tertidur tapi dia pasti merasa akan hal yang tidak nyaman di punggungnya.
" Rasanya aku butuh pijatan, aku harus pergi ke tempat Spa setelah aku pulang. Rasanya punggung ku sakit semua." Ujarnya yang polos dan masih tidak mengerti apa yang terjadi dengan punggungnya.
" Lam, punggung bolong. " Kataku.
Dia pun membuka matanya.
" Apa maksudmu barusan?"
" Punggung mu di makan semut purba. Balik kan badan mu segera!"
Dengan sigap dan cepat ia berdiri dan melihat batang pohon yang penuh dengan darah. Serta segerombol semut yang kompak itu telah menggerogoti punggungnya.
" Hah!!??? Bajingan!!! Makhluk bodoh!! Semut-semut ini memakan daging ku!! Steyf!! Apa yang kau lakukan?? Bantu aku!!!cepat bantu aku!!! Tolong, Steyf..!! "
" Itu tidak mungkin. Lagi pula aku butuh kau untuk jadi umpan."
" Kau gila??!! Kau sudah gila!! Bajingan!! Dasar bajingan!! Anj.."
Mulutnya sepertinya sudah tidak bisa berkata-kata. Semut-semut pemakan manusia itu telah menggerogoti sampai pada jantungnya. Mayat itu jadi sangat tidak berguna. Lambang. Aku minta maaf jika aku lancang. Tapi pertolongan mu membuat aku ingin berdoa untuk perjalanan mu selanjutnya. Aku menangis tapi tidak bisa. Ingin menangis tapi aku bahagia. Begitu perasaan ku sekarang teman.
Dengan begitu jelas, aku memotong kepalamu. Dan memasukkan nya, ke dalam akuarium raksasa itu. Dan melemparkannya ke dalam sungai. Sebagai sebuah sisa dari tubuhmu yang mubazir jika harus terbengkalai. Aku memasukkannya ke dalam sebuah peti, setelah aku potong-potong. Akan tetapi semut itu tetap bergerombol memakan dagingmu yang lembut, amis, dan sangat menggiurkan itu. Daging mu yang tebal membuat para semut merasa amatlah puas memakannya.
Aku hanya perlu menunggu. Menunggu jebakan akuarium raksasa itu bergerak di dalam dasar sungai yang sebelumnya telah ku pasang tali. Aku menunggunya. Agh. Aku lapar. Aku sudah seperti orang yang tengah berkerja sambil berpuasa.
Dan setelah sekian lama. Tali itu bergerak-gerak menandakan bahwa jebakan ku berhasil. Aku sangat susah payah untuk menariknya kembali ke permukaan. Aku kerahkan semua tenaga ku sampai-sampai ingin terlepas saja urat tangan ku. Hingga pada akhirnya akuarium raksasa itu sampai di tanah. Terlihatlah ikan itu. Ikan impian ku tadi pagi sudah terwujud. Ikan purba dari hutan Amazon. Ikan Piranha. Ikan pemakan manusia. Makhluk gepeng yang tinggal di dalam air ini lah yang akan membantuku menjalankan sebuah bisnis yang ingin aku gagalkan.
Aku tak dapat memasukkan nya ke dalam helikopter. Aku hanya menggantungnya dengan menggunakan tali. Dan tak lupa pula aku masuk kan peti itu ke dalam helikopter. Dan aku melesat pulang dengan membawa seekor ikan yang amat terkenal di hutan ini.
Aku telah berhasil mewujudkan satu keinginan ku. Dari sekian banyak keinginan ini lah satu-satunya keinginan ku yang terwujud. Semua berhasil tanpa gangguan. Tak ku sangka-sangka ternyata aku cukup pintar. Dan aku pun membawa nya pulang dengan bangga. Ingin cepat-cepat ku persembahkan kepada ayah dan kakak tiri.
Aku tersenyum senang bukan main. Sangat-sangat lah senang. Menatap ke luar jendela helikopter itu. Pemandangan indah yang amat menakjubkan. Pohon-pohon yang menjulang tinggi dan indah. Di antara pohon-pohon itu nampaklah seorang gadis berpakaian seragam sekolah tengah mengayun-ayunkan cutter di tangannya yang kecil. Penuh dengan hawa nafsu dan tatapannya yang keji. Dia bahkan tersenyun tanpa ada rasa bersalah telah membunuh seorang pria dewasa. Seakan-akan dia telah menumpaskan segala ego di dalam dirinya. Aku pula pun ikut tersenyum bangga. Aku tertawa lepas dengan segala kemenangan yang akan ku raih, karna sebenarnya semua ini begitu amatlah mudah untuk ku. Begitu lah aku. Si Kadal Pengganggu. Akan segera meluncurkan aksinya.
...***************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments