Chapter 16 Maria Aggy

Satu minggu berlalu begitu cepat hingga tak terasa. Berita booming perihal kematian Emmi kini juga berangsur-angsur hilang tak di perdebatkan oleh banyak orang. Memang agak banyak unjuk rasa meminta pemerintah memberlakukan keadilan pada gadis malang itu, tapi tetap saja. Semua itu menurutku percuma. Polisi setempat, bahkan berita di televisi sudah membungkam diri mereka tentang kasus membingungkan ini.

Selamatlah aku seorang. Diriku tak lagi di kejar-kejar oleh ketakutan dan mimpi buruk. Filter merah yang menganggu semua aktivitasku kini sudah mampu kukendalikan dengan sendirinya, seakan filter merah itu adalah bagian penting dalam hidupku.

Hukuman menjengkelkan membersihkan perpustakaan selama seminggu itu telah genap ku selesaikan. Aku puas, kembali menjalani hari-hari biasa di sekolahku.

Pagi ini, aku masuk ke kelas lebih pagi. Menyebalkannya pelajaran bahasa Inggris. Bu Neny, itu sudah pasti. Aku kembali membaca novel dead in my room yang hampir ku selesaikan season 2-nya. Tinggal satu buku lagi dan aku benar-benar menamatkan series horor misteri itu.

Jean sudah mulai menghabisi seisi sekolah. Nasib malangnya yang menjadi anak dari golongan rendah. Dia tak di terima di keluarganya, di lingkungan sekolah, maupun di lingkungan masyarakat.

Cerita ini bermula ketika Jean mencoba membunuh sahabatnya, Erik, yang mulai menghianati Jean. Erik terbunuh di kamar milik Jean dengan sangat mengenaskan. Yaitu total 30 tusukan dari cutter, dan salah satu bola matanya hilang entah kemana.

Jean sudah mulai menjadi agak sangar sekarang. Di tambah lagi, banyak tokoh-tokoh yang tak aku suka mulai mati terbunuh oleh Jean. Ini fantastik.

***

Jam pertama akan segera di mulai. Bel sudah berbunyi. Sesegera mungkin siswa siswi berlarian masuk ke kelas untuk segera duduk ke bangku kelas masing-masing.

Sesekali ku pandangi bangku Emmi yang kosong di tinggal pemiliknya. Kau terlalu muda untuk tindakan kriminal. Aku teringat juga dengan motif pembunuhan dan caraku membunuh gadis itu. Persis dengan Jean Martin, sang pemeran utama sekaligus tokoh favoritku dalam dead in my room.

***

Jam pelajaran pertama akhirnya mulai. Wajah guru bahasa Inggrisku kelihatan jengkel saat kami tak sengaja melakukan kontak mata.

"Aggy!" Panggilnya secara tiba-tiba yang membuatku gelagapan panik.

"Kau jadi anak emas di kelas ini ya sekarang?"

"Maaf...?" Sama sekali tak ku pahami apa makna kata-katanya barusan.

"Maksutku, bu Disa jadi lebih perhatian padamu bukan?"

Ya. Dia betulan. Semenjak kasus itu terjadi bu Disa menjadi lebih berbeda. Sikapnya berubah menjadi sangat prihatin padaku. Mungkin saja kiranya aku terkena serangan mental selepas kejadian itu.

"Kalian semua kerjakan halaman 58. Kerjakan semua soal dengan teliti. Saya harus berbicara 4 mata dengan Aggy" lanjutnya.

Uh. Persetan apa lagi ini? Bukankah hukumanku baru saja selesai? Mengapa wanita ini terus-terusan membuatku melakukan hal tak terduga.

"Jadi, Aggy. Ayo ikuti saya ke ruangan pribadi saya".

Aku mengangguk lantas berjalan beriringan dengan wanita menyebalkan itu. Rambut sebahunya yang di kuncir menyibak-nyibak terkena angin. Raut mukanya tetap sama. Sama saja. Terlihat seperti jengkel setiap saat.

Kami sampai di ruangan pribadi wanita itu. Lampu agak redup. Ruangan ini juga lengang dan tak terlalu luas. Banyak sekali pajangan figura dengan motivasi bahasa Inggris yang tertempel di dinding-dinding yang di cat dengan warna putih.

"Kau apakan Emmi, huh?" Tanyanya.

Bagai petir menyambar! Sungguh aku terkejut setengah mati mendengar pertanyaan itu. Mulilah aku kembali menjadi seekor anak anjing ketakutan.

"Jawab aku, Aggy!" Desaknya setelah mendapatiku yang terdiam agak lama. Pandanganku buram. Kuulang kembali ingatanku tentang pembunuhan Emmi. Kau terlalu muda untuk tindakan kriminal. Terjebaklah aku dalam penyesalan itu.

"Maaf?" Aku melirih. "Aku hanya bertanya. Kau perbuat apa saja pada murid cerdas dan anak seorang terhormat itu?".

Nadanya tak kelihatan mengancamku. Hanya sedikit tegas dan bersikeras mendesak jawabanku. Aku tak paham apa yang terjadi. Tak paham apa yang akan di lakukan bu Neny terhadapku.

"Kau tak perlu takut, Agg. Aku sudah tahu semuanya. Termasuk gejala-gejalamu akhir-akhir ini. Bagaimana? Kau sudah bisa mengendalikannya? Itu perkembangan yang bagus".

Apa-apaan ini? Dia tahu? Segalanya? Pelaku pembunuhan itu? God.

"Sekarang katakan saja mengapa kau membunuhnya dan bagaimana caramu. Aku tak akan bilang pada siapapun karena aku juga punya banyak rahasia yang serupa".

"Aku jengkel padanya, bu. Dia selalu meledekku setiap aku di dalam kelas. Aku akui dia memang pintar dalam segala bidang mata pelajaran. Dia juga jenius. Namun tak dapatkah kemampuannya itu untuk menghargai orang lain?" Aku meneteskan air mata. Huh! Dasar cengeng.

"Ketika filter merah itu muncul kembali dan aku meraung-raung di dalam kelas, dia kembali meledekku. Aku pun berlari keluar halaman sekolah lewat gerbang belakang dan entah angin apa yang merasuki diriku, membuatku berniat menjebaknya dan bersikeras menghabisi nyawa perempuan itu.

"Aku menusuknya dengan cutter sebanyak 30 tusukkan bu...sebelumnya juga pelipisnya ku gores dengan cutter. Dia tak mampu berkutik. Kami terlibat dalam kejar-kejaran yang terlalu dramatis hingga jasadnya kubuang ke dalam tong sampah".

Dia tersenyum simpul setelahnya, kemudian menghembuskan napas.

"Kau sudah berkembang sejauh ini, Aggy".

"Apa yang ibu maksut?" Kini giliran aku bertanya. Tak paham soal apapun.

"Pernahkah kau bertanya-tanya siapa identitasmu sebenarnya?"

"Tidak. Itu karna saya tahu siapa saya. Saya Maria Aggy" bantahku kemudian.

"Bukan itu maksutku. Apakah aku harus benar-benar memberitahumu sekarang, Agg?" .

Lengang sejenak. Kami saling bertatapan tanpa percakapan kemudian. Aku termenung, masih tak paham apapun dari awal wanita itu berbicara.

"Aku ilmuwan. Crhistine Neny. Aku sudah lebih dari 13 tahun bergulat dengan ilmu-ilmu kimia fisika. Kau mungkin tak akan percaya, aku paham. Seorang guru bahasa Inggris yang di kenal menyebalkan oleh banyak murid, ternyata seorang ilmuwan" . Terdiamlah aku saat itu. Untuk pengakuannya ini, baiklah. Aku mungkin dapat percaya walau tak sepenuhnya.

"Seorang ilmuwan terkadang punya pesaing, Agg. Masing-masing dari kami memiliki ambisi besar dan mimpi yang berbeda-beda. Aku memang mampu menciptakan apapun yang aku dan rekanku mau dalam sebuah laboratorium" .

"Tapi..." dia menarik napas sebentar, kemudian melanjutkan.

"Ada yang lebih pintar dari ilmu pengetahuan yang aku dan rekanku kembangkan. Dia keturunan Marcues. Ilmuwan paling gila yang pernah aku kenal.

"Marcues secara perlahan ingin menghancurkan ciptaan kimiaku dan begitu juga ingin menghancurkan mimpi-mimpiku. Dia mencoba melangkahiku. Aku benci itu. Dan bersiaplah untuk bagian terpentingnya, Agg..." .

Apa itu? Aku mengangkat kepalaku ke atas setelah terdiam cukup lama mencakup semua gagasan pokok dalam ucapan-ucapannya.

"Dan sialnya kau adalah putri Marcues" . Ya Tuhan! Apakah aku benar-benar harus percaya dengan wanita aneh ini? Semua ucapannya bahkan makin melenceng.

"Aku serius, Agg. Aku berani bersumpah demi apapun. Maafkan aku jika harus memisahkanmu dengan ibumu waktu itu. Namun jikalau tidak, matilah kau jadi bahan percobaan Marcues"

"Tidak mungkin" kataku pelan, namun dalam. Air mataku makin mengalir deras dan tanganku berhenti menyekanya.

"Itu terserah kau mau percaya atau tidak, Aggy. Mungkin saja ibumu tak dapat hamil. Yaitu mandul. Kemungkinan juga mereka menggunakan bayi tabung dan Marcues menyuntikan apa saja, entahlah"

"Lantas dimana Marcues itu?"

"Aku tak tahu. Begitupun dengan ibumu. Mereka lenyap begitu saja bagaikan di telan bumi. Namun yang terpenting, aku tak jadi di hancurkannya. Meskipun beberapa waktu ke depan, aku sedang rehat untuk bergulat dengan lab kimia milikku".

Wanita itu tersenyum lagi. Menepuk pundakku lantas berkata, "kita bisa memulai dunia yang baru" .

Belum selesai aku bertanya lagi, bel tanda istirahat berbunyi. Bu Neny tak mungkin menghalangiku sekarang. Aku belum sarapan dan aku butuh tenaga. Jadi aku meninggalkan tempat itu dengan perasaan campur aduk.

***

Siangnya aku seperti biasa pulang ke rumah dengan segala aktivitas membosankan. Uang pemberian kakakku kembali dikirim. Aku menyimpannya di dalam tas.

Pernyataan bu Neny terus menerus melekat ke dalam kepalaku. Selalu ku cari gagasan pokoknya dan kucoba untuk keluar dari dalam masalah ini.

Sebuah kertas kecil di dalam tas kubaca, yang tak lain adalah letak rumah tempat kakak tinggal di luar kota. Entah bagaimana perkembangan pekerjaannya aku tidak tahu. Apalagi, mungkin saja dia sudah menjalin hubungan dengan lelaki, dan atau mungkin sudah menikah. Yang aku tahu, jumlah total uang banyak yang selalu dikirimkannya padaku.

Aku menyambar jaket di atas gundukan baju-baju yang baru saja kering sehabis di cuci. Aku mengenakannya, kemudian dengan cepat juga ku masukan beberapa barang ke dalam tas ransel dan aku sekarang bergegas mengunci pintu dari luar.

Aku ingin memastikan pernyataan bu Neny tentang siapa identitasku. Siapa Marcues itu, dan perihal apa sampai aku bisa jatuh ke tangan ibu dan kakak.

***

Bus berjalan agak lambat. Cuaca panas menyilaukan mata kala aku menatap ke luar jendela. Beberapa kendaraan seperti mobil dan bus bus lain melintasi jalanan raya di kota. Sebentar lagi aku sampai. Hanya hitungan menit.

Dan sebelas menit itu berlalu. Aku turun di halte lantas melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki. Sambil melihat-lihat alamat kecil itu, aku berjalan sudah sejauh dua kilometer.

Sampailah aku dari kejauhan memandang rumah kakak yang indah itu. Pepohonan rimbun, bunga-bunga indah warna-warni, serta kolam ikan kecil. Aku mendekat. Bahkan rumah besar itu lebih indah jika dilihat dari dekat.

Aku mendekati pintu. Tapi anehnya ada sepasang sepatu wanita yang lebih kecil dengan desain yang sederhana, dan sepasang lagi sepatu pria warna hitam yang lebih besar. Ahhh...kakakku ini mungkin telah bersuami tanpa memberitahukanku. Tak apa.

Aku mengetuk pintu yang tertutup itu. Tak ada jawaban. Sekali lagi ku ketuk lebih keras dan masih tak ada lagi respon. Sesekali aku mencoba membukanya. Tak terkunci.

Perlahan aku memasuki rumah indah itu. Mana mungkin bisa seorang pekerja pabrik memiliki rumah semewah ini? Umpatku dalam hati. Ku pandangi lagi sekeliling, takut jika aku salah alamat.

"Aggy?" Seorang wanita muncul dengan baju yang serba minim. Seperti kurang bahan. Kakakku. Bahkan aku tak percaya dengan pakaiannya ini. Aku memandanginya dari atas sampai ujung kaki.

"Apa yang kau lakukan disini?" Tanyanya. Bibirnya di poles dengan gincu merah merona. Tangannya kelihatan sangat putih dan bersih. Rambutnya panjang bergelombang dan di beri warna coklat. Sebenarnya apa pekerjaan kakakku ini?

"Jadi ini benar rumah kakak?"

"Kau ada perlu apa? Apa uang bulananmu kurang? Tinggal telepon saja aku dan ku tambah uangmu. Tak perlu sampai-sampai kau datang kemari".

Bukan itu yang ku mau, sungguh. Aku hanya ingin tahu fakta tentang identitasku yang kuragukan akibat pernyataan bu Neny.

Belum sempat aku menjawab, seorang pria bertubuh kekar dan tinggi telah datang ke hadapanku, merangkul pinggang langsing kakakku. Dengan wajahnya yang serius di menatap aku.

"Ini adikmu?" Tanya pria itu dengan suara berat. Kakakku mengangguk.

Makin terkejut sekaligus bingung perasaanku. Tak apa tak peduli. Sekarang aku butuh jawaban saja. Tapi sebagai mana sopannya seorang tamu, aku mau dimintai duduk sebentar di sofa. Meja di sediakan minuman dan camilan mahal. Aku hanya mencicipi satu. Seenak-enaknya makanan ini, tak akan mampu menggugah selera makanku saat ini.

"Jadi bagaimana dengan sekolahmu?" Kakak memulai pembicaraan dengan kaki bersilakan. Pahanya terlihat putih mulus. Roknya pendek. Terbilang terlalu malahan.

"Berjalan seprti biasa".

"Lalu bagaimana keseharianmu?"

"Sama saja. Tak ada bedanya".

Lengang sejenak, menyisakan musik yang terlalu minor yang di putar dalam kaset klasik. Barang-barang klasik macam itu justru mahal. Bahkan seisi rumah kakakku ini tak ada yang tak bisa dibilang barang murah. Ada. Tisu misalnya.

"Kau sudah menikah, kak?" Tanyaku kemudian. Kakak mengangguk sambil tersenyum. "Bagaimana menurutmu suamiku ini?"

"Kenapa kau jadi seperti ini, kak?"

"Aku berhak bebas menjalani kehidupan pribadiku, Agg. Kau sudah remaja kan, kau harus sudah mengerti perihal cinta".

Peduli setan dengan cinta basi. Pikiranku di keroyok oleh banyak tanda tanya sekarang. Siapa diriku? Siapa Marcues? Siapa bu Neny sebenarnya? Siapa orang tuaku? Siapa suami kakakku, dan apa yang terjadi pada kakak.

"Siapa Marcues?" Aku bertanya berterus terang, langsung saja aku masuk ke dalam inti. Namun kakakku justru mengernyitkan alis seolah tak kenal. Ya. Dia memang tidak mengenal Marcues.

"Siapa orang tuaku?" . Sekali lagi. Pertanyaan nyleneh ini langsung ku lontarkan tanpa basa-basi dan mungkin dapat dibilang miris attitude.

"Apa yang kau bicarakan, Aggy? Ibu dan ayahmu sendiri kau tak tahu? Sudah lupakah kau pada jasa ibu?"

"Tolong beritahu siapa orang tuaku sebenarnya kak!" .

Wanita itu berseru tertahan hingga membungkam mulutnya dengan satu tangan. Dari ekspresi dan tingkah lakunya, jelas kakak kaget dengan pertanyaan blak-blak-an ku.

"Aggy..." katanya dengan suara lirih. "Tahu dari mana kau?"

"Itu tak penting, kak. Beritahu saja aku!" Kataku, masih memaksa meminta jawaban.

Malahan kakak menangis. Kulit putihnya dan wajah cantik itu seperti sangat terlukai. Sedikit rasa bersalah dalam gejolak hatiku mulai terasa.

"Maaf, maafkan aku, Aggy".

Menurut cerita kakaku, dapat kurangkum seperti ini

: 16 tahun yang lalu. Waktu hujan deras mengguyur kota di malam hari yang dingin. Seorang wanita yang lembut nan baik hati mendengar suara tangis dari bayi yang kencang.

Wanita itu mencari-cari suara bayi yang makin memekakan telinga. Di carinya terus-menerus, hingga ia bertemu dengan sang jabang bayi di tong sampah yang bau.

Wanita baik hati itu memungutnya, atau lebih tepatnya sekarang jadilah bayi itu anak angkatnya. Dan nama Maria Aggy itu, adalah nama pemberian dari sang wanita baik hati itu.

Maria yang berarti kebijaksanaan, keteguhan, kesetiaan. Dan Aggy adalah nama yang di ambil dalam Italia.

Di bawanya Aggy pulang ke rumah. Rumah itu sangat-sangat terpencil. Di tengah hutan tepatnya. Hujan makin deras membasahi kain yang membungkus Aggy kecil. Wanita baik hati itu mendekap Aggy yang sudah menggigil.

Setiba di rumah, Aggy kecil di sambut baik dengan kakak perempuannya yang masih berumur 14 tahun. Di sambut baik juga dengan si ayah yang langsung menghangatkan Aggy.

Aggy kecil sekarang tinggal dengan aman di rumah sederhana itu. Aggy tumbuh dengan kasih sayang oleh orang tua angkatnya, dan kakak perempuannya yang sangat mendambakan seorang adik.

Dan baru ku ketahuilah aku, di pungut dari tempat sampah bau, di selamatkan oleh wanita lemah lembut yang sekarang sudah menjadi gila. Apa benar aku anak Marcues?

***

Episodes
1 Prolog
2 Chapter 1 Steyfano Marcues
3 Chapter 2 Steyfano Marcues
4 Chapter 3 Steyfano Marcues
5 Chapter 4 Steyfano Marcues
6 Chapter 5 Steyfano Marcues
7 Chapter 6 Steyfano Marcues
8 Chapter 7 Steyfano Marcues
9 Chapter 8 Steyfano Marcues
10 Chapter 9 Steyfano Marcues
11 Chapter 10 Steyfano Marcues
12 Chapter 11 Maria Aggy
13 Chapter 12 Maria Aggy
14 Chapter 13 Steyfano Marcues
15 Chapter 14 Maria Aggy
16 Chapter 15 Steyfano Marcues
17 Chapter 16 Maria Aggy
18 Chapter 17 Steyfano Marcues
19 Chapter 18 Maria Aggy
20 Chapter 19 Steyfano Marcues
21 Chapter 20 Maria Aggy
22 Chapter 21 Steyfano Marcues
23 Chapter 22 Maria Aggy
24 Chapter 23 Steyfano Marcues
25 Chapter 24 Maria Aggy
26 Chapter 25 Steyfano Marcues
27 Chapter 26 Maria Aggy
28 Chapter 27 Steyfano Marcues
29 Chapter 28 Maria Aggy
30 Chapter 29 Steyfano Marcues
31 Chapter 30 Maria Aggy
32 Chapter 31 Steyfano Marcues
33 Chapter 32 Maria Aggy
34 Chapter 33 Steyfano Marcues
35 Chapter 34 Maria Aggy
36 Chapter 35 Steyfano Marcues
37 Chapter 36 (Special Chapter/ Catrina Beatrice)
38 Chapter 37 (Special Chapter/ Catrina Beatrice)
39 Chapter 38 (Special Chapter/ Catrina Beatrice)
40 Chapter 39 (Special Chapter/ Catrina Beatrice)
41 Chapter 40 (Special Chapter/ Catrina Beatrice)
42 Chapter 41 Maria Aggy
43 Chapter 42 Steyfano Marcues
44 Chapter 43 Maria Aggy
45 Chapter 44 Steyfano Marcues
46 Chapter 45 Maria Aggy.
47 Chapter 46 Steyfano Marcues
48 Chapter 47 Maria Aggy
49 Chapter 48 Steyfano Marcues
50 Chapter 49 Maria Aggy
51 Chapter 50 Steyfano Marcues
52 Chapter 51 Maria Aggy
53 Chapter 52 Steyfano Marcues
54 Chapter 53 Maria Aggy
55 Chapter 54 Steyfano Marcues
56 Chapter 55 Maria Aggy
57 Chapter 56 Steyfano Marcues
58 Chapter 57 Maria Aggy
Episodes

Updated 58 Episodes

1
Prolog
2
Chapter 1 Steyfano Marcues
3
Chapter 2 Steyfano Marcues
4
Chapter 3 Steyfano Marcues
5
Chapter 4 Steyfano Marcues
6
Chapter 5 Steyfano Marcues
7
Chapter 6 Steyfano Marcues
8
Chapter 7 Steyfano Marcues
9
Chapter 8 Steyfano Marcues
10
Chapter 9 Steyfano Marcues
11
Chapter 10 Steyfano Marcues
12
Chapter 11 Maria Aggy
13
Chapter 12 Maria Aggy
14
Chapter 13 Steyfano Marcues
15
Chapter 14 Maria Aggy
16
Chapter 15 Steyfano Marcues
17
Chapter 16 Maria Aggy
18
Chapter 17 Steyfano Marcues
19
Chapter 18 Maria Aggy
20
Chapter 19 Steyfano Marcues
21
Chapter 20 Maria Aggy
22
Chapter 21 Steyfano Marcues
23
Chapter 22 Maria Aggy
24
Chapter 23 Steyfano Marcues
25
Chapter 24 Maria Aggy
26
Chapter 25 Steyfano Marcues
27
Chapter 26 Maria Aggy
28
Chapter 27 Steyfano Marcues
29
Chapter 28 Maria Aggy
30
Chapter 29 Steyfano Marcues
31
Chapter 30 Maria Aggy
32
Chapter 31 Steyfano Marcues
33
Chapter 32 Maria Aggy
34
Chapter 33 Steyfano Marcues
35
Chapter 34 Maria Aggy
36
Chapter 35 Steyfano Marcues
37
Chapter 36 (Special Chapter/ Catrina Beatrice)
38
Chapter 37 (Special Chapter/ Catrina Beatrice)
39
Chapter 38 (Special Chapter/ Catrina Beatrice)
40
Chapter 39 (Special Chapter/ Catrina Beatrice)
41
Chapter 40 (Special Chapter/ Catrina Beatrice)
42
Chapter 41 Maria Aggy
43
Chapter 42 Steyfano Marcues
44
Chapter 43 Maria Aggy
45
Chapter 44 Steyfano Marcues
46
Chapter 45 Maria Aggy.
47
Chapter 46 Steyfano Marcues
48
Chapter 47 Maria Aggy
49
Chapter 48 Steyfano Marcues
50
Chapter 49 Maria Aggy
51
Chapter 50 Steyfano Marcues
52
Chapter 51 Maria Aggy
53
Chapter 52 Steyfano Marcues
54
Chapter 53 Maria Aggy
55
Chapter 54 Steyfano Marcues
56
Chapter 55 Maria Aggy
57
Chapter 56 Steyfano Marcues
58
Chapter 57 Maria Aggy

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!