Dan lantas aku bingung. Aku panik. Entah mengapa aku harus panik. Mungkin karena aku takut jika Tania menjauh dari ku. Harus kemana jalan cerita hidup yang bertele-tele ini harus ku bawa. Menuju sebuah penyelesaian kasus yang rinci.
Aku tak dapat melakukan apapun. Bahkan ketika aku berhadapan dengan gundukan mayat yang ada di depan mataku. Kini, aku tak bisa berprasangka buruk lagi. Itu bukan mereka. Bukan anak-anak kampung keparat itu. Bukan. Sejak kapan mereka melakukannya jika mereka tadi ada bersamaku. Tidak mungkin jika sampai seperti halilintar mereka membunuh bocah-bocah ingusan yang di bawa Leo, ini.
Tapi, Leo. Dia harus baik-baik saja sekarang. Aku menelpon nya langsung setelah aku teringat namanya beberapa kali.
" Hei, kenapa kau menelpon ku?? Kau mengganggu proyek kimia ku. " Katanya dari balik telepon
" Maaf, aku khawatir. Aku khawatir kalau kau juga mati. Jangan sampai kau ikutan mati. Tetaplah disana. Telpon aku jika kau dalam bahaya. "
Apa yang telah aku katakan? 'Telpon aku jika kau dalam bahaya.' Bahkan aku saja tak mengangkat telepon dari Roni dan Edra sebelum mereka mati. Dan lantas aku pun terbebani dengan kata-kata ku sendiri. Aku bisa melakukannya, tapi aku tidak yakin.
" Hei, Steyf, apa yang terjadi padamu.. atur yang benar nafasmu."
" Leo ... Bagaimana bisa kawan-kawan mu yang kau bawa sebagai sekutu kami yang baru itu semuanya mati bagai gundukan tanaman layu yang berdarah di halaman rumah ku?"
" Apa maksudmu keparat?!! "
Dia langsung menutup telponnya saat itu juga. Dia pikir aku bercanda? Jelas sudah bila kata-kata ku itu sangat meyakinkan.
Tapi ternyata dia mendatangiku setelah beberapa saat kemudian. Masih dengan rambut yang acak-acakan dan penuh bau kimia. Emosi nya telah membawanya kesini tanpa memakai alas kaki nya terlebih dahulu. Mungkin aku sudah membuatnya kecewa karena bergabung dengan kelompok kami yang cengeng. Bugil dan pendek akal.
" Bisakah kau menjelaskan?Tidak mungkin mereka bisa dibunuh tanpa sepengetahuan ku.."
" Aku baru pulang. Aku sudah melihat ini."
Leo mungkin tertekan dengan segala hal yang terjadi saat ini. Bertambah lagi lah beban pikiran nya. Hingga membuatnya menangis teraung-raung dan lantas memeluk satu persatu mereka. Dan mengatakan...
" Maaf kan aku, maaf kan aku kawan. Mungkin saja aku yang tak pernah bisa waspada dan selalu saja mengulang kesalahan yang sama. Aku berjanji. Aku bersumpah akan menyelesaikan masalah ini. Menuntaskan proyek kimia yang tidak pernah jadi itu. Sungguh.. ini sebuah keburukan. Padahal tadi malam kita tengah minum sebotol bir dengan seputung rokok dan bercanda bersama. Maaf kan aku.."
Awalnya aku pikir aku bukan lah seorang pembunuh. Aku pikir ayah ku lah yang pembunuh. Tapi aku tak bisa berpikir bahwasannya darah pembunuh yang di miliki ayahku itu mengalir deras di dalam jantung ini. Menyisakan sakit berjuta pedih, yang tak dapat di katakan dengan sebuah kalimat. Lisan maupun tertulis.
Aku melihat Tania yang berdiri bersender di sebuah rumah kosong berselimut tembok tua yang sudah lama tak di tinggali. Memang sudah pasti setelah kejadian itu membuat ku tak punya satupun tetangga. Mereka mati. Dan sisanya melarikan diri dari kampung ini dan pergi ke kampung sebelah. Dengan alasan yang sudah pasti untuk menyelamatkan diri.
Aku menghampiri gadis yang bermuka pucat itu. Rona bibir nya bahkan memudar. Dia terlihat sama seperti mayat sekarang. Dia ketakutan. Tubuhnya berkeringat. Tangannya bergetar. Sudah pasti itu lah yang akan di alami banyak orang sekarang. Kalian juga pasti sama halnya.
" Tania... Maaf membuatmu takut. Apa kau tadi melihat siapa pelaku yang membunuh mereka disini?" Tanyaku pelan-pelan agar tak terlalu menyakiti gadis kurus seksi ini.
Dia hanya menunduk dan menggeleng begitu saja.
" Aku rasa ini pasti saling mengait antara kematian Edra dan Roni, Steyf.." katanya dengan nada yang bergetar.
" Iya Tania, mereka membunuh musuhnya dengan cara yang sama. Seperti yang di lakukan para psikopat pada umum nya. Begitulah cara mereka membuat sebuah teror. "
Tak lama setelah itu, Leo berteriak. Meneriaki seseorang yang orang itu telah pergi ke negeri bawah nalar.
" Dimas... Atnan... Kemana otak kalian bodoh... Kalian baru saja melawan para polisi itu dengan sigap kemarin kenapa kalian bisa begitu saja mati? Apa yang kalian lakukan?....."
Tidak Leo. Raungan mu itu. Teriakan mu itu. Dan air matamu itu, menimbulkan sebuah kegudahan di hatiku. Mengoyak-oyak otak ku untuk berpikir dengan keras tentang apa yang terjadi. Berusaha untuk menyusun sebuah kepingan puzzle yang sudah lama hilang. Dan berusaha kembali menemukan petunjuk yang tak pernah aku sadari sebelumnya. Dan tangan mu yang kotor itu sudah jelas akan ketidak wajaran tentang segala hal. Dan kaus berwarna merah yang kau selimuti dengan jaket itu pula lah yang membuat aku merasa paling benar.
Mungkin aku berjalan perlahan menuju ke arahnya. Dengan segala kerendahan diri yang aku punya. Aku akan segera mencambiknya. Kini adalah pertengkaran kita yang menyelimuti tangisan mu itu.
Aku berdiri di belakangnya dengan sebilah pisau yang masih aku genggam dengan erat. Aku berharap dia untuk mati sekarang. Aku merobek jaket yang di gunakannya itu. Iya. Aku pembunuh. Aku pembunuh sekarang. Aku membunuh seorang pembunuh. Aku akan mengayunkan pisau ku segera. Tapi dia menahannya dengan sebongkah kayu yang tiba-tiba saja sudah ada di tangannya.
" Hei.. Steyf.. apa yang kau lakukan?? Sadarlah.. jangan terbawa dengan emosi itu bisa membuatmu ketakutan sendiri dengan dirimu. " Katanya berusaha untuk mengelak.
" Kau pembunuh yang sangat handal. Sejak kapan kau tau ada sebongkah kayu diantara mayat-mayat itu jika kau baru tau ada banyak mayat disini? Kau pikir kau bisa membodohiku? Kaus mu amis. Kaus yang berwarna putih itu telah dinodai oleh darah. Dan kau tak punya cukup waktu untuk mengganti atau bahkan mencucinya segera. Kau menutupi sebuah petunjuk dengan penutup yang sangat menggoda selera banyak orang. "
Dia terdiam sejenak dan lantas tersenyum kecut menatap ku. Dia menurunkan kayunya secara perlahan.
" Kau memang pintar Steyf. Semua keluarga Marcues adalah orang pintar. Keluarga kita pintar dan kita di junjung tinggi. Sejak zaman purba, kita adalah raja yang paling berkuasa dan tak bisa di taklukkan oleh siapapun. Kau benar. Mungkin saja pemikiran mu itu benar Steyf. Kita adalah saudara. Lebih jelasnya aku adalah kakak mu. Hanya saja kita lahir dari beda ibu. Harusnya kau mengerti ini sejak lama. Harusnya ini lah yang harus kau gali sejak kejadian itu. Ayah menikahi ibuku dan ibumu secara langsung dan bersamaan. Dalam waktu yang sama pula. Mungkin itu sesuatu yang mengejutkan untuk mu. Sudah sejak kejadian itu semenjak 10 tahun yang lalu kau bahkan tak menjenguk ayah sesekali. Ataupun sekedar bertanya kabar dengan nya. Ayah ingin cairan itu. Cairan yang di buat untuk membunuh saingannya sendiri yang tinggal di samping rumahmu. Dia ingin cairan itu kembali ke tangannya. Dia harus menguasai dunia dengan segala harta nya. Harusnya itu sudah berlangsung sekarang. Tapi dimana kau menyembunyikan cairan itu? Aku berusaha mencarinya. Mengalihkan perhatian mu dengan berbagai cara. Agar aku dapat masuk ke dalam rumah mu dan mencarinya dengan nyaman. Tapi setiap orang selalu saja menggangu. Bahkan teman-teman ingusan mu itu juga sama. Hingga aku merasa harus membunuh mereka untuk menyembunyikan sebuah jejak yang aku buat dalam kekacauan. "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments