" Baiklah. Aku ikut dengan mu."
Begitu kata Marcues tak mempedulikan sama sekali para pekerja nya yang mati termakan oleh ikan raksasa itu. Sungguh. Aku melihatnya seperti bukan manusia. Dia sungguhan tidak punya kebaikan di dalam hatinya. Atau mungkin saja pun dia hanyalah seonggok tanaman pisang. Mereka punya jantung. Namun tidak dengan hati.
Mereka pun segera beranjak pergi meninggalkan sofa ruang santai. Membiarkan mereka mengurus sendiri pekerja yang mati termakan itu.
Setidaknya aku mengerti. Ini lah keluarga ku yang tidak aku ketahui sebelumnya. Mereka sungguhan tidak punya hati. Dan selalu melakukan hal senonoh yang bahkan tak masuk akal sama sekali. Membuat percobaan itu untuk menaklukan dunia? Hm? Memangnya siapa yang akan menyembah mereka disaat semua penghuni bumi telah mati di makan percobaan nya itu? Atau kah mungkin saja, dia membuat percobaan itu dan membiarkan percobaan nya mengobrak-abrik bumi dan segala isinya. Lantas dia datang dengan membawa sebuah penawar percobaan itu hanya untuk di sembah sebagai pahlawan kesiangan?
Marcues bodoh.
Aku berjalan melewati ambang pintu.
" Kau mau kemana, Steyf?" Tania bertanya padaku yang aku sama sekali tak memedulikan nya.
Aku berjalan menuju helikopter itu. Aku mengambil peti yang aku letak kan disana dan aku berjalan menuju ke hutan itu lagi. Hah... Ini melelahkan dan asal kan kalian tau ini untuk kalian, manusia. Meskipun begitu entah kalian akan berterimakasih padaku atau tidak. Atau mungkin bahkan kalian tak menyadari itu sama sekali. Dan aneh nya aku tetap saja melangkah. Bukan karena aku takut mati akibat dari percobaan nya itu. Bukan karena aku sangat menghargai manusia-manusia disini. Bukan karena aku amat sangat mencintai bumi. Akan tetapi aku punya alasan dan dendam tersendiri.
Aku berjalan menyusuri jalan yang sepi dan gelap. Hari itu sudah mulai malam dan aku berjalan sendirian. Dan untuk saat itu pula aku masuk ke dalam sana. Seraya menjinjing peti, aku mengendap-endap masuk ke dalam sana.
Ini kacau. Aku tak tau dimana ruang laboratorium nya. Dan aku bahkan tak bisa lebih waspada lagi. Aku tertangkap basah saat mengendap. Aku mulai berkeringat dan membeku tak tau harus apa kah aku saat ini. Aku menyembunyikan peti itu. Ku selipkan ke dalam sabuk yang mengikat pinggang ku. Tidak ada yang tau sebab saat itu ku tutup dengan jaket hitam pemberian Tania.
" Sebenarnya aku curiga, Steyf. Tidak mungkin apabila tiba-tiba ikan piranha bisa datang sendiri kemari tanpa adanya udang di balik batu. Kau pasti mengira aku bodoh seperti dirimu. Sudah ku bilang aku ini kakakmu. Aku jauh lebih pintar dari padamu. Jangan berharap kalau kau bisa menang." Leo keparat itu duduk di sofa panjang di balik dinding.
Dan setelah beberapa detik ia menjeda kalimatnya, kini ia muncul dari balik tembok dan menatap aku bagaikan singa.
" Pintar sekali kau memasang cctv semacam itu di villa ini. Ketepatan dan kepintaran mu boleh juga, akan tetapi itu kan juga buatan ayah. Ayah ada disini dan bagaimana mungkin dia tidak tau akan hal itu? "
Dia tertawa terpingkal-pingkal di depan ku. Kini pun dia juga mulai menertawakan aku setelah aku yang terus-terusan menertawakannya sejak tadi.
" Astaga, adik. Itu cctv bukan sembarang cctv. Itu cctv khusus. Itu adalah cctv yang di buat untuk para lelaki bejat. Mengapa kau memakainya? Itu adalah cctv khusus yang di rancang untuk mengintip wanita, dan ini ada laporan rekaman tersendiri bagi kami karena itu semua terhubung dengan si pencipta cctv itu sendiri. Karena ini terhubung dengan satelit, itu bisa menyebar kapan saja dan di manapun. Dan itu tentu saja masuk ke kami sebagai bentuk data dari pasokan penggunaan. Kau bahkan tidak tau itu, bukan? "
Dia kembali menertawakan aku.
" Dasar Kadal Pengganggu yang bodoh. Kau lebih bodoh dari dora."
Dia terus saja menertawakan aku.
Mengapa aku tidak tau akan hal itu? Mengapa aku tak tau apa-apa soal masalah itu? Ya. Aku Kadal Pengganggu yang amat bodoh. Lebih bodoh dari dora. Aku malu. Bahkan kepada kakak tiriku sendiri.
Dia. Ayah menguping pembicaraan kami di balik tembok. Dan sekarang dia ikutan tertawa.
" Jangan tertawakan adikmu seperti itu, Leo. Dia bukan bodoh, tapi amat sangat bodoh. Dan aku menyesal telah membesarkan dia seperti itu. Tidak ada untungnya sama sekali buatku. Bahkan menghormati orang tua nya saja pun dia tak mau. "
Kini dia menampakkan diri di hadapan ku.
Haruskah aku merobek mulutnya? Kata-kata yang paling aku benci itu pada akhirnya keluar lagi di mulutnya. Sudah sekian lama, sejak kejadian itu. Aku... Tak tahan.
" Kau pintar tapi kau bedebah. Kau ingin aku menghormatimu yang kau sendiri tak bisa menghargaiku? Serendah itu kah? "
Seandainya aku meledak sekarang, apakah mungkin aku bisa menang?
" Apakah seorang anak bodoh seperti mu patut untuk dihargai? Anak yang selalu saja membantah keinginan orang tuanya, anak yang selalu menentang pembicaraan orang tuanya, keras kepala sekali apabila mengutarakan pendapat di depan orang tuamu sendiri, dan kau pun bahkan meminta untuk di hargai?"
" Dan apakah aku pernah meminta untuk di lahirkan ke dunia ini? Dan apakah aku salah apabila aku mempunyai 'hak' untuk mengutarakan pendapatku? Dan apakah mungkin kau ini sungguhan punya derajat yang tinggi di bumi karena ilmu pengetahuan mu yang begitu luas hingga menewaskan banyak orang? Dan apakah kau sudah yakin derajatmu naik, setelah kau menewaskan banyak orang yang menyelamatkan mu dari tanaman maut itu? Dan alangkah tak tahu diri lari begitu saja sebagai seorang pecundang tanpa ada rasa terimakasih!"
Dia hanya terdiam. Semuanya hening tanpa ada jawaban.
" Kau bahkan lebih bejat dari apa yang dipikirkan orang-orang. Pada kenyataan nya kau bukanlah manusia yang patut mempunyai derajat yang tinggi. Kau orang tua berengsek. Kau ayah paling bejat yang pernah aku temui. Bahkan mama pun kau biarkan mati. Dan apakah kau mengenangnya? Tentu saja tidak. Kau bahkan tak mengingatnya sama sekali. Karena kau hanya menikahi dia tanpa cinta. Kau hanya ingin nafsumu. Atau bahkan sebagai percobaan mu. Kau lah satu-satunya orang paling kotor di bumi ini. Dan semua orang tau akan hal itu." Kataku berusaha menentangnya sekarang.
" Dan apakah setelah aku mengatakan ini kau akan berubah seketika? Tentu saja tidak, ayah. Kau hanyalah manusia berhati batu. Atau mungkin memang tidak ada hati di dalam dadamu. Hidupmu begitu amat membosankan, ayah. Pasti kau sangat bosan terus-terusan di laboratorium membuat segala hal penemuan, hingga kau bahkan tak punya teman atau bahkan kasih sayang. Itu lah yang membuatmu ingin sekali menghancurkan dunia dalam sekali serang. Aku tahu, ayah. Aku lebih dari tahu. "
Begitu kataku yang berusaha menahan tangisku. Aku tak ingin di bilang cengeng. Ruangan menjadi hening. Leo menarik nafasnya keras-keras.
" Pekerja!!!" Dia berteriak hingga menggema.
Dan sekejap pun para pekerja di villa itu segera datang demi tuannya.
" Tangkap dan sekap saja dia. Terserah kalian mau kalian apakan. Bunuh jika perlu."
Dan mereka pun segera saja berbondong-bondong mengikat aku dengan sebuah tali. Mereka mengikat nya amat kencang, hingga aku sangat sulit untuk bernafas. Atau mungkin aku tidak bisa bernafas. Mereka mendorong aku dengan paksa. Dan aku pun tak dapat melawan dengan tubuh yang terikat amat kencang seperti ini.
Aku masuk ke ruangan yang berbeda dari sebelumnya. Itu lebih ke ruang penyiksaan bawah tanah. Aku di dorong amat kuat hingga aku terjatuh. Pekerja-pekerja itu lebih dari 50 orang, dan aku di injak-injak oleh mereka hingga tulang rusuk ku patah.
Salah satu dari mereka menarik ubun-ubun ku dan membentur-benturkan kepalaku ke dinding dengan amat kuat. Darah segar itu pun secara deras mengalir.
Belum selesai pekerja satu membenturkan kepalaku ke tembok, rambutku yang pendek itu segera di tarik pekerja lain dan mereka memukul-mukul kepalaku dengan sebuah palu dan sebatang besi.
Bahkan belum sempat aku bernafas sedikit, pekerja lainnya menarik ku dan menarik celanaku hingga robek. Mereka memukul alat kelamin ku berkali-kali.
Aku bahkan tak punya kesempatan untuk menjerit. Seorang pekerja menarik ubun-ubun ku lagi, dan menyiram kedua mataku dengan air cabai.
Aku meraung-raung. Dan aku berusaha meminta ampun tapi sia-sia. Mama. Aku ingin mama kembali. Setidaknya aku harus bertemu ibuku. Ma, aku ingin mati sekarang. Aku begitu amat merindukan sebuah pelukan yang sudah lama tak aku rasakan. Bahkan hingga saat ini. Aku masih saja mengingat segala kenangan indah itu. Sampai saat ini. Di keadaan yang seperti ini.
Hingga pintu di buka. Leo datang dengan senyuman nya yang merekah. Aku menatapnya samar-samar dengan mata yang perih. Tubuhku sudah tidak bisa di gerakkan. Maka aku hanya berusaha mengambil oksigen dengan tubuh yang telah hancur. Aku terkapar lunglai. Lelah dan aku begitu amat kesakitan. Dan anehnya, mengapa aku tak mati saja?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments