"Siapa kalian!?" Seorang bertugas kereta mendekati kami.
Aku masih terduduk di lantai kereta, dan Momo berdiri tepat di sebelahku.
Gawat nih. Padahal kami baru saja berhasil naik kereta, berilah waktu untuk beristirahat sebentar.
"Hai. Namaku Riel, dan gadis kucing di sebelahku ini Momo." Aku terlalu lelah untuk berpikir. Jadi aku katakan saja apa yang ada di dalam pikiranku.
"Kau... kau gadis yang melompat dari kereta kemarin! Apa maumu naik ke kereta ini lagi?"
"Kemarin? Oh, benar. Aku memang melompat dari kereta kemarin, dan kau yang waktu itu meneriakiku, ya."
Petugas itu terlihat kesal. Karena sedari tadi aku menjawab pertanyaannya dengan biasa saja.
"Kau... Kau kira aku akan membiarkanmu lagi kali ini?" Kata petugas itu.
"Aku... Aku kemarin hanya menggunakan kereta ini untuk separuh perjalanan. Jadi bolehkan, hari ini aku naik lagi? Setengah perjalanan juga kok."
"Hah? Kau kira aku akan mengizinkanmu begitu saja? Kau bahkan membawa seekor hewan peliharaan ke atas kereta."
"Aku bukan hewan peliharaan!" Momo langsung membantah.
Dari tadi kami terus beradu debat, dan Momo juga ikutan setelah petugas itu menyinggungnya. Aku ingin ini tidak berakhir hingga sampai ke tujuan.
"Baiklah kalau begitu, kalian boleh naik kereta ini sampai ke tujuan." Petugas itu tiba-tiba mengatakan demikian.
"Wah! Benarkah? Terima kasih. Abang petugas baik juga, ya." Aku berdiri, dan menghadap ke petugas kereta.
Petugas itu mengulurkan tangannya, dan aku menerimanya untuk berjabat tangan. Tapi dia tidak melepaskan tanganku setelah kami berjabatan, bahkan dia menggenggamnya lebih erat.
"Eh. Apa ada masalah lain?" Tanyaku sedikit curiga.
"Bukan apa-apa. Setelah kita sampai di Deedalee, kau akan ikut bersamaku ke kantor kesatria. Sementara itu kami akan menahanmu di ruang masinis." Ternyata itulah tujuan sebenarnya.
"Tidak, tidak, tidak! Aku mohon lepaskan aku. Aku tidak ingin dibawa ke kantor kesatria!"
Kantor kesatria itu sama dengan kantor polisi di duniaku. Di dunia ini juga ada sistem penjara untuk penjahat, jika mereka berhasil di tangkap. Bahkan untuk kasus sepertiku ini dapat dianggap kejahatan yang akan dihukum tanpa proses sidang.
Itu artinya aku akan langsung masuk ke dalam penjara jika dibawa ke sana.
"Aku mohon petugas yang baik hati. Aku akan membayar tiket lagi untukku dan gadis kucing ini!" Aku menahan tangan petugas itu yang berusaha membawaku masuk, sambil mencoba menyogoknya.
"Maaf saja gadis kecil, aku tidak akan terpengaruh oleh hal-hal seperti itu. Jadi cukup serahkan dirimu dengan tenang, dan hukuman penjaramu akan lebih singkat." Petugas tetap menarikku ke dalam.
"Bagaimana jika dua kali lipat? Aku akan membayar 40.000 Nira untuk kami berdua. Jadi tolong ijinkan kami naik kereta ini sampai ke tujuan. Aku mohon. Plisss, jangan bawa aku ke penjara."
"Sudah aku katakan, jangan melawan dan ikut kami!"
Aku terus menahan tangan petugas itu. Dia memang tidak menarikku terlalu kuat, tapi aku sudah mulai lelah dan tidak punya tenaga lagi untuk melawan.
Momo! Kenapa kau hanya menonton kami berdua dan tidak membantuku sama sekali? Setidaknya gigit tangan petugas ini agar dia melepaskanku!
"100.000 Nira! Tunai, di tempat, tanpa perantara, tanpa bunga! Eh?"
Tiba-tiba petugas itu melepaskan pegangan tangannya.
"Silahkan Nona. Aku akan mengantarmu menuju gerbong kelas bisnis terbaik kami." Petugas itu menunduk dan menyilahkan kami dengan tangannya. Sikapnya tiba-tiba berubah seperti seorang pelayan.
Hahaha, rencanaku berhasil! Terbaik!
Aku dan Momo berjalan masuk mengikuti petugas itu. Kami dipinjami sepasang jubah mewah yang disimpan di gudang, sehingga membuat kami dapat berjalan menuju gerbong terdepan tanpa terlihat kotor.
Sebelum masuk ke gerbong selanjutnya, aku menyerahkan terlebih dahulu pertukaran yang setimpal. Meski menurutku ini tidak terlalu setimpal.
Aku berjalan di belakang petugas itu dengan gaya ala seseorang yang banyak uang. Momo menggunakan jubah dan penutup kepala untuk menutupi telinga kucingnya. Aku juga disuruh melepas ikatan rambutku dan membiarkannya tergerai. Itu akan membuat kami terlihat berbaur dengan para penumpang lainnya.
Kami berdua berjalan dari gerbong belakang melewati gerbong penumpang kelas ekonomi. Mereka memperhatikan kami selama berjalan, itu membuatku seperti seorang bangsawan sementara.
Momo di belakangku hanya menundukkan kepalanya karena tidak terbiasa dengan situasi ini. Bisa dibilang hampir semua mata tertuju pada kami. Kenapa ada penumpang yang datang dari gerbong penyimpanan barang?
Setelah melewati beberapa gerbong, kami akhirnya tiba di gerbong kelas bisnis. Gerbong kelas bisnis ini memiliki ruang untuk setiap penumpangnya. Dimana satu gerbong memiliki dua buah ruang yang di dalamnya bisa berisi hingga empat orang.
Petugas yang mengantar kami membuka salah satu ruangan di dalam gerbong, di dalamnya sudah terdapat seorang pria sendirian dengan pakaiannya yang sangat mewah. Pria itu melihat kami sewaktu pintunya sudah terbuka.
Seorang pria paruh baya dengan rambut putih bergaya comma hair. Matanya berwarna merah tajam seperti hewan buas. Kulitnya cukup pucat seperti orang mati, atau tidak pernah keluar rumah. Jujur aku sedikit merinding sewaktu melihatnya pertama kali.
"Permisi tuan. Apa boleh anda berbagi tempat dengan dua penumpang kami yang lain?" Petugas itu menggeser posisinya dan memperlihatkan kami kepada pria tersebut.
Pria itu memperhatikan kami dengan wajah tersenyum seperti sebelumnya. Dia terlihat seperti berumur 20-an.
"Wah, kalian para gadis yang sangat cantik. Aku tidak keberatan untuk berbagi tempat duduk bersama kalian. Silahkan." Pria itu menyetujuinya dan bahkan memuji kami. Itu terdengar cukup asing bagiku, karena posisi ini berbeda dengan yang sering aku alami.
"Terima kasih atas kebaikan hati anda, tuan. Silahkan masuk, nona-nona." Petugas itu menyilahkan kami masuk, lalu menutup kembali pintu ruangannya begitu kami sudah duduk berhadapan dengan pria itu.
Sedari tadi pria itu memerhatikan kami dengan wajah tetap tersenyum. Aku tahu senyumannya itu hangat dan terlihat baik. Tapi Momo merasa sangat waspada di sampingku. Dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari pria tersebut, seakan siap untuk menerkam.
Pakaian pria itu terlalu mewah untuk kami yang hanya menggunakan jubah yang terlihat mewah. Bajunya terlihat seperti pakaian para bangsawan yang aku tahu di dunia fantasi. Seperti seorang Duke. Tapi tidak mungkin seorang Duke mau berbagi ruangan dengan orang asing.
"Aku sangat berterima kasih anda mau berbagi ruangan ini dengan kami." Aku memulai pembicaraan. Karena aku pikir kalau orang ini sebenarnya bukanlah orang yang dingin dan menghindari berbicara dari orang lain.
"Tidak perlu sungkan denganku, nona yang rendah hati. Jika aku boleh tahu, bagaimana caraku untuk memanggilmu dengan baik?" Pria itu menjawab pertanyaanku dengan keren.
"Anda bisa memanggilku Riel, dan gadis di sampingku ini Momo." Jawabku dengan agak ragu. Aku ragu karena belum terbiasa dengan cara para bangsawan berkomunikasi satu sama lain. Seseorang tolong aku!
"Nama yang sangat cantik." Pria itu memujiku.
Ya, ya, terima kasih.
"Perkenalkan juga, namaku Luke Tereith, Aku hanya seorang bangsawan biasa yang senang bepergian."
Oh, gitu ya. Tereith? Nama keluarga di sini sedikit lebih acak dari yang aku bayangkan.
"Sejak tadi aku melihat mata merahmu yang sama sepertiku, namun yang kau miliki entah kenapa jauh lebih indah."
Wait. Dia ngapain? Dia nyoba gombalin gw?
"Aku bahkan bisa merasakan semangat yang terkobar dari matamu itu. Apakah kau seorang petualang?"
Bagaimana dia bisa tahu hal itu? Dia tidak mungkin asal menebaknya begitu saja.
"Maaf, mungkin kau salah mengira aku seorang petualang. Aku hanya gadis dari seorang pedagang di kota." Jantungku berdegap terlalu cepat. Ini bukan karena dia mecoba menggombaliku tadi, tapi bagaimana dia bisa tahu kalau aku seorang petualang?
Momo di sampingku mulai mengerang. Dia seperti mulai merasakan bahaya dari pria bernama Luke tersebut. Tenanglah Momo, aku yakin ini akan baik-baik saja.
"Tidak perlu takut, gadis kucing. Aku berjanji tidak akan melakukan hal yang jahat kepada kalian berdua." Dia bahkan tahu kalau Momo adalah seorang gadis kucing.
Gawat, gawat, gawat. Kenapa aku selalu berada di posisi yang sangat gawat. Aku mulai merasakan suatu hawa yang kuat dari pria itu. Kewaspadaanku mulai naik dan Momo juga terlihat siap untuk menyerang dengan tangannya.
Kami sedang berada di posisi yang membuat tegang. Pria di depan kami tetap memasang senyum seperti biasanya, Momo menatap tajam pria itu sambil mengerang seperti kucing, dan aku mulai khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi di sini.
Perhatian kepada seluruh penumpang, sebentar lagi kereta akan tiba di stasiun berikutnya. Kota Deedalee.
Sekali lagi perhatian kepada seluruh penumpang, sebentar lagi kereta akan tiba di stasiun berikutnya. Kota Deedalee.
Bagi yang akan turun, diharapkan segera persiapkan barang bawaan anda agar tidak tertinggal.
Penumpang yang menuju tujuan berikutnya dipersilahkan untuk tetap berada di dalam rangkaian gerbong kereta.
Kami selamat. Akhirnya tujuan kami sudah dekat dan kami akan keluar dari tempat ini. Ada sebuah alat sihir yang terpasang pada setiap gerbong untuk memberi pengumuman.
"Sungguh pertemuan yang menyenangkan, Tuan Luke. Sayangnya kita akan segera berpisah karena kami akan turun di sini." Kataku dengan sedikit gugup.
"Benarkah? Sayang sekali. Padahal tempat tujuanku masih cukup jauh, maka aku akan sendiri lagi di tempat ini." Pria itu menundukkan kepalanya sedikit kecewa. "Aku harap suatu saat nanti kita akan bertemu lagi."
"Eh, yaa. Aku harap juga demikian." Gak!
Begitu kereta berhenti di stasiun Kota Deedalee, Aku dan Momo segera keluar dari ruangan itu setelah memberi salam. Kami berdua berjalan turun dari kereta dan bergerak bersama beberapa penumpang lainnya.
Tidak lupa, aku menghampiri petugas tadi yang berdiri tak jauh dari tempat kami turun. Kami berdua di arahkan ke sebuah ruangan kecil untuk mengembalikan jubah yang kami pinjam, setelah itu kami berpisah kembali.
Aku dan Momo keluar dari stasiun Kota Deedalee dengan membawa sedikit trauma. Tapi hal itu lenyap begitu saja sewaktu pemandangan baru dari Kota Deedalee menyambut kami.
Sewaktu kami keluar dari stasiun, tempat yang langsung kami temui adalah pasar. Banyak orang yang berlalu-lalang untuk mencari makan atau sekadar berjalan-jalan di sore hari. Aku dapat melihat para petualang, pedagang, dan masyarakat umum berbaur di kerumunan itu.
Tempat ini benar-benar lebih ramai dari dugaanku. Lebih ramai dari Kota Ciatar.
Momo menempel erat denganku. Wajahnya menunjukkan ketidaknyamanan berada di kawasan yang ramai dengan orang-orang. Apalagi beberapa dari mereka sempat memperhatikan Momo karena telinga kucing dan rambut birunya yang begitu mencolok. Dia pun segera memakai kembali tudungnya untuk menghindari hal tersebut.
"Apa kau tidak apa-apa, Momo." Tanyaku padanya.
Momo hanya menjawabnya dengan menggelengkan kepala, dan tangannya lebih erat mencengkram pakaianku. Dia terlihat seperti takut jika terpisah denganku di kerumunan ini.
"Baiklah, ayo kita cari tempat untuk bermalam terlebih dahulu. Kita akan beristirahat sebelum melanjutkan pencarian besok."
"Baiklah."
Aku berjalan menyusuri kerumunan dengan Momo yang menempel erat padaku. Meski cukup berisik, tapi tempat ini masih cukup dingin untuk ukuran keramaian pasar ditambah stasiun.
Di perjalanan, aku membeli beberapa makan malam sambil bertanya kepada pedagang itu dimana kami bisa menemukan penginapan.
Dengan baik hati pedagang tersebut memberitahu beberapa penginapan rekomendasinya sambil memberi tahu arahnya kepada kami.
Setelah itu aku membeli lebih dagangannya dan kembali berjalan mengikuti arah yang diberitahu oleh pedagang makanan tadi.
Kami berdua telah cukup jauh dari daerah pasar, dan mulai memasuki daerah lainnya. Di sini terlihat masih di dalam distrik perdagangan, hanya saja sedikit lebih sepi daripada sebelumnya.
Setelah berjalan lebih jauh, aku menemukan tempat penginapan yang dimaksud si pedagang, lalu masuk kedalamnya.
Suasana biasa sebuah penginapan di dunia fantasi, dengan bagian depan yang digunakan sebagai ruang makan dan lantai atas untuk para pelanggan yang menginap.
Aku memesan sebuah kamar ukuran dua orang untuk beberapa hari saja. Biaya menginapnya 4000 Nira permalam. Cukup mahal tapi ini sudah lebih dari cukup untukku dan Momo.
Kamar kami terletak di lantai 3 bangunan. Di dalamnya hanya terdapat sebuah ruangan dengan dua tempat tidur, sebuah lemari pakaian, dan laci kecil. Ini baru penginapan yang kukenal. Bukan apartemen seperti milik Shin.
Shin, ya. Aku baru teringat lagi dengannya.
Dia pasti marah padaku karena kabur lagi darinya. Apa dia akan mengejarku lagi? Tidak. Aku tidak boleh terlalu bergantung kepadanya. Aku adalah seorang petualang yang kuat dan mandiri.
"Baiklah, kita sudah sampai, Momo. Kita akan beristirahat dulu di sini." Aku merapihkan barang-barangku di atas laci, dan membuka pakaianku yang mulai agak kotor. Momo juga melakukan hal yang sama denganku, bedanya dia tidak membawa sebuah senjata.
Aku duduk di kasur yang tidak terlalu empuk ini. Kamar ini tidak memiliki kamar mandi di dalamnya, namun ada di setiap lantainya. Jadi kau harus berbagi kamar mandi dengan penghuni lainnya. Itu kekurangannya dari tempat ini.
Jika aku ingin mencari tempat lain, aku takut sudah terlalu sore dan kami tidak memiliki waktu untuk makan malam serta beristirahat. Jadi untuk sekarang aku akan terima dulu apa adanya.
Momo ikut duduk di tepian kasur milikinya. Dia mulai terlihat lelah. Tidak apa, sekarang memang waktunya untuk kita beristirahat.
"Kau ingin makan duluan. Momo? Kamar mandinya masih disiapkan, jadi kita punya waktu sebentar." Aku mengambil bungkusan makanan yang kami beli tadi.
"Baiklah." jawabnya singkat.
Momo datang ke tempatku dan duduk disampingku, kemudian dia mengambil satu bagian makanannya.
Kami hanya membeli roti isi yang sudah agak dingin dan beberapa tusuk daging. Itu sudah cukup bagi kami.
"Hei, Momo. Apa kau masih ingat dengan pria yang kita temui tadi di kereta?" Tanyaku sambil menguyah makanan.
"Iya."
"Kau terlihat sangat waspada sejak pertama kali melihatnya. Apa kau mengetahuinya?"
"Manusia biasa memang tidak terlalu menyadari siapa orang itu, ya. Bahkan kau dan petugas kereta itu."
Hmm? Memangnya ada yang salah dengan orang itu? Aku pikir dia hanya bangsawan dengan nada bicara yang terdengar hangat, namun mengandung banyak rencana licik di dalamnya.
Dia bahkan tahu aku seorang petualang dan Momo seorang gadis kucing pada pertemuan pertama. Itu memang membuatku curiga.
"Memangnya siapa dia?" Aku bertanya lagi.
"Dia adalah..." Momo terlihat memikirkan dulu sebelum menjawab pertanyaanku. Dia mungkin lupa atau tidak tahu ingin menjawab apa.
"Dia adalah..." Aku mengulang kalimatnya.
"Seorang bangsawan."
...
Ya. Aku tahu itu.
Baiklah. Sepertinya Kami memang perlu beristirahat penuh malam ini. Perjalanan panjang hari ini pasti membuat pikiran kami jadi agak ngawur.
Setelah makan, aku mengajak Momo untuk mandi bersama lagi, lalu dia menolaknya. Tapi tentu saja aku akan memaksanya, ehehe.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments