Aku bermimpi. Aku masih berbaring di kasur, menatap langit-langit kamar yang gelap.
Tidak, ini bukan mimpi. Ini ketindihan!
Aku tidak bisa menggerakkan tubuhku, mulutku, maupun arah mataku. Aku seperti dipaksa melihat sesuatu di arah mataku tertuju, yaitu langit-langit kamar.
Yang muncul di hadapanku bukanlah penampakan, melainkan layar sistem yang selalu ada di dunia game.
Layar itu menampilkan tulisan yang tidak terbaca. Selain itu, layar tersebut juga bergetar tidak jelas seperti rusak.
Glitch.
Ada apa dengan sistemnya? Apakah rusak? Apa benar ini dunia game dan aku dapat kembali? Atau mungkin tidak. Lebih tepatnya, anomali ini ingin menunjukkan sesuatu padaku.
Mataku bergerak menuju ke arah kanan. Ada sesosok pria hitam berdiri tegak di sana. Tubuhnya tinggi dan tidak terlihat apapun selain hitam, dan hitam.
Sumpah.
Sumpah gw takut.
Mama!! Gw takut! Gw takut setan! Gw takut setan, Maaa!!
Kakak, kakak! Gw gak pernah maen game horor karena gw takut. Tapi sekarang mata gw dipaksa ngeliat penampakan beginian!?
Plis, plis tolong gw! Tolong gw! gw takut! Tolong gw!
Siapapun!
Kakak!
Shiinn!!!
"Riel!"
"HAH!?"
Aku terbangun dengan nafas terengah-engah. Tubuhku masih berada di tempat tidur, hari sudah pagi, dan Shin ada di kamar ini.
Aku cepat-cepat mengambil pistolku dan menembak ke arahnya. Tapi pistolku tidak mengeluarkan peluru!? Ini yang rusak? Tidak, bukan kok.
"Wow, wow, tenang dulu. Aku tahu kau akan menembak jadi aku mengeluarkan dulu pelurunya."
Benar. Magazine-nya tidak ada!
"Apa maumu!? Sudah kubilang jangan menyelinap ke kamar jika ada gadis! Dasar Mesum!"
Aku tetap menodongkan pistol meski tidak ada pelurunya. Tapi jika di mengeluarkan magazine-nya, seharusnya masih ada satu peluru di moncongnya. Tapi ini tidak.
"Baiklah, baiklah. Aku baru kembali dari luar. Lalu begitu aku masuk, kudapati kau sedang berteriak-teriak mengusir seseorang. Aku mengira ada seseorang yang menyelinap masuk, tapi kau rupanya sedang bermimpi buruk."
Aku berteriak-teriak? Dia mendengarku ketakutan karena mimpi buruk? Gila, aku benar-benar bisa mati karena malu.
Aku menyembunyikan pistolku. Lalu beranjak bangun dari tempat tidur. Di depanku terdapat kaca seukuran tubuh. Menampilkan pakaianku yang berantakan, rambut acak-acakan, dan bekas air liur...
"Pergi! Pergi dari kamar ini sekarang!"
Aku memunggunginya agar tidak terlihat wajah yang abrakadabra ini.
Shin meninggalkan kamar tanpa banyak kata dan menutup pintunya.
Aku tidak bisa menikah lagi.
Huu, apa yang harus aku lakukan?
Ada seember air bersih di dekat meja, aku menggunakannya untuk membasuh wajah. Kemudian aku mengganti pakaian dan merapihkan kembali rambutku.
Huuh.
Aku keluar kamar dan turun ke lantai 1 untuk mencari Shin. Dia duduk di salah satu meja makan tanpa ada makanan di atasnya.
"Mau sarapan?" Tanya Shin.
Aku belum mandi. Aku tidak terbiasa sarapan sebelum mandi.
Tapi aku harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan di dunia ini. Seharusnya begitu.
"Mmm, baiklah. Terima kasih."
Aku bergabung di meja makan kemudian Shin memesan makanan kepada pelayan penginapan. Semua makanan untuk sarapan sudah disiapkan dan tinggal di pesan saja tanpa harus menunggu. Jika sudah habis, baru akan dimasakkan lagi.
Kami menikmati sarapan bersama dalam diam. Dia tidak akan memulai obrolan, karena orangnya terlihat sangat pendiam.
"Maaf karena membuatmu kerepotan lagi. Lalu, untuk apa kau sampai membantuku sejauh ini?"
Pertanyaanku sepertinya meragukan segala kebaikan yang sudah ia berikan. Tapi tetap saja aku masih belum percaya pada orang ini.
"Aku tidak kerepotan karena aku sudah terbiasa. Jika kau bertanya apa tujuanku, lebih baik kau tidak mengetahuinya. Lagipula aku tidak akan berbuat jahat."
Justru itu yang membuatku semakin curiga, bodoh!
Itu mengisyaratkan kau punya tujuan tersembunyi! Pokonya aku harus tetap berhati-hati. Aku akan langsung menembak pada titik Critical jika dia berbuat aneh.
Setelah kami menghabiskan sarapan, aku pergi untuk mandi. Tentu saja Shin berada di luar. Lalu setelahnya kami gantian.
Aku menunggu di luar penginapan. Begitu Shin datang, kami lanjut berjalan menuju Guild Petualang.
Jarak dari penginapan Shin ke guild tidak terlalu jauh. Di pagi hari ini banyak juga petualang yang datang untuk mengambil permintaan, atau sekadar sarapan di dalam guild. Di sana ada Clara yang sudah menunggu kami.
"Selamat datang, Shin, Riel! Apakah malam kalian menyenangkan?"
"Akan kujadikan kau sate kelinci!"
"Huaa... aku hanya bercanda."
Clara menghampiri dan ingin memelukku. Tapi aku terus menghindarinya.
"Hei, itu si bocah baru kemaren!"
"Hoo, rupanya kau menjadi cewek dari petualang itu ya. Eh!?"
Aku menodongkan pistolku kepadanya.
"Apakah kau masih bisa bercanda, setelah peluru bersarang di kepalamu?"
"Hiii! Aku minta maaf!"
Aku menarik kembali pistolku, lalu menyarungkannya. Sekarang pistolku hanya ada satu. Aku sudah menyuruh Shin untuk ganti rugi. Dia bilang akan mengantarku pergi membeli baru hari ini.
"Hei, apa yang terjadi dengan gadis tidak sopan santun tempo hari? Sekarang kau jadi terlihat seperti seniornya di sini."
"Iya. Lihat saja gadis kecil. Suatu saat kau pasti akan menerima pelajaran karena tidak tahu diri."
Kedua petualang itu mengancamku. Tapi lirikan Shin mengatakan untuk membiarkannya begitu saja.
"Berhati-hatilah, gadis kecil."
Cih! Aku merasa dalam waktu dekat akan terjadi perseteruan di antara kami.
Shin mengajakku ke meja resepsionis, tepatnya di meja Clara.
"Apa kabarmu Riel? Siap untuk mengambil permintaan pertamamu?" Sapa Clara dengan ceria. "Tapi jangan ambil permintaan ke Hutan Terlarang. Karena levelmu masih belum cukup untuk pergi ke sana."
"Memangnya harus level berapa jika aku ingin pergi ke sana?" Tanyaku.
"Level 2." Jawab Clara dengan bangga.
"Tapi aku sudah naik level 2 kemarin."
"Oh, ayolah. Tidak perlu bercanda sejauh itu jika kau memang sangat bersemangat menjadi seorang petualang." Clara tidak percaya dengan ucapanku.
"Bisa kau tunjukkan kartu petualangmu, Riel." Tanya Shin.
"Nih." Aku mengambil kartu petualangku lalu menunjukkannya kepada Shin.
Shin mengambil lalu memperhatikannya. "Level 2."
Clara yang mendengarnya, "kau hanya bercanda 'kan?" Kelinci itu masih tidak percaya. "Berikan padaku!"
Kartu petualangku berpindah tangan dengan sangat cepat. Kelinci itu memperhatikan setiap tulisan dari kartu itu dengan sangat teliti.
"Tidak mungkin... Tidak mungkin... " Mata kelinci itu terbelalak setelah melihat kartu petualang milikku. "Ini pertama kalinya aku melihat petualang yang naik level 2 di hari pertamanya!"
Setelah Clara mengatakan itu, perhatian semua petualang di dalam guild tertuju ke arahku.
Sebagian besar tatapan mereka melihatku seakan tidak percaya. Aku sudah terbiasa dengan hal seperti ini, yaitu ketika semua orang merasa terkejut dengan pencapaianku.
"Ada apa? Bukankah naik 1 level itu hal yang wajar?"
Saat aku kepeleset mengatakan itu, Shin menepuk pundakku.
Aku paham apa yang dia maksud. Dia merespon atas kata-kataku dan menyuruhku melihat kembali ke semua orang. Lalu... ekspresi mereka kembali berubah.
"Gadis yang sombong... akan terus seperti itu apapun yang terjadi."
"Ya... mungkin dia memang kuat. Tapi aku ragu."
"Aku pikir dia bisa menjadi hebat."
Tunggu! Ada apa sebenarnya dengan kalian?
"Riel." Panggil Clara. "Semua orang di dunia ini memiliki level dari 1 hingga 10 saja. Jadi meningkatkan 1 level itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar."
Apa?
"Dan rata-rata petualang memiliki level 3 hingga 4, dengan yang paling tinggi berlevel 6. Mereka yang berlevel 7 atau 8 adalah para pahlawan atau sosok legendaris, sedangkan belum pernah ada yang menyentuh level 9 apalagi 10 di dunia ini." Shin meneruskan.
Apa-apaan itu?
Di dalam dunia game, biasanya level seseorang itu bisa sampai 100 bahkan lebih tergantung gamenya. Aku belum pernah menemukan tingkatan level yang hanya sampai 10 saja.
"Jadi, berapa kira-kira waktu yang dibutuhkan untuk seorang petualang naik ke level 2?" Tanyaku.
"3 Bulan." Seorang petualang asing menjawabku.
Saat kutengok, itu adalah petualang yang pertama kali meledekku.
"Aku butuh waktu 3 bulan dari hari pertamaku untuk naik ke level 2."
"Benarkah? ku bahkan sampai sekarang belum naik level 2."
"Aku sudah hampir 1 tahun sejak naik level 2, tapi belum beranjak ke level 3." Kata sebuah party yang kemarin kutemui di persimpangan hutan.
"Benarkah itu?" Gumamku heran. Aku masih asing dengan dunia petualang setelah sekian lama.
"Kenapa kau melihat kami dengan heran, gadis sombong? Kau merasa dirimu kuat hanya karena bisa naik level di hari pertamamu?" Orang itu menghampiriku dengan wajah penuh amarah.
Aku tersentak ketakutan dihampiri olehnya. Tapi Shin melangkah ke depan untuk menghalangi orang itu.
"Maaf, tapi gadis ini belum mengetahui apapun tentang dunia petualang. Jadi tolong maklumi dia."
Shin?
"Cih! Kau hanya beruntung memiliki abang-abangan seperti dia." Petualang itu beranjak pergi dari kami. Tapi tatapan semua petualang masih melihat tidak nyaman ke arah mataku.
Aku merasa seperti bisa dibully kapan saja jika tidak ada Shin.
"Baiklah, Riel. Ambillah sebuah permintaan dan selama perjalanan kita akan mencari senjata baru untukmu." Shin mengarahkan tubuhku untuk kembali berfokus kepada meja resepsionis tempat Clara berjaga.
"Tidak apa, Riel. Kau memang sangat hebat kok! Lalu seiring berjalannya waktu kau pasti akan terbiasa dengan dunia petualang." Ucap Clara.
Itu tidak terdengar bisa menghibur diriku.
"Bisa kau carikan kami permintaan yang ringan?" Tanya Shin.
"Baiklah!" Jawab Clara.
Aku memang sudah lama tidak kembali ke dunia petualangan fantasi. Tapi begitu aku kembali, aku sudah disuguhi dengan sistem yang berbeda dengan yang terakhir kali kuketahui.
Aku merasa tidak nyaman. Perutku terasa aneh selama aku berada di dalam Guild Petualang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments