Chapter 11: Perburuan Dimulai

"Hoo, kalian sudah menungguku?" Tanyaku pada mereka.

"Muahahaha!" Salah satu dari om-om itu tertawa persis seperti Paman Guy. Mereka terlihat seperti keluarga.

"Tentu. Tentu saja. Sewaktu kami mendengar berita tersebut, kami langsung memasang permintan di guild petualang. Kami ingin bertemu dengan orang itu, Kemudian akhirnya kau datang tepat sewaktu kami ingin berangkat untuk berburu! Hahaha!"

Hmm, wow. Seterkenal itukah aku? Rupanya kekuatan jejaring petualang hampir seperti sosial media. Tidak juga sih, ini sudah hampir satu minggu sejak aku mengalahkan ular hitam itu. Jika sosial media dapat menjangkau seluruh dunia, maka jejaring petualang akan menjangkau daerah di sekitarnya.

Tapi jika dihitung-hitung dengan dunia yang tanpa media sosial ini, seharusnya segini sudah terhitung cepat. Baiklah, kerja para bagus petualang. Teruskan pekerjaan kalian hingga aku terkenal sampai negara tetangga.

"Jadi aku datang di saat perburuan itu akan dimulai. Lalu, apa lagi yang kalian tunggu?" Ucapku dengan berani.

"Ya. Aku suka semangatmu itu. Memang begitulah seharusnya petualang yang telah mengalahkan Black Phantom Snake." Om-om itu berdiri dan mengambil barang-barang yang ada di atas meja, diikuti oleh om-om yang lainnya.

Jadi om-om disana itu tahu tentang nama monster itu, ya. Aku tidak bisa meremehkan orang yang tahu banyak hal tentang dunia petualang. Siapa tahu dia juga seorang petualang berlevel tinggi, atau bahkan prediksiku yang pertama itu benar.

"Baiklah, ayo berangkat!" Teriak om itu.

"Baik!" Semuanya menjawab.

***

Kami masuk ke dalam hutan yang letaknya tak jauh desa. Pepohonan disini cukup besar, dan jarak satu dengan yang lainnya juga berdekatan. Intinya kami agak kesulitan bergerak karena pohon-pohon ini.

Jalan setapak yang kami gunakan sudah mulai tertutupi rumput begitu semakin ke dalam. Cahaya matahari masih dapat masuk melalui celah antar dedaunan, jadi kami masih dapat melihat dengan cukup jelas ke sekitar.

Sejauh ini kami hanya menemukan beberapa binatang liar biasa. Rubah, ular, babi hutan, semuanya tergolong binatang liar yang tidak terlalu berbahaya jika dibiarkan. Bahkan mereka bisa dibilang kabur sewaktu melihat kami.

Tujuan kami bukan memburu mereka, jadi kami membiarkan mereka lewat begitu saja. Jika mereka menyerang duluan, barulah akan kami tumbangkan. Aku bahkan tidak perlu bergerak sama sekali, om-om itu sudah cukup kuat untuk mengatasi mereka.

"Kau bahkan terlihat cukup kuat untuk mengatasi mereka, paman. Lalu untuk apa kau perlu memanggil seorang petualang?" Aku akan memanggilnya paman saja. Lagipula dia ternyata adalah kliennya, Paman Reinald.

Kalau para om-om itu... Sebenarnya tidak sopan juga sih kalau aku panggil om-om. Karena mereka bukan petualang, hanya penduduk biasa, lalu aku harus menyebut mereka apa dong?

Mungkin pemburu saja. Kami sedang berburu juga sih.

"Untuk apa? Kau akan tahu sewaktu melihat binatang buas itu nanti." Begitulah jawabnya.

"Baiklah," aku hanya bisa menunggu panggung pertunjukanku tiba. Binatang buas berbeda dengan binatang liar. Kau bisa menemukan binatang liar dimanapun kapanpun kau berkelana, namun binatang buas tidak akan segan-segan menyerang bahkan begitu mereka melihatmu.

Aku bisa mendengar beberapa kicauan burung di sekitar kami, bersama suara serangga hutan. Berjalan-jalan di dalam hutan tidak seburuk yang kukira. Apalagi ditemani oleh om-om yang membawa tali tambang, dan karung. Kau akan merasa aman disepanjang perjalanan. Maksudku para pemburu.

"Tahan." Paman Reinald memberhentikan langkah kami.

Burung-burung berterbangan di sekitar kami, dan suara para serangga berhenti terdengar.

Yaa, aku sudah tahu keadaan apa ini. "Bahkan aku sendiri masih belum bisa merasakan keberadaannya. Bagaimana kau bisa menyadarinya secepat itu, paman?"

"Kuncinya adalah pengalaman."

Hmm, benar juga. Pengalaman yang di dapat dalam permainan berbeda dengan yang di dunia nyata. Meski bisa saja, tapi tentu bukanlah hal yang pasti. Karena tubuhmu tertidur sewaktu sedang bermain game dan pikiranmu tidak, sedangkan tubuhmu akan tetap terbangun jika di dunia nyata.

Masuk akal. Pengalamanku di dunia nyata ini bahkan belum seminggu. Maksudku adalah dunia tempat ku tinggal sekarang. kalau pengalamanku di dunia sebelumnya, aku tidak bisa berenang.

Paman Reinald menyiapkan senjatanya, begitu juga dengan para pemburu lainnya. Tujuh orang kelompok kami seharusnya sudah cukup untuk mengalahkan seekor binatang buas. Apalagi paman itu terlihat sangat hebat. Tapi aku belum tahu pasti seperti apa jenis binatang itu.

Aku mendengar suara gesekan sesuatu dengan semak-semak atau pepohonan. Kami semua menjadi waspada dan bersiap-siap untuk serangan kejutan. Suara itu semakin terdengar jelas dan bergerak dengan cepat.

"Dia datang!"

Khiyaaaaakkkk!!!

Hah!? Cepat sekali!

Sesuatu yang sangat besar melompat ke arah kami dari balik semak. Binatang itu besarnya lebih dari seekor singa dewasa, dan memiliki bulu keperakan, serta sayap yang mengepak lebar di balik punggungnya. Aku jadi teringat dengan wanita di malam itu.

"Griffon!" Teriakku.

"Wah, kau tahu juga, ya."

Seorang pemburu yang memegang perisai besar melompat dan membenturkan perisai itu ke griffon.

Bugg!!

Emm!! Pasti sangat sakit.

"Semuanya, keluar dari hutan dan pancing hewan itu ke tempat terbuka! Kita akan menangkap mahkluk itu!" Teriak si paman.

"Baik!" Semua pemburu mulai berlari menjauhi griffon, aku ikut di tengah-tengah mereka.

Kami tiba di tempat yang sedikit terbuka, dan griffon itu masih tetap mengejar kami. Semua orang mulai mengambil posisi mereka dan mengelilinginya.

Khiyaaakk!!

"Tunggu. Bukankah griffon itu termasuk monster level tinggi. Kenapa kau memasang peringkat C pada permintaan, bukannya B?" Tanyaku kepada paman itu.

"Fokus kami bukan pada peringkatnya, tapi imbalannya. Petualang lain tidak akan mengambil yang berimbalan kecil, tapi kau pasti iya." Jawab paman itu sembari tetap fokus kepada griffon.

"Apa!? Jadi kalian hanya ingin aku datang?"

"Tentu saja tidak. Kami pasti akan membutuhkan kemampuanmu nanti."

Griffon itu kembali bergerak dan menerjang salah satu pemburu di depan. Rekannya yang lain segera memberikan dukungan pertahanan kepadanya, dan ada juga yang mulai menyerang dengan tongkat kayu.

"Kenapa harus tongkat kayu?" Tanyaku heran.

"Karena kami tidak ingin melukai kulit indahnya yang akan sangat berharga. Jadi kami tidak boleh merusaknya." Paman itu menjelaskan.

Mmm, aku heran dengan kebiasaan orang-orang disini. Tapi griffon itu punya sayap. Seharusnya dia bisa terbang.

Khiyaaaaakkk!!!

Benar saja. Baru saja aku katakan, sekarang dia mencoba untuk terbang. Para pemburu itu kesusahan mendekat karena kibasan sayapnya membuat angin yang cukup kuat.

"Sekarang, Riel! Tembak sayapnya dan buat dia jatuh! Usahakan jangan mengenai tubuh atau kepalanya!" Teriak Paman Reinald.

Oh! Aku mengerti. Kali ini adalah bagianku sebagai Anti Aircraft Gun. "Serahkan padaku!" Aku mengambil pistol dan mencoba membidik sayap griffon itu dengan akurat.

Skill pasifku di ruangan terbuka seharusnya membantu meningkatkan akurasi dari tembakannya. Eagle Eye. Baiklah, ayo kita coba.

Tidak boleh headshot, dan harus mengenai sayapnya.

Dor! Dor! Dor!

Meleset. Meleset.

Kena!

Salah satu peluruku menembus sayap griffon itu dan membuatnya kehilangan keseimbangan.

"Terus tembak dia, Riel! Aku akan memberimu hadiah untuk setiap griffon yang berhasil kau jatuhkan!"

"Siiaaap!"

Dor! Dor!

Dor! Dor!

Beberapa peluruku berhasil mengenai sayapnya lagi dan membuatnya terjatuh. Para pemburu di bawah langsung bergerak begitu griffon itu menyentuh tanah, dan melemparkan tali tambang yang menjerat ke seluruh tubuhnya.

Paman Reinald yang sedari tadi disampingku berjalan mendekati griffon, kemudian menggorok lehernya dengan belati yang sangat tajam. Darah memancar keluar seperti air mancur. Tidak, itu terlalu berlebihan.

Ewwhh.

Ini lebih menjijikan dari yang aku kira.

Griffon itu tidak berubah menjadi abu dan menjatuhkan kristal atau item lainnya? Bukankah para monster di dalam dungeon seperti itu? Aku menanyakan itu kepada paman dan mendapatkan reaksi yang cukup memalukan darinya.

"Hah!? Kau tidak pernah belajar, ya? Monster itu berbeda dengan hewan. Kalau para hewan juga menghilang seperti monster, lalu kau ingin makan apa?"

Benar juga. Ini dunia nyata. Ini dunia nyata yang entah kenapa tergabung dengan sistem dunia game. Apapun itu.

Aku akui aku memang sering bolos sekolah, tapi ini adalah pengetahuan umum yang bahkan bisa kau dapat di luar sekolah!

Oh, betapa malunya aku salah menangkap hal kecil seperti ini. Bahkan anak kecil saja mungkin sudah tahu. Apakah aku harus masuk ke taman kanak-kanak di dunia ini?

"Oh, iya paman. Tadi kau bilang akan memberiku hadiah untuk setiap griffon yang aku jatuhkan. Tapi bukankah griffonnya hanya ada satu?" Aku menanyakan itu sembari melangkah mendekati paman dan yang lainnya. Kakiku hampir menginjak rumput yang sudah terciprati oleh darah griffon.

Khiyaakkk!!!

Khiyaaakkk!!

Khiyak?

Oh, astaga. Sekarang muncul sangat banyak dari mereka. Griffon-griffon itu terbang di atas kami dan jumlahnya ada dua, kemudian terus bertambah.

"Hah. Sebuah keberuntungan para griffon itu datang ke hutan dekat desa kami. Yap, jatuhkan mereka semua dan kami akan menangkap mereka. Bukankah itu mudah bagimu? Kulitnya mahal, dagingnya enak, dan kepalanya bisa dijadikan pajangan." Paman itu kembali berdiri di sampingku dan menggenggam pundakku.

Eeekkk!!

"Ta-tanganmu penuh darah, paman!" Aku melompat menjauhinya dan menatap ke pundak jaketku yang terpeper oleh darah griffon.

Salah satu griffon menerjang kami dari atas, kemudian ditahan oleh si perisai besar. Pemburu yang lainnya juga datang dan membentuk formasi.

Khiyaaakkk!!

"Ahahaha! Maaf, maaf. Nanti kau bisa mandi begitu sampai di gudang pemburu. Ada Air hangatnya lho."

"Aah, aaahhh!!" Siapa yang mengira ini akan terjadiii!!

Daripada mengurusi noda darah ini, lebih baik fokus terlebih dahulu dengan lawan. Para griffon itu semakin banyak bermunculan.

"Aku ingin mandi air hangaaatt!!" Aku mengganti peluru pistol dan kembali membidik para griffon di udara. Sensasi menjatuhkan mereka mengingatkanku dengan game berlatar perang dunia.

Dor! Dor! Dor!

Khiyaakkk!!!

***

"Fuaahhh!"

Berendam di air hangat setelah lelah seharian memang sangat nikmat. Bak mandi yang terbuat dari kayu ini terasa begitu natural dan alami. Eh, sama aja ya.

Meski ini adalah tubuh karakter game, tapi benar-benar terasa seperti sungguhan. Air hangatnya seakan menyerap di seluruh kulitku. Sudah satu minggu sejak tiba di dunia ini dan akhirnya aku bisa berendam dengan air hangat.

"Kak Riel, aku menaruh handuk bersihnya di gagang pintu." Itu salah satu putri dari Paman Reinald. Usianya masih sekitar 5 tahun.

Paman Reinald juga punya satu putra yang sudah besar, dan sekarang sedang bekerja di ibukota sebagai kesatria. Hebat juga.

"Baik, terima kasih." Aku menyahutnya dari dalam.

Perburuan griffon di hutan tadi siang benar-benar melelahkan. Aku tidak menduga kalau jumlah mereka akan sebanyak itu dalam satu kelompok. Aku berhasil menjatuhkan keenam hewan langka tersebut, kemudian sisanya diurus oleh para pemburu tadi.

Griffon yang kami buru barusan bukanlah jenis yang dapat dijadikan hewan tunggangan, melainkan jenis yang menyerang dan mencuri hewan ternak. Bahkan pernah ada kasus mereka menculik penduduk desa. Maka dari itu mereka harus disingkirkan.

Kalau kata paman tadi, kulit griffon itu adalah barang yang sangat berharga. Karena dapat dijadikan pakaian, atribut petualang, hingga gulungan sihir. Dagingnya sedang dimasak oleh para istri dari pemburu-pemburu itu, dan kepalanya akan diawetkan menjadi pajangan di atas perapian.

Baiklah, sepertinya sudah cukup. Aroma masakannya sudah dapat tercium olehku.

Aku bangkit dari bak mandi dan pelan-pelan membuka pintu untuk mengambil handuk yang ada dibaliknya. Setelah mengeringkan tubuh, aku lanjut berpakaian lalu keluar dari kamar mandi. Rambut pirang panjang yang masih agak basah kubiarkan tergerai untuk membuatnya cepat kering. Hanya tidak ada hair dryer saja di sini.

"Ah, Riel ya? Makan malamnya sudah siap, ayo ikut bersama kami." Ucap salah seorang istri mereka, kami bertemu di depan lorong kamar mandi.

"Oke,"

Aku turun dari lantai 2 bangunan, lalu tiba di sebuah ruangan besar tempat aku pertama kali datang kesini. Bangunan pemburu. Jika diperhatikan lebih jauh, bangunan ini ternyata memiliki beberapa ruangan lainnya, selain ruang utama yang besar.

Sekarang tempat itu berubah menjadi ruang makan besar yang di atas mejanya sudah terhidang banyak sekali makanan. Dari kelihatannya saja sudah enak.

keenam pemburu itu sudah duduk di meja makan bersama keluarga mereka. Ada juga yang masih belum menikah, termasuk aku. Tapi ini sudah seperti makan malam keluarga besar.

"Ah, Riel! Bagaimana air hangatnya?" Tanya si paman.

"Sangat hebat!" Aku mengacungkan jempolku.

Kami semua langsung mengatur posisi pada meja. Setelah semuanya mengucapkan terima kasih atas makanannya, mereka langsung mengambil hidangan yang tersedia pada piring kami untuk dinikmati.

Para pemburu itu, terutama si paman-mengambil sangat banyak masakan daging. Itu sesuai dengan porsi tubuh mereka. Kalau para istri sedang mengambilkan makanan untuk anak-anak mereka. Ada juga seorang bocah yang usianya tidak jauh dariku, tapi tidak penting.

Aku kebingungan disini, ada sup daging, daging bakar, daging tusuk, dan beberapa lauk lainnya. Tapi, tidak ada nasi. Hanya ada roti, dan aku merasa lidahku masih belum terbiasa dengan makanan di dunia ini, meski makanan di penginapan tidak jauh berbeda.

Hanya saja di sini dagingnya berasal dari griffon, dan porsinya untuk keluarga besar. Sudahlah, aku harus mensyukurinya.

"Ada apa, Riel? Apa kau tidak ingin mencoba daging griffon?" Ucap paman Reinald.

"Ah, iya. Aku akan mencobanya." Aku mengambil sepotong daging bakar yang telah dibumbui ke piringku, lalu mencicipinya sedikit.

Jadi begini rasanya daging griffon. Tidak seenak daging sapi, agak keras, tapi tidak amis.

"Enak juga."

"Hahaha! Hanya sedikit petualang yang pernah menikmati daging griffon. Jadi kau adalah salah satu petualang yang beruntung di kota itu." Ucap si paman, sambil menggigit potongan daging berikutnya.

Setelah kami menyelesaikan makan malam, aku dipersilahkan untuk menginap di salah satu kamar di rumah Paman Reinald. Aku diberikan kamar milik putranya yang bekerja di ibukota sebagai kesatria.

Aku tidak bisa pulang sekarang ke Kota Ciatar, karena perjalanan yang jauh dan malam adalah waktu yang agak berbahaya untuk bepergian. Apalagi aku adalah seorang gadis. Mereka bilang kalau di sekitar sini pernah terlihat sekelompok bandit.

Akhirnya, satu lagi elemen dunia fantasi. Bandit.

Aku jadi ingin bertarung melawan mereka. Goblin saja belum pernah. Akan aku jadikan itu sebagai list goal-ku di dunia ini.

Satu lagi, aku akan menambahkan melawan naga di dalam list itu. Tidak lengkap rasanya jika kau ke dunia fantasi tapi belum bertemu dengan naga. Lalu, elf! Kurcaci! Peri!

Yaa, aku terus melamunkan itu di atas kasur hingga mengantuk. Dan... selamat malam semuanya.

Episodes
1 Prolog
2 Chapter 1: GameStation
3 Chapter 2
4 Chapter 3
5 Chapter 4: Guild dan Petualang
6 Chapter 5
7 Chapter 6
8 Chapter 7
9 Chapter 8
10 Chapter 9
11 Chapter 10
12 Chapter 11
13 Chapter 9: Quest Menuju Desa Bagian 2
14 Chapter 10: Quest Menuju Desa Bagian 2
15 Chapter 11: Perburuan Dimulai
16 Chapter 12: Ketemu Kau, Kucing?
17 Chapter 13: Nekomimi!
18 Chapter 14: Pilihan
19 Chapter 15: Mengejar Kereta
20 Chapter 16: Menuju Kota Deedalee
21 Chapter 17: Cek Status 1
22 Chapter 18: Mencari Informasi
23 Chapter 19: Jurnalis Juan
24 Chapter 20: Kembali Membentuk Party
25 Chapter 21: Pencarian dan Pengejaran
26 Chapter 22: Terlalu Mustahil
27 Chapter 23: Rencana Penyerangan
28 Chapter 24: Penyergapan
29 Chapter 25: Di Dalam Jeruji Besi
30 Chapter 26: Tangkapan Baru
31 Chapter 27: Kabur dari Penjara
32 Chapter 28: Pertarungan Melawan Bandit
33 Chapter 29: Sebelum Itu
34 Chapter 30: Pertarungan Pengguna Artefak
35 Chapter 30.5: Keadaan di Guild
36 Chapter 31: Kantor Kesatria
37 Chapter 32: Perayaan kecil
38 Chapter 33: Perbincangan Singkat
39 Chapter 34: Berpisah dengan Kakak-Beradik
40 Chapter 35: Cerita Clara
41 Chapter 36: Pergi Sendiri
42 Chapter 37: Lagi, dan Lagi
43 Chapter 38: Desa Ras Kucing
44 Chapter 39: Masa Lalu Momo
45 Chapter 40: Masa Lalu Momo Bagian 2
46 Chapter 41: Hari Terakhir Bersama Mereka
47 Chapter 42: Keributan di Kaki Gunung
48 Chapter 43: Mereka Sudah Kembali
Episodes

Updated 48 Episodes

1
Prolog
2
Chapter 1: GameStation
3
Chapter 2
4
Chapter 3
5
Chapter 4: Guild dan Petualang
6
Chapter 5
7
Chapter 6
8
Chapter 7
9
Chapter 8
10
Chapter 9
11
Chapter 10
12
Chapter 11
13
Chapter 9: Quest Menuju Desa Bagian 2
14
Chapter 10: Quest Menuju Desa Bagian 2
15
Chapter 11: Perburuan Dimulai
16
Chapter 12: Ketemu Kau, Kucing?
17
Chapter 13: Nekomimi!
18
Chapter 14: Pilihan
19
Chapter 15: Mengejar Kereta
20
Chapter 16: Menuju Kota Deedalee
21
Chapter 17: Cek Status 1
22
Chapter 18: Mencari Informasi
23
Chapter 19: Jurnalis Juan
24
Chapter 20: Kembali Membentuk Party
25
Chapter 21: Pencarian dan Pengejaran
26
Chapter 22: Terlalu Mustahil
27
Chapter 23: Rencana Penyerangan
28
Chapter 24: Penyergapan
29
Chapter 25: Di Dalam Jeruji Besi
30
Chapter 26: Tangkapan Baru
31
Chapter 27: Kabur dari Penjara
32
Chapter 28: Pertarungan Melawan Bandit
33
Chapter 29: Sebelum Itu
34
Chapter 30: Pertarungan Pengguna Artefak
35
Chapter 30.5: Keadaan di Guild
36
Chapter 31: Kantor Kesatria
37
Chapter 32: Perayaan kecil
38
Chapter 33: Perbincangan Singkat
39
Chapter 34: Berpisah dengan Kakak-Beradik
40
Chapter 35: Cerita Clara
41
Chapter 36: Pergi Sendiri
42
Chapter 37: Lagi, dan Lagi
43
Chapter 38: Desa Ras Kucing
44
Chapter 39: Masa Lalu Momo
45
Chapter 40: Masa Lalu Momo Bagian 2
46
Chapter 41: Hari Terakhir Bersama Mereka
47
Chapter 42: Keributan di Kaki Gunung
48
Chapter 43: Mereka Sudah Kembali

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!