"Semua pekerjaan pasti ada resikonya, apapun pekerjaannya itu. Abah berbicara seperti ini! Abah sudah siap dengan risiko yang Abah akan ambil! Abah sudah merasa lelah dengan kehidupan kita yang serba kekurangan." jawab Bah Abun sambil memegang tangan istrinya, yang sudah tidak sekencang dulu. memberi keyakinan bahwa apa yang diucapkan itu benar benar keinginannya.
"Baiklah! kalau seperti itu, Ambu hanya sebagai seorang istri, yang banyak kekurangan. Ambu akan membantu Abah! sebisa ambu, semampu Ambu."
"Jadi Ambu setuju, dengan apa yang hendak Abah lakukan." tanya Mbah Abun memastikan.
"Iya bah! kalau jalan itu adalah jalan terbaik buat kehidupan kita." jawab Ambu Yayah meski hati kecilnya tidak setuju dengan apa yang diucapkan. Namun mau bagaimana lagi, dia tidak mampu untuk memberi kekayaan kepada suaminya.
"Kalau Ambu setuju dengan apa yang hendak Abah lakukan! besok siang, abah mau menemui Mang Sarpu kembali!" ujar Mbah abun dengan roman berseri-seri, seperti merasa mendapat angin segar, di tengah terik panas yang sangat menyengat.
"Iya Abah! ya sudah, ayo kita tidur! biar besok tenaga Abah terkumpul kembali. Abah kan mau melakukan perjalanan jauh." ajak Ambu Yayah yang terlihat sudah menguap kembali, efek dari air yang dicucikan ke mukanya, sudah mulai menghilang.
Akhirnya dua insan yang sudah lelah dengan beratnya cobaan yang bertubi-tubi. mereka pun berbaring sambil membayangkan apa yang akan terjadi setelah mereka melakukan perjanjian dengan siluman. apalagi Mbah Abun yang sudah bertekad dia ingin mengikuti jejak sahabatnya, dia sudah memikirkan hal-hal yang indah yang akan dilakukan bersama keluarganya, ketika dia bisa kembali ke masa jayanya.
******
Keesokan siangnya, ba'da zuhur Mbah Abun pun sudah bersiap dengan berpakaian rapi. Dia memakai celana pangsi berwarna hitam, dipadukan dengan baju koko yang warna hitam. tak lupa dia menutupi kepalanya dengan topi koboi kebanggaannya.
"Mau ke mana Abah? Kok sudah rapi?" tanya Ranti yang baru pulang mandi di air samping rumahnya.
"Abah ada urusan ke kota sebentar, mau bertemu dengan teman lama Abah. kamu jaga Ambu ya! di rumah." jawab Mbah Abun sambil tersenyum.
"Lama nggak!" tanya Ranti.
"Paling dua malam?"
"Abah beneran kan mau ke teman Abah, bukan ke yang lain?: tanya Ranti semakin menyelidiki.
"Ke yang lain bagaimana, kamu tuh Ranti!" tanya Mbah Abun sambil menatap heran ke arah anaknya.
"Iya, nyari tambahan Ibu baru, gitu!"
"Halah! kamu masih kecil. Bicaranya sudah ngelantur." Jawab Bah Abun sambil mencubit pipi anaknya.
"Yey! Ranti sudah gede kali bah, sekarang umur Ranti sudah 20 tahun. jadi Abah jangan bilang Ranti anak kecil."
"Segede apapun Tubuh kamu! sebanyak apapun umur kamu. kamu masih terlihat gadis mungil, yang sangat menggemaskan bagi Abah." jawab Bah abun sambil tersenyum.
"Abah! katanya mau berangkat, ini malah ngobrol. nanti kemalaman di jalan!" ujar Abu Yayah mengingatkan.
"Ya sudah! Abah pamit dulu ya. kalian doakan Abah! agar urusan Abah lancar dan membawa hasil yang melimpah." pamit Mbah Abun sambil menyalami mereka berdua, seolah hendak tempur di Medan laga.
"Kita akan selalu doakan yang terbaik buat Abah! semoga semua yang dicita-citakan Abah terkabul.
Amin!
Ujar Ranti diikuti oleh kata amin dengan serempak. setelah berpamitan sama anak dan istri kesayangannya. Mbah Abun pun turun dari rumah, dengan gagah Dia berjalan menuju ke arah Sukaraja. perbawaan hati yang mulai ada harapan untuk merubah kehidupannya ke jalan yang lebih baik. meski jalan yang diambil adalah jalan kesesatan.
****
Di ufuk sebelah barat terlihat senja sore yang begitu menawan, menggambarkan keagungan sang pencipta. serangga-serangga sore menjadi alunan musik alam, menambah keasrian alam di perkampungan. terlihat di Jalan Setapak ada seorang laki-laki dengan berpakaian serba hitam, Dia sedang berjalan dengan begitu semangat.
Siapa dia? siapa lagi kalau bukan Mbah Abun, yang sudah sampai di dekat warung Salamah. namun sekarang dia tidak mampir ke warung itu. kejadian kemarin pagi, masih menyisakan rasa malu di hidupnya. sehingga Mbah Abun terus berjalan menuruni turunan, menuju ke kampung Sukaraja.
Kira-kira pukul 16.30. akhirnya Mbah Abun sudah sampai di pekarangan rumah paling besar yang ada di kampung Sukaraja. tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu, Mbah Abun pun menghampiri Mang Sarpu yang sedang duduk di teras rumahnya.
"Sore Mang Sarpu! abah mau nginep lagi nih!" ujar Bah Abun, meski dia masih jauh dengan mang Sarpu.
"Ayo Abah! kalau mau nginep silakan! rumah saya akan selalu terbuka buat Abah!" jawab Mang sarpu sambil tersenyum seolah dia paham dengan Roman sahabatnya.
Mereka pun bersalaman, lalu berpelukan. seperti orang yang sudah beberapa tahun tidak bertemu, Padahal baru kemarin Mbah Abun menginap di rumah Mang Sarpu.
"Jadi begini Mang. Abah datang lagi ke sini, karena sesuai perjanjian kita di awal. ketika Abah sudah mendapat persetujuan dari si Ambu, Abah akan menemui Mang Sarpu kembali." ujar Mbah Abun perbauan hati yang sangat bahagia, sehingga dia tidak melihat di mana Dia sedang berbicara.
"Heuh! jangan di sini Bah! kalau mau ngobrol yang gituan. ayo masuk ke dalam! nanti ada orang yang menguping." jelas Mang sarpu, sambil membulatkan mata tidak setuju dengan ucapan Mbah Abun.
"Abah minta maaf Mang! Abah terlalu bersemangat." ujar Mbah Abun menghiasi bibirnya dengan senyum.
Mang Sarpu pun mengajak Mbah Abun, untuk mengobrol di dalam rumahnya. setelah mereka duduk, tak lama Marni membawakan air minum, lengkap dengan cemilannya.
"Diminum Mbah!" tawar Marni
"Iya Bi! kebetulan Abah haus." jawab Bah Abun tanpa menunggu disuruh untuk yang kedua kalinya, dengan cepat dia mengambil gelas yang sudah terisi oleh air, kemudian dia meneguk air di dalam gelas itu sampai habis.
"Jadi bagaimana Mang, sekarang apa yang harus Abah lakukan?" tanya Mbah Abun yang tidak sabar ingin segera mendapat kejelasan.
"Sabar Bah! sabar! nggak boleh tergesa-gesa! karena tergesa-gesa itu adalah perbuatan syaitan." jelas Mang Sarpu. padahal dialah yang sudah terang-terangan mengakui bahwa dia mengadakan perjanjian dengan makhluk laknat itu.
"Abah nggak sabar Mang! Abah ingin cepat kaya!" jawab Bah Abun yang terlihat semangat.
"Marniiiiiii! Marniiiiiii! Marni!" Panggil Mang Sarpu kepada istrinya.
Mendengar suaminya memanggil. Marni pun keluar dari arah dapur, lalu duduk di hadapan suaminya.
"Iya! ada apa kang?"
"Sekarang! Kamu temuin Pak RT, lalu tanyakan apa benar dia mau menjual ayam cemaninya. Kalau benar kamu langsung beli." uangnya ada di dompet seru Mang Sarpu.
"Terus apa lagi Kang?" tanya Marni seolah menantang perintah suaminya.
"Kamu Siapkan alat-alat ritual seperti yang biasa kita lakukan. yang penting-pentingnya saja, yang nggak ada di aki sobani." ujar Mang sarpu memberikan arahan.
Marni pun mengangguk, kemudian dia bangkit dari tempat duduknya, menuju kamar untuk mengambil uang sebagai pembayaran, ketika Pak RT bersedia menjual hewan peliharaannya.
"Pakai uang Abah saja Mang!" tawar Bah Abun sambil mengeluarkan semua uang yang ia punya.
"Jangan Bah! Lagian uang segitu tidak cukup buat membeli ayam hitam. Abah simpan kembali uangnya, buat pegangan Abah!" tolak Mang Sarpu.
"Iya Abah lupa! Tidak membawa uang lebih, kirain Abah hanya persetujuan dari si Ambu saja, yang menjadi syaratnya.
"Tenang saja bah! kalau masalah syarat-syarat untuk sajen saya bisa siapkan sendiri. berbeda kalau persetujuan dari keluarga, saya tidak akan bisa membantu." jelas Mang sarpu yang sudah bertekad, ingin membantu kehidupan sahabatnya yang sangat memprihatinkan. karena walau bagaimanapun Mbah Abun Dulu sering membantu kehidupannya. Sekarang waktu yang tepat, untuk membalas kebaikan sahabatnya itu.
"Aduh! Abah jadi gak enak nih, merepotkan Mang sarpu terus!"
"Nggak apa-apa, bah! kita harus saling membantu, Karena itulah gunanya sahabat."
"Ngomong-ngomong Kapan kita berangkat ke tempat perjanjian." tanya Mbah Abun
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments