"Apa Semuanya udah siap?" tanya aki sobani yang mengecek kembali barang-barang yang dibutuhkan, ketika dia hendak melakukan ritual masuk ke alam siluman.
"Kayaknya semuanya udah siap ki! semua sudah saya siapkan dari rumah.mulai dari ayam hitam, sampai bunga tujuh warna." jawab Mang sarpu sambil mengecek kembali sajen yang sudah disimpan di atas tampah. anyaman bambu yang biasa digunakan untuk menapi padi.
"Ya sudah! kalau semuanya sudah ada. Abah mau tidak mau, Abah harus membawa semua Sajen itu, naik ke atas gunung!"
"Siap aki!"
Setelah semuanya dirasa tidak ada yang kurang, akhirnya Mbah Abun dan Aki sobani pun mulai berjalan untuk mendaki gunung karang. Mang sarpu seperti awal yang diceritakan, dia memilih beristirahat di rumah aki sobani.
Kita tunda cerita Mang sarpu yang sedang beristirahat, kita akan mengikuti perjalanan Abah Abun bersama aki sobani yang hendak mendaki Gunung Karang.
Matahari sudah mulai masuk mendekati ubun-ubun gunung, burung-burung dan suara serangga sore menghiasi keindahan Pegunungan. terlihat ada dua orang laki-laki, yang satu sudah Renta, yang satu lagi masih paruh baya. mereka berdua menapaki Setiap anak tangga yang dibuat agar memudahkan perjalanan.
"Masih jauh aki?" tanya Bah Abun, nafasnya yang terengah-engah, sehingga suaranya sedikit Parau. Apalagi ditambah harus membawa sesajen yang begitu banyak.
"Sebentar lagi Mbah! Habis tanjakan ini kita akan sampai." jawab aki sobani yang terlihat masih segar bugar, walaupun umurnya sudah tua, tubuhnya yang bagus dan sudah biasa melakukan pendakian. sehingga aki-aki itu tidak terlihat kecapean. Meski Harus menaiki tanjakan yang kemiringannya 50 sampai 60 derajat. ditambah dia hanya membawa gerabah yang diisi oleh Arang, mungkin untuk membakar kemenyan.
"Semangat! Semangat!" Bah Abun memotivasi dirinya di dalam hati, sambil terus mengikuti langkah tua renta yang berjalan di hadapannya.
Meski jaraknya hanya 1 km, namun ketika berjalan menanjak seperti itu, harus membutuhkan waktu yang sangat lama. sehingga pukul 16.45, mereka baru sampai di atas puncak gunung Karang.
"Ini tempatnya aki?" tanya Mbah Abun sambil menyimpan barang bawaannya, kemudian mengelap keringat yang memenuhi dahi.
"Bukan! mungkin 20 meter lagi kita akan sampai." jawab aki sobani sambil menunjuk ke arah lereng batu yang sangat terjal, lereng dengan kemiringan 80 derajat.
"Bagaimana cara menaiki lereng semiring itu?" tanya Mbah Abun yang merasa enggan, jangankan untuk menaiki batu, menaiki anak tangga tanjakan yang baru ia lewati, itu saja sudah sangat melelahkan.
"Ketika kita mau sukses! maka harus ada perjuangan dan kerja keras. ya Sudah buruan! nanti bisa-bisa kita kemalaman di gunung." ajak aki sobani sambil kembali melanjutkan perjalanan.
Mbah Abun tidak bertanya lagi, dengan rasa malas dia pun kembali mengambil Sajen yang baru ia Letakkan. kalau tidak mengingat kesedihan, kesusahan dan kesengsaraan dalam hidupnya, Mungkin dia lebih memilih untuk turun kembali ke bawah.
"Sini aki bantu bawa sebagian sajennya! biar Abah tidak terlalu kesulitan." tawar aki sobani yang merasa kasihan melihat calon korbannya.
Dengan sumringah bah abun pun membagi Sajen itu, agar dibantu membawa oleh aki sobani. setelah sajen itu dibagi dua. Mbah Abun pun dengan hati-hati menaiki tangga batu, yang sangat miring. kalau tidak hati-hati bisa bisa terpeleset, mungkin bah abun hanya pulang namanya doang ke kampung Ciandam.
lereng batu setinggi 20 meter itu. dengan perjuangan yang sangat melelahkan, akhirnya bisa didaki dengan mulus. Mbah Abun dan Aki sobani sudah sampai di batu yang rata.
"Kalau sudah sampai pohon sana! Abah tidak boleh kembali lagi, kalau abah ragu! maka Sekaranglah waktu yang tepat untuk membatalkan." Jelas aki sobani memastikan keseriusan Mbah Abun, sambil menunjuk satu pohon besar yang tumbuh di atas batu.
Emang kalau secara Nalar itu sangat tidak mungkin. namun begitulah adanya. pohon beringin yang begitu besar, tumbuh di atas hamparan batu yang sangat luas.
"Nggak Aki! saya sudah membulatkan tekad, bahkan tekad itu sudah bulat Sejak saya pergi meninggalkan rumah." tegas Mbah Abun.
"kalau begitu ayo kita temui sang Prabu!" ajak aki sobani sambil berjalan mendekati ke arah pohon beringin besar yang hanya satu.
Setelah mereka sampai di dekat pohon beringin besar, Mbah abun bisa melihat dengan jelas, di bawah pohon itu sangat bersih, tidak ada satu helai daun pun yang tergeletak di sana. membuat Bah Abun kembali mengerinyitkan dahi, seolah tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
"Buka sendalnya!" seru aki sobani sambil melepas sendal yang ia kenakan, kemudian dengan membungkukkan tubuh dia mulai masuk ke area bawah pohon.
MeLihat Kuncen Gunung Karang sudah berjalan duluan, Mbah Abun pun mengikuti apa yang dilakukan oleh aki sobani, dia membuka sendalnya, kemudian dengan sedikit membukukan badan dia mengikuti sang kuncen.
"Simpan sajennya!" ujar aki sobani dengan suara pelan.
Tanpa ada pertanyaan, Mbah Abun menyimpan bawaannya di hadapan aki sobani. setelah tanpah berisi sajenn itu disimpan. aki sobani pun menata kembali Sajen yang sedikit berantakan, sambil menyimpan sajen yang ia bawa. setelah sajen itu tertata rapi. dia meniup Arang yang ada di gerabah. agar arang itu Menyala kembali, setelah terlihat api menyala, gerabah Itu disimpan di tengah-tengah sajen.
"Abah Ingat pesan Aki! Abah harus menuruti apa yang Aki perintahkan! jangan sampai melanggar, karena itu bisa menjadi bumerang buat Abah sendiri." sebelum melakukan ritual aki sobani kembali mengingatkan calon korbannya.
"Siap Aki! Saya akan ikuti semua perintah yang aki berikan." jawab Bah Abun sambil menundukkan kepala.
"Nanti kalau saya suruh memejamkan mata, Abah tutup mata Abah! dan jangan sampai dibuka, Sebelum aki menyuruh membukanya."
"Baik aki!"
Setelah selesai memberikan arahan kepada Mbah Abun, aki sobani pun mengambil kemenyan dari saku kampretnya. lalu menaburkan menyan Itu di atas bara api yang ada di gerabah. Asappun mengepul memenuhi area pohon beringin, wanginya yang khas semakin menambah suasana horor tempat itu, padahal waktu masih siang.
Setelah kemenyan terbakar dengan sempurna, Ki sobani mulutnya mulai berkomat-kamit membaca mantra.
"Duh Gusti Prabu! Abdi anu serba kekurangan! Nyanggakeun sesembah ti abdi, anu sakieu ayana!"
Perepet! perepet! perepet!
Aki sobani pun menambah kembali kemenyan untuk dibakar. "sekarang Pejamkan mata bah!" seru Kuncen Gunung Karang.
Tanpa bertanya Mbah Abun pun mulai memejamkan mata. namun setelah memejamkan mata, alangkah kagetnya dia. karena terdengar suara angin yang bergemuruh begitu besar bagaikan badai tornado. perasaan Mbah Abun tubuhnya akan segera terbang terbawa oleh angin itu. dia ingin menjerit berteriak meminta tolong, namun dia ingat dengan perkataan sang Kuncen. dengan mengeratkan kepalan tangan dan menguatkan pejaman mata, Mbah abun terus menahan godaan itu.
Hilang suara angin, terdengar suara hujan yang begitu besar, dengan Guntur yang begitu menggelegar. Padahal musim waktu itu, adalah musim kemarau. Mbah Abun pun kembali terganggu dengan godaan itu, namun dia tetap memotivasi hatinya agar tetap di jalan yang sudah ditetapkan oleh aki sobani. karena walaupun terdengar hujan dan suara guntur, tubuh Mbah Abun tetap terasa kering, sehingga dia menganggap bahwa itu adalah salah satu ujian ketika dia hendak mengadakan perjanjian dengan siluman babi.
Tak sampai di situ, hilang suara hujan dan angin topan. terdengar suara babi yang sangat banyak, saking banyaknya suara itu sampai membuat gendang telinga Mbah Abun rasanya ingin pecah. Mbah abun menarik nafas untuk menghilangkan suara-suara aneh yang ada di telinganya, sehingga ujian ketiga itu bisa terlewati dengan selamat.
Setelah suara babi hutan yang sangat banyak menghilang, Mbah Abun bersiap-siap kembali dengan ujian selanjutnya, namun yang ia tunggu tak kunjung datang, sehingga dia merasa sedikit kesal.
"Mbah, sekarang Abah boleh membuka mata!" seru suara aki sobani.
Mbah Abun yang menganggap itu adalah ujian selanjutnya, dia tidak mengikuti apa yang diperintahkan oleh Kuncen Gunung Karang, dia masih tetap merapatkan matanya.
"Abah bangun!" ujar aki sobani sambil menepuk bahunya.
"Sudah boleh membuka mata?" tanya Mbah Abun yang terlihat ragu
"Sudah Abah! Abah sudah lulus dengan ujian yang diberikan oleh Sang Prabu. sekarang Abah boleh membuka mata Abah!"
Dengan ragu-ragu Mbah Abun pun perlahan membuka matanya. Takut pekerjaannya menjadi sia-sia.
"Aduhhhhh!"
Desis Bah Abun tertahan. dia merasa kaget karena setelah membuka mata, Ternyata dia tidak berada di bawah pohon beringin yang ada di atas Gunung Karang. namun dia sekarang sedang berada di atas bukit, sambil menatap ke arah kota besar, dengan berbagai kecanggihan. gedung-gedung yang menjulang tinggi, serta transportasi yang begitu canggih, menjadi daya tarik kota besar itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments