Rara berdiri didepan kampusnya. Rara mengingat kejadian semalam. Hal bodoh yang pernah Rara lakukan seumur hidupnya. Itu karena kisah laboratorium anatomi itu merupakan kisah fiktif belaka. Dan dengan bodohnya Rara percaya dan bahkan rela tengah malam berkunjung ke ruangan laboratorium. Rara berfikir jika dirinya melakukan hal yang sia-sia sampai membuat dirinya terluka.
Rara berjalan menuju fakulitasnya dengan kaki pincang akibat jatuh semalam. Tiba-tiba seseorang datang memegangi tangannya. Rara melihat si pemilik tangan itu yang ternyata adalah Satria. Satria membantunya berjalan menuju ke fakulitas Rara. Sesampainya di fakulitas, Rara menyadari jika sedari tadi dirinya dibantu oleh Satria. Dengan cepat Rara menepis tangan Satria.
"Apa yang kamu lakukan? Aku gak buta." kata Rara.
"Jangan sok berlagak kuat deh. Kakimu itu masih sakit." kata Satria.
"Tetapi aku gak meminta bantuan mu." ucap Rara.
"Oke. Jika aku sudah ikut. Namun, aku bisa seperti ini karena kita ini teman." Kata Satria lalu pergi meninggalkan Rara.
Rara terdiam, kemudian menggelengkan kepalanya seolah tidak usah memperdulikan apa yang dikatakan Satria. Bukannya masuk ke fakulitas, Rara malah justru berjalan ke kantin.
"Permisi. Aku mau pesan satu kopi. tolong buatkan dengan sangat pekat ya." kata Rara.
"Baik." jawab si penjual.
Rara menguap dengan lebarnya.
"Kamu begadang semalaman ya?"
Ucapan itu mengagetkan Rara. Rara menengok dan ternyata Bima. Bima tersenyum manis ke arah Rara. Rara yang tadi menguap segera menutup mulutnya.
" Gak kok. Aku gak begadang. Aku hanya belajar." ucap Rara.
Bima mengangguk. Rara tahu jika alasan itu konyol. Mau gimana lagi dia tidak mungkin mengatakan yang sejujurnya pada Bima.
"Ra! Tentang acara pesta yang kamu tanyakan padaku kemarin. Aku berubah pikiran. Acaranya malam ini, kan? Sampai bertemu di sana, ya. Kalau begitu aku pergi dulu." Kata Bima tersenyum.
Rara hanya mengangguk mendengar perkataan Bima. Rara tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya. Rara berteriak, dengan mengatakan jika kisah di laboratorium itu memanglah. Rara juga berteriak mengucapkan terima kasih kepada penghuni ruangan laboratorium itu. Si penjual tadi merasa bingung dengan apa yang Rara ucapkan. Rara terlihat sangat bahagia.
Raden tengah duduk sambil membersihkan kuku kakinya. Pintu kamarnya yang ternyata itu adalah Rara.
" Bang Raden. Biarkan aku mencium mu." Kata Rara sambil mencium kepala kakaknya itu.
"Hey! ada apa ini?" tanya Raden yang bingung.
"Bima setuju untuk pergi pesta kencan itu dengan ku." kata Rara senang.
"Benarkah? Ra, sebelum kamu menuju kamar. sini duduklah." kata Raden.
Rara langsung duduk di depan kakaknya.
"Aku akan membantumu mempersiapkan diri untuk malam nanti." kata Raden.
Rara mengangguk dengan serius.
"Dengarkan dan ingat baik-baik, lalu lakukan. Pertama-tama, kamu harus percaya diri."
Rara masuk ke acara pesta dengan penampilan keren. Memakai gaun yang tidak terlalu panjang dan memakai sepatu sneaker karena Rara tidak bisa menggunakan high heels. Tidak lupa dengan kacamata hitam. Biar kelihatan keren kata kakaknya. Cewek-cewek yang berada disitu meliriknya dan ada pula yang membicarakannya.
"Jangan dengarkan mereka yang membicarakan dirimu." Kata Raden.
Rara tidak perduli dengan omongan cewek-cewek itu. Dia tetap tampil dengan percaya dirinya.
"Saat kamu bertemu dengan Bima sebisa mungkin kamu bersikap anggunly." kata Raden.
Rara melihat Bima yang tengah berdiri dekat betender. Rara menurunkan sedikit kacamatanya sambil tersenyum. Rara berjalan mendekati Bima.
"Hai Bim." Sapa Rara.
Bima tersenyum melihat Rara.
"Hai juga Ra. Ra! Ada apa dengan matamu?" tanya Bima.
Rara merasa malu dengan pertanyaan Bima. Namun, dia masih menjunjung tinggi ucapan kakaknya untuk tetap terlihat keren.
"Aku gak apa-apa. emangnya kenapa?" tanya Rara balik.
"Kamu menggunakan kacamata hitam. kupikir matamu sakit atau apa." Jawab Bima tersenyum.
Rara hanya mengangguk tengkuknya yang tidak gatal untuk menutupi rasa malunya.
"Ayo! kita menuju ke meja kita." kata Bima.
Saat Bima berjalan didepannya, Rara mencoba memegangi tangan Bima. Karena dirinya mengingat kata kakaknya.
"Jika dia gak memegang tanganmu, kamu harus menciptakan kesempatan mu sendiri."
Rara mencoba memegangi tangan Bima. Namun, tidak berhasil. Akhirnya Rara mencoba berjalan agar bisa meraih tangan Bima. Tidak disangka dirinya berhasil. Bima terkejut dan melihat tangannya sudah dipegangi Rara. Karena takut Bima tidak suka dengan hal itu. Rara mencoba mencari alasan.
"Bim, mataku sensitif terhadap cahaya. Bisakah kamu menuntut aku ke meja kita? aku takut tersandung." ucap Rara.
Bima mengangguk sambil tersenyum.
"Tentu. Ayuk!" ajak Bima.
Rara tersenyum senang. Rara mengatakan pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan mencuci tangannya seumur hidup. Rara dan Bima berjalan beriringan. Mata Rara tidak luput dari tangannya yang memegangi tangan Bima. Senyum manis terlukis di wajah cantiknya itu.
"Hati-hati ya Ra." ucap Bima.
Tiba-tiba Bima memanggil seseorang. Nama orang itu terasa familiar. Dan benar orang itu memang pengganggu di hidup Rara. Siapa lagi jika bukan Satria. Wajah yang tadi tersenyum, senyuman itu hilang begitu saja. Rara menurunkan sedikit kacamatanya untuk memastikan jika nama yang didengarnya itu salah. Ternyata tidak, Satria berdiri dengan minuman yang berada di meja sambil tersenyum.
"Kamu juga ada disini? Bang! sat?" Kata Rara kesal.
"Namaku Satria. memangnya aku gak boleh datang? kamu bukan pemilik tempat ini juga, kan?" Tanya Satria.
Rara benar-benar kesal, rencananya berantakan. Tiba-tiba dirinya teringat pesan kakaknya.
"Jika rencanaku gagal dan ada si Satria itu. Gunakanlah ramuan ajaib." kata Raden.
"Ramuan apa?"
"Minuman beralkohol." jawab Raden.
Rara menolak rencana kakaknya. sebab dirinya tidak kuat minum. Namun, kakaknya menyarankan Rara mabuk karena perut Rara kosong. jadi sebelum pergi Rara harus mengisi perutnya. Agar saat minum dirinya tidak mabuk. Dan Rara percaya dengan kata-kata kakaknya itu.
Rara melihat Bima yang didekati Satria dengan berbicara sambil berbisik-bisik. Dan terlihat mimik wajah Bima yang tersenyum. Rara merasa kesal, dilihatnya segelas alkohol di mejanya. Rara ingin menyentuh minuman itu namun dia terlihat ragu. Rara kembali teringat nasehat kakaknya.
"Minumlah dan tingkatkan keberanian mu. Setelah itu, rintangan yang besar akan menjadi begitu kecil."
Dengan keberanian yang didapatkan dari perkataan kakaknya tanpa ragu Rara meneguk satu gelas minuman beralkohol itu. Rara lalu menghentakkan gelasnya di meja. Membuat Bima dan Satria yang sedari tadi berbincang melihat kearahnya. Rara lalu mendekati Bima.
"Bim, kita pergi ketempat lain saja." kata Rara menarik tangan Bima.
Bima terlihat kebingungan dan melihat kearah Satria. Begitulah pula dengan Satria yang terdiam menatap kepergian mereka berdua. Rara menarik tangan Bima ditengah orang yang sedang menari.Tanpa disengaja seseorang menyenggol Rara hingga terjatuh. Membuat tangan Rara yang memegangi Bima terlepas.
"Ra! kamu gak apa-apa?" tanya Bima khawatir.
Satria menghampiri mereka dan menanyakan pertanyaan yang sama. Rara tidak menjawab kembali dia menarik tangan salah satu dari mereka. Rara menarik tangan itu dan berhenti ditengah-tengah orang sedang menari. Tidak perduli dengan dirinya sekarang cewek, Rara tidak mau menyembunyikan perasaannya lagi.
"Ada sesuatu yang ingin ku sampaikan pada mu. Aku... aku suka padamu. Aku menyukaimu sejak lama. Namun, aku gak berani menyatakannya padamu. Segala perubahan yang kulakukan ini hanya untukmu. Aku juga selalu datang di fakulitas mu. Aku sudah mengubah penampilanku dan berusaha menjadi mahasiswa yang lebih baik. Segala demi dirimu. Namun, itu semua aku lakukan untuk mengatakan padamu, jika aku menyukaimu." Ucap Rara.
Tiba-tiba Rara merasakan sebuah tangan menyentuh pipinya. Dia ingat kata kakaknya jika itu adalah sebuah kode, maka yang harus dilakukan Rara adalah menciumnya. Rara lalu mencium bibir orang yang ada dihadapannya yang ternyata adalah....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments