Tidak terasa sudah malam. Raden mengantarkan kembali ke tempat semula dimana dia menjemput Mira tadi.
"Makasih ya sudah mengantarkan aku. Aku sudah menuliskan namaku di laporan. Hanya kurang namamu saja dan laporan kita akan selesai." kata Mira sambil memberikan flashdisk kepada Raden.
"Luar biasa! Sekelompok dengan kamu merupakan keputusan tepat. Kamu memang teman yang menggemaskan." puji Raden sambil mencubit kedua pipi Mira.
"Sudah cukup Raden! Sakit!" teriak Mira.
" Maafkan aku. Siapa yang gak menduga jika itu hanya sesingkat tidur siang. lalu laporannya selesai." Kata Raden.
Jadi selama mengerjakan tugas laporan, Raden ketiduran. Itulah sebabnya jika laporan itu hanya di selesaikan oleh Mira.
"Sekarang kamu bisa pulang dan beristirahat. Biarkan aku yang mengurus halaman sampulnya." kata Raden lagi.
Mira mencoba melepaskan ponselnya. Ternyata tidak bisa dilepas.
"Raden, bisakah kamu melepaskan helm ini? Aku gak bisa melepaskannya." kata Mira.
"Lalu, bagaimana caramu memasangnya tadi?" tanya Raden.
"Kamu yang memasangkan helm ini padaku tadi pagi." kata Mira.
Jadi selama tadi pagi hingga mengerjakan tugas sampai selesai Mira tidak pernah melepaskan helm itu di kepalanya. Dikarenakan Mira tidak tahu cara melepaskannya.
" Kamu gak ingin mencoba terlebih dahulu? Gak bisakah kamu mencobanya sendiri? Apakah kamu berharap aku melakukan hal ini seumur hidupmu? " tanya Raden kesal.
Mira meletakkan semua buku yang bawanya di atas Job motor Raden. Dengan payahnya semua buku itu terjatuh. Hal itu membuat Raden kesal dengan tingkah Mira yang payah. Raden lalu menarik Mira didekatnya dan melepaskan helm itu di kepala Mira.
"Ambil barang-barang mu itu! Pulanglah! Kenapa masih berdiri disitu? Kamu ini selalu saja menghalangi jalanku!" kata Raden.
"Kapan kamu akan berbicara dengan baik kepadaku?" tanya Mira.
"Inilah diriku apa adanya." kata Raden.
"Kalau kamu gak mau berbicara baik-baik. Aku gak mau pulang." Ancam Mira.
"Serius gak mau pulang?" tanya Raden.
"Iya!" jawab Mira tegas.
"Baiklah. kalau begitu aku yang akan pulang." kata Raden.
Raden menghidupkan motornya. Mira merasa khawatir jika Raden akan meninggalkannya.
" Apakah kamu akan meninggalkan aku disini?" tanya Mira khawatir.
" Tidak bisakah dirimu pulang sendiri?" kata Raden.
" Ah! Jika aku mengatakan gak bisa, apa kamu mau mengantarkan aku pulang, kan?" tanya Mira.
Raden tertawa.
"Gak! Aku pulang dulu. Bye!" kata Raden pergi meninggalkan Mira.
Dengan tugas laporan yang sudah selesai. Maka Raden tidak akan berurusan dengan Mira. Hal itu membuat Raden bahagia. Selama perjalanan dirinya tersenyum senang. Namun tanpa Raden sadari botol minuman Mira masih menggantung di motornya.
Hiruk pikuk mahasiswa berlalu lalang. Ada yang berkumpul dengan temannya menuju perpustakaan untuk mengerjakan tugas ada pula yang baru datang, dan bahkan ada yang sudah selesai. Satria tengah berdiri di halte kampus. Dia masih teringat kata-kata Rara padanya. Rasa bersalahnya pada Rara masih dirasakannya ditambah Rara tidak mau menerima permintaan maafnya.
Bus berhenti, Bus mini yang digunakan untuk mahasiswa. Karena kampus yang begitu luas dan jarak jurusan satu dengan yang lain jauh. Kampus berinisiatif membuat sebuah bus mini untuk mahasiswanya. Jika mau ke fakulitasnya mereka tinggal menunggu di halte dan bus mini itu akan mengantarkan mereka menuju fakulitasnya masing-masing.
Dua orang mahasiswi keluar, mereka sedang membicarakan seseorang yang kata mereka cewek itu terlihat cantik sekali.
"Siapa namanya ya? Dari pakaiannya dia dari fakulitas kedokteran gigi." kata salah cewek yang turun dari bus.
Satria mendengar obrolan kedua gadis itu. Namun dia tidak memperdulikannya, saat hendak dirinya mau masuk ke dalam Bus. Rara hendak mau keluar dari bus. Tidak disangka mereka berpapasan, mata mereka berdua bertemu. Tiba-tiba salah satu mahasiswa mendorong saat ingin turun hal itu membuat Rara terjatuh untung saja ada Satria yang menahannya. Wajah mereka begitu dekat, Satria memandang wajah Rara begitu lama, begitu pula dengan Rara. Rara kembali tersadar dan mendorong Satria.
"Gak usah membantuku." kata Rara lalu segera berdiri menjauh dari Satria.
Satria menaiki Bus, lalu busa itu berjalan menuju fakultas kedokteran.
"Tunggu sebentar, bukannya itu menuju fakulitas kedokteran." kata Rara dalam hati.
"Kamu mau pergi kemana? Kamu mau bertemu dengan Bima?" teriak Rara.
Rara mungkin sudah lupa jika Satria satu fakulitas dengan Bima. Rara segera berlari mengejar Bus itu. Rara lalu berinisiatif menggunakan jalan potong agar segera sampai di fakulitas kedokteran. Sedangkan Satria di dalam bus terus memegangi dadanya. Entah apa yang dirasakan Satria saat melihat perubahan Rara tadi. Rara terus berlari, agar dirinya cepat sampai ke Fakulitas kedokteran sebelum Satria.
"Yes!" teriak Rara saat dirinya sudah sampai dihalaman fakulitas kedokteran.
"Aku tiba terlebih dahulu, Sat! Aku menang!" teriak Rara begitu senangnya tidak perduli dengan mahasiswa sekitar yang memperhatikannya. Rara terlihat ngos-ngosan, dirinya mencoba memperhatikan sekitar.
"dimana Bima?" tanya Rara karena sedari tidak melihat Bima.
Tiba-tiba padangan Rara mulai buram.
"Apa yang terjadi?" tanya Rara pada dirinya sendiri.
Padangan Rara mulai buram dan dia merasakan pusing. Lalu Rara tidak sadarkan diri. Rara mendengarkan suara seseorang memanggilnya dan menanyakan apa dia baik-baik saja. Dan ternyata pemilik suara itu adalah Bima. Semua orang mengerumuni Rara. Rara sedikit membuka matanya melihat Bima yang memanggilnya dan terlihat khawatir dengan keadaan Rara. Bukan memikirkan keadaan dirinya, Rara malah merasa jika dirinya begitu kacau bahkan penampilan barunya pasti sepenuhnya sudah terlihat kacau. bagi Rara merubah penampilan Tidak ada gunanya. begitulah padangan Rara tentang dirinya saat ini.
"Ra, apa kamu baik-baik saja?" tanya Bima.
Rara tidak bisa menjawab, tubuhnya terbujur kaku. Rara merasakan panas seluruh tubuhnya. Rara ingat kembali ingat dengan berita di televisi, bahwa beberapa hari kedepan akan terjadi cuaca yang panas. Dengan bodohnya Rara berlari hanya karena tidak mau Satria duluan yang menemui Bima.
"Dia terkena sengatan panas." jawab Satria yang ternyata sudah berada disampingnya Rara.
" Mohon semuanya menjauh." Kata Satria.
" Dia membutuhkan oksigen." kata Satria.
Satria mencoba membuka beberapa kancing baju Rara. Hal itu membuat Rara kesal, namun Rara tidak bisa apa-apa. Satria lalu menuangkan beberapa es batu di botol minumannya ke handuk dan mengompres wajah serta dan kaki Rara dengan es batu. Bima yang begitu khawatir mulai mendekati Satria.
"Sat! Apa dia akan membaik?" tanya Bima.
"Seharusnya, dia akan membaik setelah beberapa saat." Jawab Satria.
Satria terus mengompres Rara. Rara merasa kesal karena perlakuan Satria kepadanya membuat dirinya terlihat lemah di mata Bima.
"Aku akan balas perbuatan mu, sat!" Ucap Rara dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments