Mata kuliah gabungan telah selesai, Rara memasukan bukunya ke dalam tas. Rara melihat ke arah Satria yang juga melakukan hal yang sama dengannya. Rara lalu berdiri di samping Satria.
"Heh!" kata Rara dengan menunjukkan wajah judesnya.
"Kamu pikir kamu begitu cerdas, hah!" kata Rara.
"Satria." jawab Satria.
"Bodoh amat, sok pintar banget kamu. Pertanyaan itu untuk anak semester atas bukan semester rendah kaya kamu! Jangan-jangan kamu membaca buku kakak tingkat, hah!" kata Rara kesal.
Dikarenakan Rara menggunakan behel gigi. Omongan Rara terlihat aneh di pendengaran Satria.
"Kamu tak perlu bersuara seperti itu saat berbicara. Emang kamu gak terganggu dengan suara aneh mu itu." kata Satria mengambil tas dan hendak pergi.
Namun dengan sengaja Satria menginjak kaki Rara.
"Auw! Kamu sengaja menginjak kaki ku ya!" Kata Rara marah dan menarik kearah baju Satria.
"Kamu ingin mencari masalah dengan ku! hah!" kata Rara lagi.
"Kalian berdua sedang apa?" tanya Bima yang berdiri di pintu kelas.
"Gak ada, aku sedang membersihkan bajunya yang kotor." Kata Rara sambil tersenyum.
Tangan Rara yang berada di kerak baju kini berpindah, berpura-pura menepuk baju Satria.
"Lain kali hati-hati ya, agar bajumu tidak kotor." kata Rara kesal dan berpura-pura tersenyum.
Sedangkan Satria hanya terdiam melihat tingkah Rara dihadapannya.
"Satria!" panggil Bima.
Satria lalu menoleh ke arah Bima.
"Ke kantin yuk?" tanya Bima.
"Ya." jawab Satria.
"Kalau begitu aku tunggu kamu di luar." kata Bima pergi meninggalkan mereka berdua.
Rara yang berada disitu merasa cemburu dengan Satria yang selalu bisa dekat dengan Bima.
"Kamu mau ikut ke kantin bersama kami?" tanya Satria kepada Rara.
"Gak! Aku gak mau!." teriak Rara kesal.
"Baiklah. Kalau begitu kita berdua saja disini." kata Satria.
"Bangsat kau! Pergi sana!" kata Rara.
Namun, Satria tetap tidak beranjak dari hadapan Rara.
"Mengapa kamu belum pergi si!?" tanya Rara.
"Aku tidak bisa. Karena kamu menghalangi jalanku. Akui saja jika kamu ingin berduaan denganku di sini. " kata Satria.
Rara yang menyadari itu, langsung pergi keluar dari ruangan kelas.
Rara duduk di kantin, makanan yang ada di depannya membuatnya tak berselera untuk makan. Perasaan kesal terhadap Satria terus menghantui dirinya. Rara mengambil ponsel, dan mengetik sebuah pesan.
"Jika Bima tidak menghentikan ku, aku mungkin sudah menghajarnya." ketik Rara lalu kirimkan kepada akun yang bertulis Setia
" Siapa yang akan mempercayai hal itu?" balas akun itu.
Rara memiliki satu teman yang di media sosialnya bernama "Setia". Yang juga satu kampus. Meskipun begitu mereka tidak pernah bertemu. Kata Setia dia berasal dari fakulitas yang dekat dengan fakultas Rara. Namun, tidak ada niatan bagi Rara untuk bertemu dengan teman onlinenya itu.
"Ayolah.. bagaimana bisa aku tidak terlihat menarik di depannya? Jelas-jelas aku cewek sedang dia cowok" Tanya Rara kepada setia.
"Mengapa Bima memilih pergi dengannya, tidak denganku? tanya Rara lagi.
"Kamu benar-benar ingin tahu alasannya? kamu mempunyai beberapa masalah" tanya setia.
"Apa?" tanya Rara.
"Yang pertama, kacamata mu terlalu tebal. Kedua, kawat gigi yang membuat suaramu tidak jelas saat berbicara. Tiga, kamu tidak percaya. Bahkan dirimu selalu jalan menunduk. Empat, kamu itu mudah takut... hm... yang ke sepuluh, kamu terlalu kutu buku dan tidak punya banyak teman." Balas Setia.
"Sudah cukup! apa aku seburuk itu?" tanya Rara.
"Gak kok. justru aku mengatakan kelebihan mu." balas Setia.
"Gak usah memujiku setelah kau menghinaku." ketik Rara.
"Kamu bilang aku hanya punya sedikit masalah. jelas-jelas baru saja kamu membalas hampir belasan pesan tentang masalahku. Sudahlah, aku tak mau mengobrol denganmu lagi." ketik Rara kesal.
Rara meletakkan ponselnya di meja lalu melanjutkan makan dengan keadaan kesal. Rara mengingat balasan Setia mengenai dirinya yang memiliki banyak masalah. Bagi Rara itu terdengar begitu menyakitkan.
Rara baru saja tiba di rumah. Saat memasuki kamar, Raden sudah menunggunya. Rara tidak memperdulikan saudara itu.
"Rara, kamu ada masalah apa?" tanya Raden.
"Tidak ada." jawab Rara singkat.
"Jika tidak ada, kenapa wajah terlihat seperti orang yang sedang ingin buang air besar." Kata Raden.
"Aku baik-baik saja bang. biarkan aku sendiri." kata Rara.
"Hm.. kamu terlihat berbohong padaku." kata Raden.
Rara lalu duduk ke kasurnya sambil menghela nafas berat. Seolah-olah dirinya baru saja tertimpa masalah yang berat. Raden menarik kursi yang di didudukinya agar bisa duduk berhadapan dengan sang adik.
"Kamu tidak mau menceritakannya padaku,hm?" tanya Raden lagi.
" Sudah ku bilang aku tidak ada apa-apa untuk diceritakan, bang." Jawab Rara.
"Baiklah kalau masih belum menjawabnya." kata Raden.
Raden lalu mengangkat tangan kirinya ke atas dan tangan kanan digunakan untuk menarik kepala adiknya mendekat ke keteknya.
"Apa yang Abang mau lakukan?" teriak Rara.
"Kamu mau cerita atau ku paksa cium aroma ketek ku, hm?" kata Raden.
"Bang, hentikan! aku akan ceritakan sekarang!" teriak Rara yang berusaha agar kepala tak mengenai ketek saudaranya itu.
"Oke." jawab Raden lalu melepaskan Rara.
Rara lalu menarik nafasnya pelan.
"Hm.. apa Abang pernah menyukai seseorang?" tanya Rara.
"Iya, tentu. bahkan tiap hari. apalagi di kampus banyak cewek cantik. Lalu apa masalahmu?" kata Raden.
"Bagaimana caramu mengetahui mereka masih lajang atau sudah memiliki pacar?" tanya Rara.
"Kamu ini punya mulut, kan? Tanyakan saja. Bagaimana seorang kedokteran gigi begitu bodoh seperti ini" jawab Raden.
"Tidak ada kaitannya dengan hal itu. Tapi apa yang dikatakan Abang benar. Aku gak akan pernah tahu jika aku gak bertanya." kata Rara.
"Tapi, nanti dia akan tahu jika aku melakukan hal itu." kata Rara.
" Itu mah mudah. katakan saja jika temanmu ingin tahu." kata Raden.
" Tetapi, aku gak punya teman." Kata Rara.
"Aduh! kasihan sekali adik kecilku ini." kata Raden.
Raden lalu menepuk paha adiknya.
"Aku akan berkata jujur padamu. Meskipun hal ini membuat mu sakit hati, tapi aku akan tetap katakan. Lihatlah dirimu. kacamata tebal dan rambut yang berantakan. bicaramu gak jelas. Gayamu yang terlalu culun. cowok diluar sana menyukai cewek yang terlihat menarik. Jika kamu gak pernah berpikir untuk berubah, jangan berharap cowok untuk suka padamu, dik." kata Raden.
"Tetapi bang, saat Abang menyukai seseorang. Abang harus menyukai dia apa adanya." kata Rara.
Raden lalu berdiri dari kursinya.
"Ayolah dik, jangan terlalu optimis. bahkan jika kamu menjadi orang yang menarik pun, cowok akan tetap menganggap first impresion itu penting." kata Raden padanya.
"Iya,iya. aku gak akan berdebat mengenai hal ini, bang. Namun, saat kamu mencintai seseorang kamu juga harus menerima dia apa adanya." Kata Rara.
Raden menghela nafas, seolah dirinya capek berdebat dengan adiknya itu.
"Terserah kamu dik. suatu saat kamu akan memahami hal ini." kata Raden sambil menepuk pundak adiknya.
Raden lalu pergi meninggalkan Rara di kamar. Di atas kasur, Rara mengingat perkataan kakaknya. Mungkin apa yang dikatakan kakaknya benar. Dirinya tidak menarik, itu sebabnya Bima tidak menyukainya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments