Satria datang menghampiri Rara yang sedang menangis di pojokan tong sampah .
"Ra, kamu gak apa-apa?" tanya Satria.
"Lepaskan aku! Kamu memang menginginkan hal ini terjadi, kan?" teriak Rara
"Tunggu! Maksud kamu apa Ra? emang apa yang telah aku lakukan?" tanya Satria yang tidak paham.
"Kamu datang ke sini untuk menertawakan ku, kan?" teriak Rara.
"Aku tidak melakukan apapun Ra." jawab Satria.
"Aku tahu ini semua rencana. Kamu cowok yang cerdas. Apa kamu senang sudah berhasil membuatku seperti badut di sini!" Bentak Rara.
"Apa maksudmu?" Tanya Satria yang masih tidak paham.
"Gak perlu berlagak sok goblok deh! Aku memang seorang pecundang. Yang memakai kacamata tebal dan kawat gigi. Lalu kamu meyakinkan Bima untuk berfoto denganku karena kamu ingin orang-orang menghinaku, kan!" teriak Rara sambil menangis.
"Orang-orang menghina kamu? Siapa?" tanya Satria.
Rara kesal lalu pergi, namun tangan di tarik oleh Satria.
"Tunggu Ra." kata Satria.
"Lepaskan aku! Jangan membuatku merasa semakin tidak berdaya!" bentak Rara sambil menghempas tangan Satria yang memegang tangannya.
Rara mendorong Satria lalu pergi. Satria hanya menatap kepergian Rara. Satria lalu mengambil ponselnya di saku celana. Satria membuat halaman status Rara yang berfoto dengan Bima. Benar kata Rara banyak orang yang berkomentar jahat padanya. Ada yang mengatakan jika Rara orang sangat jijik untuk berfoto dengan Bima yang tampan. Bahkan ada yang mengatakan jika Bima foto dengan Rara, tampilan Rara yang jelek akan mempengaruhi Bima. Dan ada yang bilang jika Rara harus tahu diri karena Rara seorang yang culun. Membaca semua komentar buruk itu, membuat Satria sadar jika ini awal dari kesalahannya yang meminta Bima untuk foto berdua dengan Rara.
Rara membuka pagar rumahnya. Wajah terlihat kusut karena menangis. Rara mencium aroma badannya yang bau. Dia langsung mengambil selang air untuk mengguyurkan seluruh badan. Sambil menangis Rara mengingat kata-kata Kakaknya. Rara juga mengingatkan semua perkataan buruk orang padanya, Rara terus menangis. Saat Rara sedang meratapi nasibnya, Raden datang menghampirinya.
"Kamu ngapain berenang tengah malam begini?" tanya Raden.
"Ibumu mengajarkanmu jika apa yang kulakukan ini adalah berenang?" Tanya Rara balik.
" Ibuku itu juga ibumu. Katakan pada ku siapa yang melakukan ini padamu. akan ku hajar mereka." jawab Raden.
Rara mematikan air dan berdiri dihadapan kakaknya.
"Abang! sekarang aku paham apa pernah Abang katakan pada ku. Orang sepertiku tidak akan ada yang suka. Aku tidak mau terlihat lemah. " Kata Rara lalu menghela nafas dengan berat.
"Aku ingin berubah" ucap Rara.
"Aku akan membantu mu, dik." kata Raden.
Rara berbaring di kasur sambil melihat kembali postingan fotonya bersama dengan Bima. Rara menghela nafas berat.
"Lebih baik aku hapus saja." ucap Rara.
Tiba-tiba bunyi notifikasi komentar. Yang ternyata komentar dari Bima.
"Gak usah dipikirkan, Ra. apa adanya dirimu bukanlah suatu masalah."
Rara juga mendapatkan notifikasi kasih dari Setia.
"Kamu sudah tidur? sepertinya ini hari buruk untukmu?"
Rara lalu membalas pesan dari Setia.
"Kamu sudah baca semua itu, kan? Si Satria ingin membuatku terlihat bodoh."
"Aku berpikir jika dia tidak bermaksud seperti." balas Setia.
"Kamu berpihak padanya?" tanya Rara.
"Gak. aku selalu berada di pihakmu. Aku bertanya karena aku khawatir sama kamu. Apa kamu baik-baik saja?" balas Setia.
"Aku sedang gak baik-baik saja. Aku beneran gak baik-baik saja. Selama ini aku dihina. Kamu saja juga bilang jika aku memiliki 100 permasalahan dalam diriku. " jawab Rara.
"Maafkan aku. Aku gak bermaksud menghinamu." balas Setia.
"Mulai sekarang aku gak akan menjadi pecundang lagi."Balas Rara menutup obrolan.
Obrolan mereka berdua telah selesai. Rara menatap langit-langit kamarnya.
"Aku harus bisa membuat diriku terlihat menarik agar bisa sepadan bersama dengan Bima." kata Rara.
Disisi lain Satria tengah melipat pakaian kering yang selesai di laundry. Ditumpukkan pakaian itu terdapat sapu tangan. Diambil sapu tangan itu. Sapu tangan itu mengingatkan Satria tentang kejadian saat membersihkan tangan Rara menggunakan sapu tangan itu. Mengingat Rara, bayangan akan omongan Rara masih terngiang di telinga Satria. Satria merasa bersalah kepada Rara.
"Maafkan aku Ra." ucap Satria menatap sapu tangan itu.
Pagi yang cerah. Ibu Rara sudah menyiapkan sarapan enak dibantu oleh Ayah Rara.
"Hm.. Wanginya enak sekali." kata Ibu Rara mengantarkan masakannya ke meja makan.
"Makanan ini terlihat sangat enak, seperti orang yang memasaknya." puji Ayah Rara.
"Hm.. mulutmu manis sekali. Aku hanya menyiapkan makanan terbaik saat aku tidak berkerja." Kata ibu Rara.
Kedua orang tua Rara adalah Dokter. Jadi jarang bagi untuk mereka ada di rumah.
"Tapi aku gak mau makan sup hari ini." Kata Ayah Rara.
"Kalau begitu, apa yang kamu mau?" tanya ibu Rara.
"Ingin makan apa, ya?" goda Ayah Rara.
"Oke begini, kita sudah punya Rangga, Raden, dan Rara. Apa kamu gak berkeinginan untuk buat adik untuk Rara?" Goda Ayah Rara.
"Gak, Jangan aneh-aneh! Anak-anak sedang tidur. Bagaimana jika mereka bangun dan mendengar omongan mu?"Kata ibu Rara.
" Mereka kan sedang tidur. Kalau gitu kita lakukan sekarang aja." Kata Ayah menggoda dan berjalan mendekati istrinya.
"Berhenti menggodaku. Duduklah." Kata Ibu Rara.
Rara berjalan menuju ruang makan. Rara melihat Ayahnya yang sedang menggoda ibunya. Melihat Rara datang, ibu berusaha menghentikan perbuatan Ayahnya itu.
"Ada Rara disini. duduklah." kata ibu Rara.
Ayah Rar tersenyum ke arah Rara. Lalu duduk kembali ke kursi.
"Ayo sarapan, nak." kata Ayah Rara.
"Kamu hari ini gak ada jadwal ke kampus. Kenapa bangun pagi sekali?" Tanya Ayah Rara.
Hari ini jadwal Rara sedang kosong untuk ke kampus.
" Hari ini aku akan pergi bersama dengan Abang Raden." Jawab Rara.
Sambil menikmati sarapan. Ayah Rara menyetel televisi yang ternyata ada acara berita. Televisi mengabarkan berita dari badan meteorologi bahwa beberapa kedepan akan ada gelombang panas yang menyerang, maka untuk beberapa hari kedepan akan terjadi musim panas yang sangat panas. Sang pembawa berita menyarankan masyarakat untuk menjaga kesehatan dan hindari paparan panas serta jika keluar rumah jangan lupa bawa payung dan air yang cukup. Begitulah isi dari berita tersebut.
"Ini air untukmu. Kamu sudah dengar nasihatnya, kan? Bawa payung dan botol air." Kata ibu Rara.
"Iya ma." Jawab Rara.
"Kamu juga harus keluar sesekali. Jangan belajar terlalu keras. kamu harus pergi jalan-jalan dan tinggalkan kami berdua disini." kata Ayah Rara sambil memberikan tatapan menggoda kepada istrinya.
"Sayang!" kata Ibu Rara menatap tajam ke arah suaminya itu.
"Maksud Ayah, masih belum terlambat untuk menikmati dunia luar. Nikmatilah selagi bisa. Setelah kuliah, kamu akan bekerja dan kamu akan sibuk seperti abangmu Rangga. Kamu tidak akan punya waktu luang saat seperti itu." kata Ayah Rara.
"Membahas soal Rangga, Apakah dia akan pulang bulan ini? Dia gak pernah kasih kabar ke kita." kata Ibu Rara.
" Percayalah, dia baik-baik saja di Jakarta dan sedang dimabuk cinta." kata Ayah Rara.
" Kamu ini!" kata ibu Rara memukul suaminya.
Rara hanya tertawa melihat tingkah kedua orang tuanya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments