Setelah pintu terbuka Rara segera berlari ke luar dari ruangan laboratorium. Sedangkan Satria dengan santai berjalan mengikuti Rara dari belakang. Rara berlari sambil berteriak ketakutan. Tiba-tiba Rara berhenti, begitulah Satria yang ikut dengannya. Satria menatap bingung kepada Rara yang berhenti berlari.
"Sat! kamu mendengarnya?" tanya Rara berbisik.
Rara seperti mendengar suara aneh di lorong koridor itu. Satria bingung dengan pertanyaan Rara karena sedari tadi dia tidak mendengar apapun.
"Apa?" tanya Satria balik.
"Suara itu." kata Rara ketakutan.
"Dimana? aku gak mendengar apapun. Mungkin itu hanya halusinasi mu saja." Kata Satria.
Tiba-tiba saat mereka melihat di lorong koridor, sebuah meja otopsi bergerak sendiri. Rara yang melihat itu berteriak dan berlari memeluk Satria.
"Kenapa kamu diam saja? Ayo segera kita pergi dari sini?" kata Rara yang sudah mau menangis.
"Tapi.."
"Ayo!" bentak Rara.
Satria dengan terpaksa memeluk Rara sambil berjalan cepat. Begitulah Rara yang mengikuti ritme kaki dari Satria. Sesampai mereka di depan lift. Satria melepaskan pelukan Rara.
"Kendalikan dirimu Ra!" kata Satria yang mulai kesal.
"Tadi itu hanya insting!" jawab Rara.
"Insting apanya? kamu yang berlari memelukku." Kata Satria.
"Apa yang dikatakan mereka benar. kita harus segera meninggalkan ruangan laboratorium sebelum pukul 12:13. Jika gak orang itu akan menjadi korban." Kata Rara.
"Kurasa bukan seperti itu." Kata Satria.
Rara melihat jam di tangan sudah menunjukan pukul 12:11. Rara segera memencet tombol lift. Namun tombol itu tidak berfungsi, membuat Rara kebingungan. Rara segera menarik tangan Satria.
"Apa lagi?" tanya Satria saat tangannya ditarik Rara.
" Ya pergi denganku! kenapa kamu begitu santai jam mau hampir 12.13. Kita harus segera pergi dari sini. Ayo!" Kata Rara ketakutan sambil menarik tangan Satria.
Satria hanya pasrah mengikuti Rara yang sedang ketakutan itu. Mereka berdua berlari menuruni tangga. Tangan Rara tetap menggenggam tangan Satria. Karena terlalu terburu-buru, Rara terjatuh dari tangga.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Satria khawatir.
Satria menyentuh kaki Rara, efeknya Rara berteriak kesakitan.
"Apa kakimu sakit?" tanya Satria.
"Please! jangan sentuh kakiku." teriak Rara kesakitan.
"Ayo bangun!" kata Satria membantu rara berdiri.
"Gak usah." jawab Rara menolak.
"Gak usah sok berlagak kuat deh! Ayo naiklah!" kata Satria.
Satria membantu Rara berdiri lalu membantu Rara naik ke punggungnya.
Pak satpam menarik meja otopsi masuk ke dalam ruangan laboratorium.
" Maafkan aku. Aku sebenarnya gak menginginkan untuk melakukan ini." kata Pak satpam dalam ruangan laboratorium itu.
"Kamu menakut-nakuti mahasiswa lagi." kata dosen yang baru saja masuk ke ruangan itu.
"Ah! bapak melihatnya. Aku minta maaf." kata pak satpam sambil menunduk.
Rara yang masih berada di punggung Satria menuruni tangga depan fakulitas. Merasa capek Satria pun menurunkan Rara, kebetulan mereka sudah di luar. Rara duduk dengan ngos-ngosan begitu pula dengan Satria. Rara melihat jam tangannya.
" Yee.. Kita berhasil! sekarang pukul 12:14, hanya terlambat satu menit saja." teriak Rara.
Satria tidak perduli, dengan menghela nafas lelah dirinya memilih membaringkan tubuhnya nya ke lantai. Raut wajah sangat kelelahan. Rara melihat Satria berbaring di sampingnya. Merasa kasihan, Rara meminta Satri agar kepala Satria diletakkan ke pahanya. Awalnya Satria tidak paham maksud Rara. Rara lalu mengangkat kepala Satria dan mengarahkannya ke paha.
"Jadi kamu ingin aku beristirahat dengan nyaman, ya?" Kata Satria menggoda Rara.
"Berhenti menggoda ku. Atau kepalamu aku benturkan lagi ke lantai." ancam Rara.
"Akui saja. gak usah bersikap keras kepala deh!" Kata Satria.
"Aku gak perduli padamu. tetapi aku hanya ingin membalas kebaikanmu karena sudah menggendongku sampai ke sini." Kata Rara.
"Benarkah?" tanya Satria.
" Hm. jika kamu gak mau aku balas Budi. sekarang kamu pijat saja kakiku." Kata Rara.
Satria yang masih berbaring dengan kepalanya masih di paha Rara. Tangannya terangkat untuk memijat kaki Rara. Rara tersenyum tipis saat Satria melakukan itu padanya. Dia lalu mengeluarkan sapu tangan di saku celananya dan menyeka keringat yang membasahi wajah Satria. Mata Satria terus menatap wajah Rara.
"Baiklah. Aku akan berhenti marah padamu. Namun, bukan berarti kita berteman." kata Rara.
Hal itu membuat Satria tersenyum.
"Mengapa kamu tersenyum?" tanya Rara kesal dan membuang sapu tangan itu.
"Eum. hal itu sudah cukup baik untukku. Makasih." kata Satria.
"Untuk apa kamu berterima kasih padaku? dari pada kamu berbicara banyak seperti ini lebih baik aku pergi saja." Kata Rara kesal.
Saat Rara hendak berdiri, kakinya terasa sakit.
"Kamu lupa jika kakimu sakit? Aku sudah menggendong mu sampai kesini. sebuah ucapan terima kasih itu sangat berarti." kata Satria.
Rara terdiam, memandang ke arah lain sambil mengucapkan terima kasih.
"Hah! Apa? Aku gak dengar." kata Satria.
Lagi-lagi Rara dibuat kesal oleh Satria.
"Jadi urusanmu kalau begitu." kata Rara.
Tiba-tiba Dosen datang dan mengatakan jika dia mendengarnya. Rara dan Satria kaget, Satria yang sedang berbaring pun terbangun.
"Aku mendengar kalian berteriak. Apakah ini perkara mengenai kisah laboratorium anatomi itu? Aku mendengar itu dari mahasiswa fakultas lain, tetapi bukan dari fakulitas kedokteran. Aku berharap kalian bisa masuk akal dan berfikir secara ilmiah. Aku tidak ingin mendengar kejadian seperti ini lagi dikemudian hari." Kata dosen itu lalu pergi.
Rara dan Satria menunduk lalu meminta maaf.
"Tuh kan! kita berdua dimarahin! itu sih gara-gara kamu!" kata Rara mendorong tubuh Satria.
Rara berdiri begitu pula dengan Satria.
"Kamu yang memelukku" kata Satria mendorong pelan tubuh Rara.
"Kamu juga pegang tanganku erat saat di ruangan laboratorium." kata Rara mendorong Satria.
Hingga terjadilah aksi saling dorong mendorong diantara mereka berdua. Hingga Satria menahan tangan Rara untuk tidak mendorongnya lagi.
"Dorong aku lebih keras. Lalu aku akan..."
"Akan apa?" tanya Rara.
Satria lalu menarik Rara untuk lebih dekat kepadanya. Satria menatap wajah begitu juga dengan Rara.
"Akan apa?" tanya Rara pelan.
"Menghajar wajahmu." jawab Satria.
"Kenapa? Kamu berfikir aku akan mencium mu? Maaf, aku sudah membuat kamu kecewa." kata Satria tersenyum.
Rara dengan mendorong Satria menjauh darinya. Rara mengumpat kesal. Sedangkan Satria hanya tersenyum senang. Rara hendak berjalan, mengingat kakinya yang sedang sakit. Rara duduk kembali. Satria menawarkan kembali bantuan namun ditolak oleh Rara karena sudah membuatnya kesal. Rara ponselnya mencoba menghubungi kakaknya. Namun, tidak diangkat oleh Raden. Rara makin tambah kesal. Sedangkan Satria hanya tersenyum. Satria kembali mendekat dan menawarkan bantuan. Mau tidak mau Rara terpaksa harus pulang dengan Satria. Daripada dirinya harus bermalam di kampus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments