Rara berjalan ke koridor kelas. Dia tiba-tiba berhenti karena memikirkan jawaban Bima mengenai ajakannya ke acara pesta. Apa yang dimaksud oleh Bima, membuat Rara tidak mengerti. Mungkin jawaban Bima memiliki makna harfiah. Tetapi sampai kapan Rara akan menunggu, jika cuma dua atau tiga jam mungkin Rara. Bahkan dua hari juga tidak masalah. Tetapi dua hari bagi Rara itu waktu yang sangat lama. Dan kalau Bima belum ada jawaban sampai dua berarti Bima tidak akan pergi ke pesta.
Rara masuk ke ruang laboratorium. Hari ini mereka akan ada pelajaran praktik. Sayangnya Rara datang terlambat kali ini. Saat masuk ke laboratorium, mahasiswa sudah berada dalam kelompoknya masing-masing. Rara meminta maaf kepada dosen, karena keterlambatannya.
" Apakah masih ada kelompok yang kurang anggota?" tanya Dosen.
Salah satu mahasiswa mengangkat tangannya. Dosen lalu meminta Rara untuk bergabung ke kelompok itu. Dan ternyata Rara satu kelompok dengan Satria. Praktik kali ini merupakan praktik gabungan dengan mahasiswa dari fakulitas kedokteran. Melihat Satria, Rara tidak perduli. Tetapi beda dengan respon Satria. Saat melihat Rara, dia langsung memegang lengan Rara.
" Apa yang kamu lakukan?" tanya Rara.
"Kamu gak mengenakan jasmu dengan benar." Jawab Satria.
Saking buru-buru Rara ke kelas, Rara memakai jas pun dengan keadaan yang tidak rapi.
"Aku bisa melakukannya sendiri." kata Rara mendorong tangan Satria yang memegangi lengannya.
"Gak cuman terlambat, tetapi kamu juga berisik. Diamlah!" pinta Satria.
Satria lalu menarik Rara dekat dengannya. Dia merapikan kerak jas Rara dan juga mengancing jas Rara. Rara yang diperlakukan seperti itu hanya terdiam. Setelah dipastikan sudah rapi, Satria lalu kembali ke tempatnya.
"Sebelum memulai praktik bedah, jangan lupa untuk mengenakan sapu tangan, masker dan kancing kan jas kalian dengan benar." perintah dosen.
Dosen memberikan arahan mengenai praktik bedah yang akan mereka lakukan. Rara, Satri dan teman kelompoknya mulai mengikuti arahan dosen. Saat dalam proses pengerjaan, tiba-tiba kedua teman satu kelompok Rara berbincang.
" Jangan-jangan ini laboratorium yang dimaksud anak-anak lain." kata salah cewek.
"Apa maksudmu?" tanya cewek yang di sebelahnya yang tidak paham.
"Laboratorium anatomi yang pernah diceritakan. Yang konon katanya jika ada orang yang datang kesini tengah malam dan memohon permohonan akan terwujud. Katanya kalau kamu datang ke laboratorium saat lampu telah dimatikan tepat jam 12 malam, katakan permohonan mu lalu ketuklah meja otopsi. Saat ada yang membalas ketukan mu, maka pergilah dari sini." kata cewek itu.
Rara mendengarkan cerita yang diceritakan kelompoknya. Tanpa dia sedari tangannya tidak sengaja terkena pisau bedah.
"Aduh!" teriak Rara.
Satria yang sedari berada disampingnya segera menanyakan keadaan Rara.
"Kamu gak apa-apa?" tanya Satria.
Satria memegangi tangan Rara yang terluka. Dan melepaskan sarung tangan yang dipakai Rara.
"Kita harus membersihkan luka ini terlebih dahulu." kata Satria.
Satria lalu mengajak Rara keluar dari ruang laboratorium. Sebelum itu dia tidak lupa meminta izin ke dosen. Tangan Satria tak lepas memegangi tangan Rara. Sampai di wastafel, Satri membuka kran air. Satria membuka masker menutupi mulut dan hidungnya begitu pula dengan Rara.
" Ini akan terasa sedikit sakit." kata Satria
Satria mengarahkan tangan Rara yang terluka ke air yang mengalir. Dan dia membersihkan darah yang keluar menggunakan air itu. Rara menahan perih ditangannya, sesekali dia menatap wajah Satria yang begitu serius membersihkan luka di jari Rara. Setelah dirasa bersih, Satria memegangi jari Rara yang terluka itu dan mengangkatnya ke atas kemudian dia mengambil itu dan membaluti luka itu.
Rara hanya terdiam, menyaksikan Satria yang sibuk dengan jari Rara yang terluka. Rara menatap Satria tidak Satria juga menatapnya. Membuat Rara kaget dan segera mengalihkan pandangan pada luka di jarinya.
" Apakah harus diangkat setinggi ini?" tanya Rara.
" Kamu harus mengangkatnya lebih tinggi dari jantungmu. Agar pendarahannya cepat berhenti." Jawab Satria.
" Tetapi aku bisa melakukannya sendiri." kata Rara.
" Jangan. kamu bisa terinfeksi." kata Satria menunjukan satu tangan Rara yang dipergelangan kotor bekas kena cairan dari praktek tadi.
"Jangan bergerak. biarkan tanganmu tetap seperti ini." Kata Satria.
Satria lalu membersihkan tangan Rara yang kotor.
"Setelah selesai dibersihkan, aku akan membawamu ke ruang kesehatan. Kamu memerlukan injeksi." kata Satria lalu menatap Rara.
Rara hanya terdiam dan terus menatap Satria. Rara bingung dengan dirinya, kenapa dia tidak memberontak saat Satria melakukan hal itu padanya. Entahlah, Rara juga merasakan hal aneh yang muncul dihatinya.
Di kampus yang sama, Raden baru saja tiba di kelas. Hari ini dia terlihat bahagia. Bagaimana tidak, mulai hari ini dia sudah tidak lagi berurusan dengan Mira. Raden berdiri di depan kelasnya, dan melihat tempat mana yang bagus untuk dia duduki dan tentunya di sampingnya harus ada cewek yang cantik pula. Raden melihat cewek yang cantik yang ternyata disampingnya sudah ada pacarnya. Raden melihat lagi dan dia menemukan dua cewek yang tengah duduk berdua. Raden tersenyum, inilah kesempatan baginya. Dia akan duduk dekat kedua cewek itu.
Saat dirinya hendak berjalan mendekat, ternyata kedua cewek itu adalah pasangan.
"Gila! Ini nih tanda-tanda mau akhir zaman!"
Begitulah kata Raden saat melihat pasangan sesama jenis itu. Hak itu membuat Raden mundur dan tidak mau duduk bersama pasangan akhir zaman itu. Saat Raden tengah berdiri di depan kelas, pintu kelas kembali terbuka. Dan ternyata yang masuk adalah Mira.
"Raden. Raden. Raden!" teriak Mira menghampiri Raden.
"Ada apa lagi sih!" tanya Raden malas.
"Apa kamu melihat botol air minum ku?" tanya Mira.
"Botol air minum apa sih yang kamu maksud?" tanya Raden balik.
"Aku membawa botol air minum ku saat kita berdua mengerjakan tugas kelompok kemarin. Kayaknya aku meninggalkan botok air minum ku di motormu." kata Mira.
Raden berusaha mengingat.
"Oh!"
" Kamu mengingatkannya, kan? Bisakah kamu kembalikan itu kepadaku?." kata Mira.
" Tetapi aku sudah memberikan itu kepada seorang anak kecil pengamen jalanan." jawab Raden.
"Hah!".
Kembali ke hari kemarin, dimana Raden berada di jalan untuk pulang ke rumah setelah mengantarkan Mira. Saat dalam perjalanan, lampu lalu lintas berwarna merah hal itu membuat Raden menunggu sebentar. Saat sedang menunggu lampu lalu lintas berwarna hijau, seorang gadis kecil menghampirinya.
"Kak, apa kakak mau mendengarkan lagu baruku? ini lagu yang baru aku buat sendiri." kata gadis kecil itu menawarkan.
Namun, Raden menolaknya. Gadis kecil itu tidak menyerah dia kembali menawarkan lagu yang lain. Raden tetap menggeleng menolaknya. Hingga gadis kecil itu juga menawarkan beberapa makanan ringan yang juga dibawanya untuk jualan. Raden terus menolak. Gadis kecil itu tidak menyerah.
"Sudah ku bilang aku gak mau!" Bentak Raden.
Gadis kecil itu menangis.
"Kakak menolak lagu yang aku nyanyikan bahkan dagangan ku kakak juga gak mau membeli. apa kakak gak kasihan kepadaku? sudah sejak pagi aku berada di jalanan. Bahkan uang yang ku dapatkan cuman sedikit. Bahkan aku belum memakan apapun sepanjang hari ini. " kata gadis itu sambil menangis.
Perkataan gadis kecil itu membuat Raden iba.
"Dek, Kakak gak bermaksud begitu." kata Raden.
Tetapi gadis itu terus menangis. Merasa bersalah Raden berusaha mencari sesuatu untuk diberikan ke gadis kecil itu. Kebetulan hari ini uangnya sudah habis untuk membeli makanan. Dilihatnya botol minuman yang menggantung di motornya. Raden tidak tahu siapa pemilik botol minuman. Dengan rasa tidak perduli, Raden mengambil botol minuman itu dan memberikan kepada gadis kecil yang menangis itu.
"Ini! ku berikan padamu."kata Raden.
" Untuk ku kak, terima kasih." kata gadis kecil itu sambil menerima botol minuman dari Raden.
" Minumlah untuk mengembalikan energi mu." kata Raden.
Lampu lalulintas sudah berwarna hijau.
"Aku pergi dulu, bye" kata Raden lalu pergi dari situ.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments